Saat ini Cio sedang berada di perpustakaan, tempat yang sebenarnya jarang ia kunjungi tapi mengingat pertengkarannya dengan Shani kemarin semakin memotivasi Cio untuk segera menyelesaikan skripsinya.
"Hai Cio"
Cio menoleh kearah samping kanannya.
"Hai Nads" sapa Cio lalu ia kembali fokus pada laptopnya. Nadse merasa kesal saat Cio mengacuhkannya, ia sengaja menyandarkan kepalanya di bahu Cio.
"Berat Nads"
"Biasanya juga ga apa-apa kalau aku nyender gini"
"Tapi aku lagi ngetik"
Karena kesal, Nadse langsung mengangkat kepalanya dari bahu Cio.
"Nyebelin banget sih! kamu berubah tau gak" kesal Nadse
"Oh ya?" hanya itu yang keluar dari mulut Cio tanpa ia berniat melirik Nadse sedikitpun.
"Hiks.."
Cio langsung menghentikan aktifitasnya dan memiringkan badannya menghadap Nadse.
"Kamu ko nangis?" tanya Cio dengan raut wajah bingung.
"Kamu masih nanya aku kenapa nangis?!"
Cio langsung tersentak kaget dan melirik ke orang-orang sekitarnya yang terlihat memandangi mereka berdua dengan tatapan kesal karena terganggu oleh teriakan Nadse. Cio menghela nafas lelah lalu membereskan barang-barangnya dan menarik tangan Nadse untuk keluar dari perpustakaan.
"Duduk sini" perintah Cio pada Nadse saat mereka sampai di salah satu bangku taman kampus.
Nadse menurut lalu duduk di bangku itu disusul Cio yang duduk di sebelahnya.
"Kamu ko diem sih?" tanya Nadse dengan nada kesal saat Cio hanya memandangnya tanpa berkata atau melakukan apapun.
"Emangnya kamu berharap aku ngapain?" tanya Cio dengan tampang tak berdosanya.
"Memangnya tujuan kamu bawa aku kesini untuk apa?" tanya Nadse yang sudah sangat geram dengan ketidakpekaan mantannya itu.
"Nemenin kamu nangis, kalau kamu nangis di perpustakaan kamu pasti dimarahin banyak orang loh, makanya aku bawa kamu kesini supaya kamu lebih leluasa nangisnya"
Nadse menghentak-hentakan kakinya, kesal, marah dan gemas bercampur jadi satu. Ia lupa kalau mantan kekasihnya itu benar-benar polos dan sangat tidak peka, tapi justru itu yang sangat ia suka dari Cio.
"Kamu kenapa sebenernya?" tanya Cio dengan nada yang lembut sambil mengelus pelan puncak kepala Nadse, Nadse menatap wajah tampan Cio, ia sungguh sangat merindukan sikap perhatian Cio yang seperti ini.
"Aku kangen kamu Yo" lirih Nadse
"Sekarang kan aku ada di depan kamu, berarti kangennya terobati dong"
Nadse cemberut sambil menggelengkan kepalanya.
"Belum" ucap Nadse dengan nada yang sengaja ia buat manja.
"Terus aku harus ngapain?"
"Peluk aku, baru kangennya ilang" rengek Nadse. Cio terkekeh pelan.
"Ga boleh Nads, aku sudah beristri jadi ga boleh peluk-peluk perempuan lain apalagi kalau itu mantan ku sendiri, itu dosa namanya"
"Ck, kenapa sih kamu harus nikah secepat ini, bahkan kamu tega putusin aku cuman buat nikah sama cewek itu"
Cio terdiam, ia tak mungkin memberi tau Nadse kejadian yang sebenarnya, sebenarnya ia pun tak tega dan merasa jahat pada Nadse, bahkan perasaannya ketika berdekatan dengan Nadse saat ini sepertinya belum berubah sedikitpun tapi ia juga tak menampik sedikitpun kalau wajah Shani mulai sering terbayang di benaknya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Cinta Terbaik
FanfictionKita menikah tanpa didasari oleh rasa cinta sebelumnya, bagimu aku adalah suatu kesalahan tapi bagiku kamu lebih dari suatu kebahagiaan.