Tersangka

153 34 6
                                    

" Kau Derin teman kak Naomi kan? Aku mengingatmu." Ucap Anita yakin. Entah kenapa, wajah Derin berubah sangat pucat, tangannya gemetar dan ia berkeringat dingin. Lalu dengan suara getir ia berkata,

" Aku bukan yang kau maksud." Derin memalingkan wajahnya hendak beranjak. Tapi...

" Kenapa kau tidak menemui kami lagi?" Tanya Anita serak menghentikan langkah Derin di ambang pintu.

Apa yang harus aku lakukan?
Gadis ini, tidak boleh mengenaliku..
Tidak...

Ia kemudian menoleh, menatap ke arah Anita lalu tersenyum dingin.

" Kau Derin kan?" Tanya Anita berkaca kaca.

" Ya aku Derin." Jawab pemuda itu kemudian melihat situasi di luar ruangan sebelum pintu itu ditutup dari dalam

" Kenapa kau menutup pintunya?" Tanya Anita mengernyitkan alis

" Karna aku... ingin membicarakan hal penting denganmu. Hanya berdua." Jawab Derin dengan senyum mencurigakan. Ia melangkah kearah Anita, mimik wajahnya terlihat berbeda dengan Derin yang biasanya.

***

" Winda, a...ku." Oswald menatap gadis itu dengan wajah pucat, bibirnya seolah tak mampu lagi mengucapkan kata kata sementara tubuhnya dipenuhi keringat dingin yang seakan membasahi rambut legamnya. Ia benar benar pucat.

" Kau sudah mengingat semuanya kan?" Tanya gadis itu menyeka air matanya.

Oswald menatap Winda getir, tangan putihnya menggapai wajah gadis itu, bola matanya berkaca kaca. Lalu tiba tiba...

" Brak." Ia jatuh ke pelukan Winda dalam keadaan tak sadarkan diri.

" Senior!! Senior!!" Teriak Winda mencoba memapahnya.

" Senior please wake up. Senior!!" Winda memeluk Oswald erat.

" Seseorang tolong akuuu!!" Teriak gadis itu serak.

Wajah elok itu benar benar seakan kaku selama beberapa jam, bulu mata lentiknya sama sekali tak bergerak. Seakan akan jiwanya sudah tercabut dari raga dan itu benar benar membuat Winda ketakutan.
Ia berusaha berkali kali menghubungi Vannesa. Tapi tetap saja, wanita itu enggan mengangkat telfon darinya. Hingga...

Derrrrtttt. Seseorang di balik bangku sekolahnya mengernyit melihat layar ponselnya yang tampak menyala. Ia mematikan panggilan itu. Namun...

Drrrttttt drrrtttt. Lagi lagi ponselnya berdering. Jika saja dia bukan Alfraza Abigail mungkin seisi kelas beserta gurunya sudah merasa kesal.

Dengan kening bertaut, Alfraza akhirnya meminta izin untuk menjawab panggilan itu.

" Halo... Alfraza?" Tanya Winda sesak

" Ya, ini siapa?" Jawab pemuda itu tenang

" Tolong aku, Oswald.. dia sekarang berada di Rumah Sakit."

Mendengar itu, Alfraza mematikan ponselnya.

" Shit." Keluh pria berambut pirang itu bergegas ke luar dari koridor sekolah menuju tempat parkir dan segera memasuki mobilnya.

Sementara di sana...

Erwinda menyeka air matanya menggenggam tangan Oswald. Ditatapnya wajah tenang itu lekat. Mengingat pertemuan pertama mereka yang begitu mengejutkan di masa depan. Winda yang mengira Oswald guru les baru dari ayahnya, tingkahnya yang begitu kocak dan memalukan saat itu

OSWALD ( The Senior From The Past )Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang