Setelah kejadian kemarin, Cio mulai bisa terbuka dengan Shani, ia paham jika tak seharusnya ia terlalu keras kepada Shani. Apalagi Shani kini tengah hamil muda dan itu adalah darah dagingnya, ya walaupun Cio masih belum sepenuhnya yakin dengan perasaan Shani terhadapnya.
"Sayaang".
"Hmm".
"lihat sini dulu".
Cio menoleh sebentar kearah Shani lalu kembali bermain game di handphone istrinya.
"Ish, sini hp nya!".
Shani hendak merebut Handphonenya tapi Cio dengan sigap langsung menjauhkannya.
"Diem ah, belum selesai nih".
Shani mendengus sebal, baru saja ia merasa senang karena tadi pagi Cio menyapanya dengan tersenyum manis dan sekarang ia kembali dibuat kesal karena harus rela diduakan dengan game kesukaan suaminya itu.
"Kamu mah baik kalau ada maunya terus" gerutu Shani.
Mendengar itu Cio langsung terdiam lalu menyerahkan Handphone Shani pada si pemiliknya.
"Nih kalau ga ikhlas" ketus Cio.
"Bukan gitu."
"Berisik ah, ini cepet ambil"
Cio meletakan Handphone itu di telapak tangan Shani dengan sedikit kasar, hanya sedikit kasar karena Cio tak mungkin melukai wanita yang amat sangat dicintainya itu.
"Bocah banget sih gitu doang ngambek, gemes deh" Shani mencubit gemas pipi Cio membuat suaminya itu semakin terlihat kesal.
Cklek..
Cio dan Shani menoleh kearah pintu yang terbuka, Cio tersenyum lebar saat melihat Veranda dan Kenan masuk tapi senyumannya mendadak luntur saat melihat orang dibelakang kedua orang tuanya itu. Dia adalah Vino yang tengah dituntun oleh kakeknya.
"Kenapa, kamu bingung ya kenapa Kak Vino bisa bareng sama Mami?" Veranda menatap lurus pada kedua mata Cio. Cio menelan ludahnya dengan susah payah, ia tau jika saat ini pasti Maminya itu tengah marah besar padanya.
"Ng..anu Mi.. itu.."
"Anu..anu.. jahat ya kamu bohongi Mami selama ini, kamu tau dimana kakak kamu tapi ga ngasih tau Mami" Veranda melipat kedua tangannya didada, sedangkan Cio kini tengah menunduk takut.
"Maaf Mi, Cio takut Mami malah belain Kak Vino terus kalian nyuruh Ci Shani balik lagi ke Kak Vino"
Shani hanya bisa menggeleng-gelengkan kepalanya saat mendengar alasan Cio yang sangat kekanak-kanakan menurutnya, sekilas ia melirik Vino melalui sudut matanya.
"Tuh Mi, lihat.. masa istri aku lirik-lirik mantannya"
Shani langsung menoleh kearah Cio.
"Engga! siapa bilang!" sanggah Shani.
"Mii aku dibentak" Cio merengek lalu memeluk perut Veranda yang kebetulan berada tak jauh dari jangkauannya.
"Heh, udah mau punya anak masih aja manja" Kenan menyentil kening Cio membuat anak bungsunya itu cemberut dan semakin mengeratkan pelukannya pada Veranda.
Vino tersenyum, walaupun ia tak melihat apapun saat ini tapi pendengarannya mampu menangkap suatu kebahagian disini, ia sangat bersyukur. Setidaknya banyak sekali kebahagiaan yang ia rasakan saat ia kembali datang.
"Eumm.. Shan" Vino terlihat gugup saat memanggil Shani.
"Iya Kak"
"Anakku dimana?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Cinta Terbaik
Fiksi PenggemarKita menikah tanpa didasari oleh rasa cinta sebelumnya, bagimu aku adalah suatu kesalahan tapi bagiku kamu lebih dari suatu kebahagiaan.