Cinta itu bukan sesuatu yang dapat di genggam atau dilepaskan seenaknya, walaupun cinta itu datang secara tiba-tiba tapi bukan berarti ia bisa pergi dengan mudahnya.
Seperti yang saat ini dirasakan Shani. Bukan hal mudah untuknya melupakan cinta pertama yang sangat berkesan di hatinya bahkan cinta itu kini telah melahirkan seorang putri cantik, buah cintanya dengan si cinta pertama.
"Maafkan Mama nak, harusnya kamu bisa melihat ayahmu, seandainya dulu Mama dan Ayahmu bisa menahan nafsu,kamu pasti bisa bahagia dengan keluarga yang utuh"
Naomi mengepalkan kedua tangannya, ia yang melihat Shani di balik celah pintu sudah sangat geram mendengar apa yang Shani katakan seolah-olah ia hanya berjuang sendirian membesarkan Zara.
Naomi yang sudah tak tahan lagi hendak membuka pintu kamar Shani tapi Cio langsung menahannya dan menuntun Naomi untuk menjauhi kamar Shani.
"Apa kamu tak dengar tadi? Shani benar-benar keterlaluan Cio"
"Engga Kak, aku yang keterlaluan"
Naomi menatap tak percaya pada lelaki yang lebih muda darinya itu, ia tak habis pikir dengan cara kerja otak Cio, bagaimana bisa dia menyalahkan dirinya sendiri sedangkan hatinya kini benar-benar terluka.
Dyo langsung berdiri dari duduknya, saat melihat Naomi dan Cio berjalan kearahnya.
"Bagaimana? Apa Shani masih marah?"
Naomi langsung menatap tak suka pada Dyo.
"Pertanyaan lo seolah-olah ini semua bukan lo penyebabnya"
Dyo langsung menunduk, ia sadar ini memang karena ulahnya.
"Maaf" hanya kata itu yang saat ini mampu ia ucapkan.
"Antar aku bertemu Kak Yona Kak" ucap Cio. Naomi langsung mengangguk.
"Tunggu sebentar" ucap Cio lagi.
Dengan langkah yang pincang, Cio berjalan menuju sebuah note book
yang tersimpan di meja dekat telepon rumahnya. Ia menulis beberapa kalimat disana sebelum akhirnya ia berjalan keluar rumah diikuti oleh Dyo yang berjalan di belakangnya.Naomi yang merasa penasaran langsung mendekati dan membaca tulisan Cio di note book itu
Aku pamit untuk melihat Kak Yona Ci
Jangan sedih lagi, aku janji, aku tak akan membiarkan Kak Vino tak bisa melihat kebahagiaannya.
Sabar ya Ci, tunggu aku bawa kak Vino lagi untuk kalian.Naomi memejamkan matanya kuat-kuat, ia menoleh pada kamar Shani yang masih sedikit terbuka.
"Gue harap lo ga nyesel Shan"
***
Baru saja Cio membuka pintu, aroma obat-obatan langsung menyeruak kedalam hidungnya, ia benci bau seperti ini terlebih lagi pada kondisi seseorang yang kini masih betah tertidur dengan pralatan medis disana-sini sebagai penopang tubuhnya agar dapat terus bertahan hidup.
Cio membungkukan sedikit badannya agar ia bisa melihat dengan jelas kondisi Yona walaupun ia tau Yona dalam keadaan jauh dari kata baik.
"Aku disini, aku sudah memaafkanmu. Jadi bagunlah untukku Kak" Cio berkata dengan lirih. Dadanya benar-benar terasa sesak.
Naomi masih setia mengelus punggung Cio, berharap itu bisa sedikit mengurangi kesedihan lelaki yang dicintainya ini."Mi, obati dulu luka Cio" Dyo berbisik pada Naomi.
Naomi tersenyum tipis, ia tau Dyo masih merasa bersalah. Sekeras apapun Dyo, Naomi tau kalau sahabatnya itu adalah orang yang berhati lembut.

KAMU SEDANG MEMBACA
Cinta Terbaik
FanfictionKita menikah tanpa didasari oleh rasa cinta sebelumnya, bagimu aku adalah suatu kesalahan tapi bagiku kamu lebih dari suatu kebahagiaan.