Awal Suatu Hubungan

15.4K 552 4
                                    

Cio berjalan gontai menuju kamar pengantin yang telah disiapkan untuknya dan sang istri. Ia berdiri di depan pintu dengan gugup dan berharap wanita yang kini resmi menjadi istrinya itu telah tidur.

Cklek..

Cio membuka pintu dengan perlahan, ia menghembuskan nafas kasar saat melihat istrinya tengah bersandar di tumpukan bantal sambil membaca sebuah novel.

"Ko belum tidur Ci, ga baik loh buat kesehatan anak kamu" Ucap Cio

"Kamu abis ngapain? ko jam segini baru ke kamar, acaranya kan udah selesai dari tadi? Tanya Shani sambil menutup novel nya dan menaruhnya di atas nakas.

"Diajak Kak Henry ngobrol" Ucap Cio, lalu masuk ke kamar mandi untuk bersih-bersih.

Setelah selesai bersih-bersih, Cio keluar dari kamar mandi dan tersenyum melihat Shani yang sudah tertidur. ia duduk di pinggir ranjang, menatap sendu pada wanita di hadapannya ini.

"Seandainya Kak Vino mau bertanggung jawab atas janin yang ada di kandunganmu Ci, dia pasti bahagia mempunyai istri seperti kamu" ucap Cio lalu membetulkan selimut yang menutupi tubuh Shani, setelah itu dia mengambil satu bantal karena malam ini ia memilih untuk tidur di sofa.

***

"Cio bangun.."

"Ngghh.. aku masih ngantuk Mam"

Shani terkekeh pelan saat Cio mengira ia adalah mamanya.

"Hey, aku istri kamu, bukan mama kamu"

Suara lembut itu seketika membuat Cio langsung membuka matanya dan bangun.

"Ko tidur di sofa?" tanya Shani sambil merapikan rambut Cio yang berantakan

"Aku takut khilaf" ucap Cio sambil terkekeh kecil di ujung kalimatnya.

"Kita kan udah nikah"

"Iya sih, tapi tujuan aku nikahin Cici itu kan untuk jaga Cici sama ponakan aku yang ada disitu" tunjuk Cio pada perut Shani yang masih terlihat rata itu.

Shani tersenyum, entah ia harus senang atau sedih mendengar perkataan Cio.

"Kalau seandainya Vino datang bagaimana?" tanya Shani

"Aku akan mengusirnya, aku ga akan menyerahkan Cici pada lelaki yang tidak bertanggung jawab sepertinya." jawab Cio, wajahnya berubah kesal seperti sedang membayangkan wajah Vino yang tak lain adalah kakak kandungnya sendiri yang sekarang pergi entah kemana.

"Maaf ya, gara-gara aku kamu jadi keseret masalah ini" lirih Shani

"Engga apa-apa Ci, aku ikhlas ko demi calon keponakan aku"

"Aku istri kamu loh, anak aku berarti anak kamu juga dan berhenti panggil aku Cici" tegas Shani, ia hanya ingin lebih menghormati Cio yang saat ini berstatus sebagai suaminya.

"Hmm.. kasih aku waktu buat beradaptasi ya, aku udah terlanjur anggap Cici sebagai kakak aku dan aku yakin Cici juga begitu"

Shani tersenyum sambil mengelus rambut Cio dengan penuh kasih sayang, memang benar Shani sudah menganggapnya sebagai adik kandungnya sendiri tapi bagaimana pun juga sekarang setatusnya adalah istri dari lelaki yang ia anggap adik itu, Shani tak pernah main-main dalam suatu hubungan dan ia akan berusaha mencintai Cio dengan sepenuh hatinya walaupun kini nama Vino masih tersimpan rapi dalam hati kecilnya.

***

"Widih pengantin baru jam segini baru keluar, betah banget ya berduaan di dalem kamar" goda Henry kakak kandung Shani yang kini tengah menyantap sarapannya dengan lahap.

"Kak, main PS yuk" ajak Cio pada Henry, Henry langsung mengacungkan jempolnya.

"Sarapan dulu baru main PS" ucap Shani.

"Iya Ci.. iya"

"Lah, ko manggil Cici?" tanya Mama nya Shani yang langsung membuat Cio gelagapan.

"Ng..emm, itu panggilan sayang aku Buat Shani Mah hehehe"

"Panggilan sayang ko Cici ada-ada aja kamu Cio" ucap ibu mertuanya sedangkan Papa nya Shani terkesan cuek dan tak menghiraukan Cio sama sekali. Dengan telaten Shani menyiapkan sarapan untuk Cio.

"Kamu makan ya banyak ya Ci, tuh sayurannya harus kamu makan juga supaya dedek nya sehat terus" ucap Cio membuat Henry dan ibunya Shani tersenyum melihatnya.

"Papa udah selesai" Ucap Papa Shani lalu melangkah pergi diikuti oleh istrinya. Cio hanya bisa menghela nafas kasar karena belum bisa meluluhkan hati ayah mertuanya. Shani yang menyadari perubahan sikap Cio langsung mencoba menenangkan hati suaminya itu dengan usapan di lengan Cio.

Setelah selesai makan Cio yang masih dengan suasana hati yang buruk memilih menenangkan pikirannya ditaman sambil merokok dan meminum kopi yang ia buat sendiri.

Cio tersentak kaget saat sebuah tangan merampas rokonya dan membuangnya begitu saja.

"Aku minta kamu kurangi kebiasaan buruk kamu yang satu ini" tegas Shani

"Oke, aku akan turuti kemauan Cici tapi aku juga punya satu permintaan" ucap Cio

"Apa?"

"Besok, kita pindah ke apartemenku Ci"

Shani langsung terdiam, sebenarnya ia tak bisa menolak karena statusnya yang kini sah menjadi istri Cio, tapi ia tak yakin kalau Ayahnya akan menyetujui keputusan Cio mengingat status Cio yang kini belum mapan dan masih menjadi seorang mahasiswa.

"Tapi.."

"Ayolah Ci, Cici tega melihat ku ketakutan setiap kali bertemu Papa Cici"

"Kalau kamu lari dari masalah bagaimana kamu bisa membuat hati Papa luluh?"

"Tapi Ci.."

"Aku mohon Cio, posisiku lebih rumit disini, aku tak mau jadi anak yang durhaka tapi aku juga tak mau jadi istri yang tak berbakti pada suaminya"

Cio mengusap kasar wajahnya ia bingung tapi ia juga merasa tak tega melihat Shani seperti ini, Cio menatap lekat wajah Shani lalu ia menangkupkan kedua telapak tangannya di pipi Shani.

"Iya..iya.. kita ga akan dulu pindah sebelum aku mapan dan bisa buat Papa kamu luluh"

Seketika Shani langsung tersenyum dan memeluk erat tubuh Cio.

"Makasih sayang" ucap Shani yang sukses membuat ada sesuatu yang bergejolak di dada Cio.

Entah Cio hanya terbawa suasana atau ia sudah mulai bisa menerima Shani di hatinya, baginya saat ini kebahagiaan keluarga kecilnya adalah utama, menikahi Shani bukan sekedar untuk menutupi aib keluarga nya tapi ia mulai merasakan kasih sayang dari sosok yang selama ini hanya ia pandang sebatas seorang kakak

***

Cinta TerbaikTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang