Derap langkah kaki menggema ke seluruh penjuru ruangan serba putih yang sangat menyengat bau obat di sekelilingnya. Seorang dokter muda menatap lirih pada seseorang yang sedang terbaring lemah tak berdaya di hadapannya, orang itu tersenyum kearahnya solah mengatakan bahwa dia baik-baik saja.
"Kamu sudah dapat kabar dari Dyo?"
Dokter muda itu menganggukan kepalanya lalu tersenyum, berharap senyumannya mampu memberi sedikit semangat untuk pasiennya itu.
"Bagaimana keadaan mereka?"
"Mereka baik-baik saja, kamu tak perlu selalu menghawatirkan mereka"
Kini dokter muda itu mengulurkan tangannya, mengelus puncak kepala pasiennya itu dan harus kembali merasakan sesak di hatinya saat melihat rambut pasiennya yang semakin hari semakin rontok.
"Aku ingin kamu kesana dan memastikan langsung kalau mereka baik-baik saja"
"Jangan gila, dengan keadaan kamu yang seperti ini, mana bisa aku pergi"
"Tolong, aku tak bisa terlalu mempercayai Dyo"
Dokter muda itu hanya menghela nafas pasrah, ia paham betul sifat seseorang dihadapannya ini,Dia sangat keras kepala dan selalu seenaknya, bahkan bukan sekali dua kali kalau pasiennya itu selalu berusaha kabur.
"Aku mohon, hanya kamu yang selalu aku percaya Dr Naomi"
***
Shani berulang kali menghela nafas nya, entah kenapa perasaan aneh menyelimuti hatinya, bahkan ia sengaja pulang lebih awal hanya karena ia sejak tadi pagi tak fokus bekerja. Shani mencengkram erat pagar pembatas di balkon kamarnya, matanya menerawang jauh keatas langit yang sore ini terlihat lebih mendung dari biasanya.
"Kak Vino" Lirih Shani
Cio yang baru saja hendak mendekati Shani langsung menghentikan langkah kakinya. lagi-lagi Cio terasa menelan pil pahit saat nama itu keluar dari mulut Shani. Ingin rasanya ia marah tapi ia tak bisa menampik sedikitpun kalau ia juga merindukan Kakaknya, Seburuk apapun sikap Vino, Cio tetap menyayangi Kakaknya.
Cio lebih memilih pergi meninggalkan Shani yang sepertinya butuh waktu sendiri, bahkan sepertinya ia pun sama, butuh waktu sendiri untuk menenangkan hati dan pikirannya.
Cio berjalan gontai menuruni tangga, Indra yang kebetulan sedang duduk di sofa merasa aneh dengan sikap menantunya itu yang terlihat tidak seperti biasanya.
"Mau kemana kamu? Baru pulang masa mau pergi lagi" Ucapan Indra langsung membuat Cio menoleh kearahnya. Cio belum menjawab pertanyaan Papa mertuanya, ia justru mendekati Indra dan mengulurkan tangannya, Indra mengerutkan keningnya menatap Cio. Cio langsung meraih tangan indra dan mencium punggung tangannya.
"Cio pergi dulu Pah, Assalamu'alaikum" Cio berkata dengan nada tak sesemangat biasanya dan lagi-lagi sikapnya itu membuat Indra semakin merasa heran.
"Wa'alaikumsalam" Ucap Indra dengan pelan
Indra masih terlihat bingung menatap punggung Cio yang semakin menjauh, ia yakin betul pasti ada sesuatu yang tidak beres terjadi pada rumah tangga anaknya. Indra menutup korannya lalu berjalan untuk menemui Shani di kamarnya.
Sedangkan Shani kini tengah terisak menatap selembar foto yang saat ini ia genggam, fotonya bersama Vino saat mereka pacaran dulu, entah hanya bawaan bayi di dalam kandungannya atau memang Shani merindukan seorang Vino, bahkan hati kecilnya terus saja memanggil nama lelaki yang dulu pernah singgah cukup lama di hidupnya itu.
"Ekhem.."
Suara berat itu langsung membuat Shani tersentak kaget bahkan foto yang sejak tadi ia genggam terlepas begitu saja dan tergeletak di lantai, tepat di depan kaki sang Ayah.
KAMU SEDANG MEMBACA
Cinta Terbaik
FanfictionKita menikah tanpa didasari oleh rasa cinta sebelumnya, bagimu aku adalah suatu kesalahan tapi bagiku kamu lebih dari suatu kebahagiaan.