Silent..:..22..Menantu Keluarga Holper.

138 11 1
                                    

Lily sedang duduk di atas ayunan.

Suara berderit pelan yang di hasilkan gesekan besi sedikit berkarat, tidak menggangu lamunan nya sama sekali.

Tangan kiri nya menggenggam penyanggah besi, agar ia tidak terjatuh saat ayunan besi itu berayun-ayun kecil mengikuti gerak kaki nya yang mendorong pelan.

Sedangkan tangan kanan nya terus meremas, atau sesekali mengelus baju  rajut berlengan panjang yang menutupi penuh leher jenjangnya.

Bibir itu tertarik, berkerut, dan tertarik lagi membentuk senyum kecil yang tidak kentara.

Lily bahagia.

Dan ia sedang melamun kan semua kejadian yang terjadi kemarin saat ia merasakan sakit nya, lagi.

Tapi kali ini ia dapat melewati nya dengan rasa bahagia, bukan rasa sakit yang akan ia redam agar tak ada yang mengetahui nya.

Ia sudah terbiasa terkena demam, karena kondisi tubuh yang berbeda dengan tubuh orang lain pada umum nya.

Hanya obat resep biasa dari dokter atau tumbuhan herbal yang ia temukan di pekarangan rumahnya.

Dan semua akan sembuh dengan sendirinya, mungkin ia terlalu lelah. Apalagi dengan kejadian yang membuat jantung nya berpacu dengan cepat, maka ia akan merasakan penurunan drastis dari tubuhnya.

Jika di lihat oleh orang lain ia begitu normal, maka tidak bagi dirinya.

Di luar dari kurang nya Indra pendengaran dan tidak bisa berbicara, ia tahu dirinya berbeda,

ayah nya, hanya mengetahui sedikit dari perbedaan yang ia miliki.
Dan ia tidak ingin menjadi beban lain untuk keluarga nya, cukup ibunya.

sedang kan ia harus sehat dan harus terlihat sehat.

dari suhu tubuhnya, kekurangan fungsi Indra nya, gerak syaraf motorik nya dan respon lambat yang akan di terima otaknya di saat situasi yang membuat nya tegang.

Renung Lily , mengingat kejadian yang ia lakukan selalu berakhir tidak baik.

Meremas kembali baju rajut hangat nya, ini adalah buatan tangan ibu nya.
Bentuk cinta, agar ia selalu mengingat tidak ada yang sempurna hidup di dunia ini.

Semua makhluk yang hidup hingga nanti mati menjemput mereka, hanya akan ada nama atau kenangan.

Kita yang akan mengukir sendiri, dan berjalan  beriringan dengan takdir yang sudah tertulis untuk kita.

Ibunya, tak henti mengucapkan kan seutai kata yang selalu membuat ia berdiri tanpa melihat kekurangan yang ia miliki.

"Ibu, boleh aku bermimpi lebih jauh lagi?" Bisik nya .

Ia meremas nya kembali, kali ini bukan baju nya, melainkan degub jantung yang semakin cepat setelah ia mengungkapkan satu nama di hatinya.

Diaz..

"Bisa kah ia berharap pria itu menjadi pangeran untuk nya?" Bisik nya lagi.

Senyum itu terlihat semakin melebar, ia mengingat diri nya dicium begitu mendamba oleh sepupu nya saat di bathtub dengan tubuh yang tidak memakai apa pun.

Ia malu.

Tapi apa daya, tubuhnya sedang tak merespon baik.

Namun sekali lagi, Lily bahagia.

Tanda merah itu,

Lily tersenyum lagi, saat mengingat ciuman itu tapi ia kembali kecewa, karena setelah itu ia terkulai tak berdaya, karena ia merasakan dingin yang menyengat meski kulit tubuh nya terasa hangat.

SiLentTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang