Cio berhasil membawa pesanan Shani dan langsung memberikannya pada Henry yang telah menunggunya di sebuah cafe. Henry melambaikan tangannya kearah Cio yang baru saja masuk kedalam cafe.
"Lama banget sih"
Cio langsung berdecak sebal karena ucapan kakak iparnya itu.
"Lo pikir ke Bogor itu kayak ke toilet? Mana susah lagi nyari tempat langganan nya Ci Shani"
Henry tertawa melihat Cio yang tengah menggerutu kesal karena ucapannya. Laki-laki yang tak lain adalah suami dari adiknya ini selalu bisa membuat orang disekitarnya tertawa, termasuk Henry. Jujur saja Henry lebih senang Shani menjadi istri Cio dari pada Vino, bahkan ada sedikit rasa kecewa dihatinya saat tau anak yang di kandung Shani adalah anak Vino. Henry dan Vino memang sudah kenal cukup lama tapi sikap Vino yang pemalu dan cenderung lebih serius membuat mereka susah sekali untuk akrab.
"Iya deh, makasih"
"Ga usah bilang makasih kak, itu kan buat yayang gue"
Henry memutar bola matanya malas lalu berdiri dari duduknya.
"Mau kemana lo kak?"
"Pulang lah"
"Lo ga mau traktir gue makan gitu, laper lo ini, gue belum makan dari pagi" Cio memasang wajah memelas pada Henry.
"Pesen aja apa yang lo mau"
"Aseeekk"
"Tapi bayar sendiri" Henry terkekeh geli lalu berjalan meninggalkan Cio yang tengah menggerutu tak jelas karena kesal padanya.
***
"Gimana Shan, enak ga asinan nya?"
Shani menganggukan kepalanya dan terus mengunyah, membuat orang yang ada di hadapannya tersenyum manis walaupun Shani tak menyadarinya.
"Makasih ya Dyo"
Dyo mengangguk lalu mengusap puncak kepala Shani.
"Sama-sama, lagi pula kan emang kebetulan aku lagi di Bogor pas kamu bilang mau asinan"
Shani tersenyum lalu kembali melahap asinannya hingga tak tersisa, membuat Dyo semakin melebarkan senyumnya, bahkan hati Dyo terasa lebih hangat saat Shani tersenyum seperti itu padanya.
"Assalamualaikum, eh ada tamu"
Henry yang baru datang langsung menghentikan langkahnya saat melihat Dyo, sebenarnya ia kurang suka dengan Dyo yang seolah-olah memanfaatkan kondisi rumah tangga Shani dan Cio agar ia bisa mendekati adiknya itu.
Wa'alaikumsalam, kebiasaan deh teriak-teriak" Ucap Shani
"Nih asinannya, spesial dari langganan kamu yang di depan Vila nya Papa" Henry meletakkan bungkusan plastik di atas meja depan Shani.
"Waah, jauh banget itu. Tapi baru aja aku makan asinan yang dibawa Dyo"
"Ko gitu sih, kamu ga ngehargain Kakak ya"
Henry menatap tak suka pada adiknya, bahkan ia pun memberikan tatapan yang sama pada Dyo, ia tau kalau Dyo menyukai Shani, terlihat dari cara Dyo yang selalu memperlakukan Shani dengan manis akhir-akhir ini.
"Aku ga minta Dyo buat beli Kak, tapi dia bawa sendiri"
"Terserah ah, asinannya biar aku aja yang makan, kasian Cio bela-belain buat..." Henry langsung menghentikan perkataannya saat ia keceplosan menyebut nama Cio, ia benar-benar merutuki kebodohannya bahkan kini Shani sudah menatapnya dengan tatapan yang sulit diartikan.
"Cio? Kakak minta Cio untuk beli itu? Jadi kakak tau dimana Cio?"
Henry diam tak berkutik, ia benar-benar bingung harus menjawab apa sedangkan ia sudah berjanji pada Cio untuk tidak memberitahu Shani dimana Cio tinggal sekarang.

KAMU SEDANG MEMBACA
Cinta Terbaik
FanfictionKita menikah tanpa didasari oleh rasa cinta sebelumnya, bagimu aku adalah suatu kesalahan tapi bagiku kamu lebih dari suatu kebahagiaan.