Give Up

201 37 4
                                    

Give up

" Winda!!"

" Winda...!" Suara itu menghentakkan lamunnya, seolah dia kembali membuka mata setelah begitu lama tertidur. Menatap sekelilingnya seolah mencari sesuatu.

" Winda are you okay?" Tanya Aritha.

Winda bergeming, dia mematung sejenak. Itu ruang kelasnya, benar benar ruang kelasnya. Apakah dia harus mengulang lagi semuanya?
Bahkan bayangan wajah Oswald yang meninggal masih terus menghantuinya.
Lelah, dia benar benar lelah kali ini.

" Gw mau pulang rith." Ucap gadis itu kemudian berlari keluar ruangan sebelum... langkahnya terhenti didepan pintu, menatap kalender dinding tak jauh dari kelasnya.

" Winda, are you okay?" Tanya Aritha memegang pundaknya



5 days before accident


" Win...?"

" Apa yang harus aku lakukan untuk menyelamatkanmu senior?" Tangisnya tiba tiba.

" Sekarang aku sendirian, aku harus menjelaskan semuanya lagi pada Aritha, bagaimana caraku melindungimu. Tak ada apapun yang lebih aku inginkan selain mengembalikan hidupmu. Tapi aku juga tak mampu melihatmu mati berkali kali." Gumamnya sedih

Hingga tiba tiba...

" Aku akan membantumu Winda." Aritha memegang pundaknya lembut, membuat Winda menoleh tak mengerti.

" Ya Winda, aku ingat semuanya, mungkin takdir juga menantangku." Ujarnya berkaca kaca.

Winda langsung memeluknya.
Tanpa mereka sadari sosok bertudung hitam itu tersenyum dari balik dinding



***

Sementara dilain tempat...



" Oswald." Pemuda itu menoleh dengan wajah pucat pada gurunya yang tampak melangkah senang ke arahnya.

" 2 Stasiun TV ingin meliputmu, dan banyak tawaran Radio yang memanggilmu. Apa kau sudah siap?" Tanyanya penuh kebanggan

Perlahan, pemuda itu mengangguk lalu tersenyum pucat

" Untuk 4 hari kedepan, istirahatlah! Kau bisa menemui kerabat atau keluargamu sebelum kau pergi ke Oxford." Guru itu menepuk pundaknya lalu beranjak pergi. Sementara Oswald...
Pemuda itu menatap tangannya yang mati rasa. Ia menarik napas panjang dengan kertas formulir beasiswa di tangannya.

Sore itu, udara terasa begitu dingin menusuk tulang, gerimis mulai menjatuhkan diri bersama hujan yang kemudian turun seakan menantang langkah Oswald yang terus menatap kedepan. Tak ada kata yang terucap dan tak ada ekspresi yang terlihat. Untuk menaiki angkutan umumpun ia tak memiliki uang saku, walaupun sebenarnya ada uang yang dia kumpulkan selama ini di celah buku biologinya, Oswald memilih berjalan. Langkahnya terhenti tepat saat langit berubah menjadi gelap. Bahkan pemuda itu seolah tak merasa kedinginan sedikitpun.
Ia menatap rumah megah yang terbentang luas didepannya. Tempat Ibunya berada.

Hanya dengan melihat ibunya tengah menelfon seseorang diatas balkon sana, Oswald tersenyum pucat.
Dia kemudian pergi pada sebuah toko yang menjual beraneka ragam bunga.
Ia mencari bunga terindah disana dan menyerahkan semua uang yang dia kumpulkan untuk membeli bunga itu.

OSWALD ( The Senior From The Past )Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang