Silent,,:..14.. sorry..

170 10 4
                                    

Disana Brian sedang memeluk Mona yang berusaha menahan tangisnya.
Ah.. apa perlu ia memasukkan nama sahabat nya itu dalam daftar 'black note' nya.

Diaz tidak menghiraukan tatapan menuduh yang membuat Mona berlari sambil menangis, meski suara nya sampai tak terdengar tapi pundak yang bergetar cukup membuat ia tau wanita itu menahan tangis dan emosinya.

"Hai, ada apa sweety?" Dengan menyentuh pundak Mona .

Diaz tak perlu menunggu wanita nya berhenti tenang bukan, ia tidak sesabar itu melihat tangan Brian mengusap rambut dan punggungnya.

Dan tidak perlu bujukan apapun karena Mona langsung menubruk tubuhnya, untunglah Diaz dengan sigap mendekap dan menahan tubuhnya agar tidak terjatuh.

Diaz membalas tatapan Brian, ada lega disana. Mungkin dia baru menyadari kalau bukan ia yang membuat Mona bersedih.

"Sepertinya kalian butuh ruang. Gw mau masuk duluan, masuk lah ke dalam jika suasana kalian lebih tenang."

Brian meninggalkan Diaz dan Mona berdua di kursi tunggu yang berada di depan kamar rawat Lily .

Nafasnya sudah mulai teratur, sedikit seguk kan karena sepertinya Mona menahan nafasnya agar tangis tidak terdengar.

"Sudah lebih tenang?"
Anggukan dikepala, membuat Diaz mengerti Mona masih membutuhkan waktu untuk mengatur nafasnya.

"Maaf". Suara nya pelan,

Diaz terkekeh kecil, "aku maafkan, lain kali jangan pergi begitu saja. Kita bisa menengok Lily bersama."

Mona mengeratkan pelukannya, tubuh hangat yang selalu menjadi tempat nya bersandar, seperti saat ini.
Mona mulai merasa tenang dengan telapak tangan Diaz yang terus mengusap pelan punggung nya.

"Sebaiknya kita bergegas, aku mendapat kabar kalau Lily bisa pulang sekarang juga."

"Benarkah" Mona berseru senang meskipun masih terdengar suara serak dan mata yang sedikit memerah saat menatap nya.

Sepertinya Mona menangis disepanjang lorong rumah sakit ini.

☘☘☘

Lily sudah lebih baik, dan Dokter juga sudah membolehkan nya pulang setelah mendapat kan 3jam perawatan.

Meninggalkan sedikit bekas membiru disana, tapi wanita itu masih memberikan senyum nya agar siapapun yang melihat akan beranggapan kalau ia baik-baik saja.

Tapi ia tau, Lily agak terguncang dengan kejadian tadi siang, lihatlah bagaimana mata itu seakan menerawang jauh menembus jendela yang mulai menampakkan lampu malam perkotaan di kota Deligos.

"Hai.." sapanya hingga ia bersitatap dengan mata netra hitam yang seperti nya sudah membuat seorang Brian salah tingkah.

Menggaruk tengkuknya yang tidak gatal, Brian duduk di kursi samping tempat tidur dimana Lily sedang duduk bersandar .

"Aku baik, terimakasih" Lily tidak sadar ia mengatakan itu dengan bahasa tangannya .

Tapi melihat Lily tersenyum, mengurungkan ia untuk menanyakan arti nya.

Bodoh memang, dari banyak nya bahasa yang ia pelajari seperti nya ia lupa belajar bahasa isyarat.

Dan mulai sekarang ia akan bertekad untuk belajar hanya demi wanita di depan nya ini.

"Maaf, soal tadi siang. Mungkin itu membuat mu terkejut. "
Ucapnya pelan, menghela nafas berat. Brian sedikit ragu saat mengatakan kalimat selanjutnya.

"Hmm,, harus nya kamu tidak perlu menghalangi tadi, kami sesama pria sudah biasa melakukan itu untuk melatih fisik." Ucapnya tak enak dengan senyum salah tingkah,
apalagi melihat Lily yang tersenyum kembali seperti itu.

SiLentTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang