Demi dia

223 43 7
                                    

Demi Dia

" Emm boleh gak kita ngobrol bareng?"
Gadis itu menarik napas panjang lalu mengangkat wajahnya menatap Winda yang tampak berdiri di depannya dengan wajah penuh tepung, bajunya basah karna air yang tiba tiba jatuh saat ia memasuki gerbang sekolah tadi. Winda benar benar terkena Bullyan masa kali ini. Dan Aritha, sepertinya dia sama sekali tidak peduli. Ia kembali menulis di mejanya dan mengabaikan Winda.

" Satu kali saja, bisa kan kita bicara?" Tanya Winda lagi. Aritha menghembuskan napasnya kasar lalu...

" Brak!" Winda tercekat kaget saat bangku di depannya kena gebrak.

" Bicara katamu?" Ujarnya manatap Winda tajam. Ia kemudian meraih semua catatannya dan berdiri menjajari Winda.

" Aku bahkan muak melihat wajahmu sekarang." Ucapnya sebelum beranjak pergi. Seperginya Aritha, Naomi tersenyum diambang pintu lalu memegang pundaknya pelan.

" Sabar ya." Ujarnya, Winda mengangguk.

Aritha melangkah sedih menyusuri koridor demi koridor sekolah. Ia tak memperhatikan jalan sambil sesekali menyeka air matanya yang selalu saja mencoba mendesak keluar.
Hatinya merasa sakit, sangat sakit jika mengingat adegan kemarin saat Winda memeluk Oswald di depan semua orang. Hingga...
Langkahnya terhenti, sosok yang sejak tadi ada di dalam pikirannya tampak duduk di bawah pohon seperti biasanya, dia melamun dengan ekspresi sedih. Aritha ingin sekali melangkah ke arahnya. Tapi, ia seolah merasa berat untuk menemui sang pujaan. Aritha hanya bisa terdiam di sana sambil memainkan jari jarinya berpikir, lalu.. seolah ada ikatan yang terhubung... Oswald akhirnya berbalik melihatnya.

" Aritha?" Ujarnya tersenyum kemudian berdiri. Tapi Aritha malah berbalik cepat seolah menghindar. Membuat Oswald mengernyit heran lalu berusaha mengejarnya

" Aritha!!" Teriak Oswald, Aritha sama sekali tak mau mendengarkan. Gadis itu hanya terus berlari, hingga...

" Brug." " Sssshhh." Gadis itu terjatuh. Buku yang dia pegang berhamburan di lantai. Aritha menangis melihat lututnya robek dan berdarah. Tapi bukan rasa sakit karna luka yang ia rasakan melainkan, rasa sakit di hatinya saat melihat Oswald tadi. Beberapa detik, Aritha hanya duduk meringkuk saja. Lalu tiba tiba tubuhnya terangkat di udara. Seseorang menggendongnya

" Kau baik baik saja?" Tanya orang itu yang tak lain adalah Oswald. Aritha hanya bisa diam

" Aku akan membawamu ke UKS." Ujarnya kemudian. Tapi, Aritha menahan kemeja Oswald

" Aku bisa pergi sendiri." Ucapnya menekan Oswald agar menurunkannya.

" Auuh." Aritha meraih buku bukunya yang berserakan tanpa sekalipun menatap wajah Oswald kemudian hendak berbalik cepat, sebelum...
Oswald menahan pergelangan lengannya.

" Kenapa kau menjauhiku?" Tanya pemuda itu memaksa Aritha menatap kedalam matanya.

" Aku tidak menjauhimu." Jawab Aritha menghempas tangan Oswald lalu beranjak pergi tanpa memberi penjelasan apapun, ia meninggalkan Oswald yang mematung menatapnya.
Pemuda itu kemudian berbalik dan melangkah pergi tanpa ia tahu, Aritha memperhatikannya dari balik tembok. Menahan hatinya yang merasa sakit.

Bunyi Bell tanda pelajaran akan segera dimulaipun terdengar di segala penjuru sekolah. Aritha kembali kekelasnya dengan wajah murung. Ia menatap ke arah Winda yang juga menatapnya

Kenapa sisa sisa pertemanan di masa depan itu sulit sekali di bentuk sekarang?
Aritha, aku merindukanmu yang selalu mendukungku di manapun

Winda berkaca kaca dan Aritha hanya duduk menatap ke depan dengan wajah datar seperti biasanya, pelajaranpun di mulai.
Hanya beberapa detik setelah guru menerangkan materinya, tiba tiba...

OSWALD ( The Senior From The Past )Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang