Thirty Four - Disaster

503 102 41
                                    

Sudah 2 hari sejak kejadian malam itu. Semuanya bungkam dan canggung. Perkataan Sera begitu tergiang didalam kepala. Cinta yang menghancurkan persahabatan.

Atha memilih untuk duduk diam dikafe seberang kampus setelah mengurus keperluannya tadi sebentar dikampus. Ia ingin menjernihkan pikirannya sebentar. Semua perkataan Sera membuatnya brainstrom. Semuanya menjadi aneh, entah bahagia atau sebaliknya Atha juga tidak tahu.

Ia bahkan tidak mengatakan pada Gio jika ia pergi kesini. Ia takut jika apa yang ia jalani sekarang salah. Love shouldn't be there between them.

"Sendiri?"

Atha sedikit kaget dengan suara barusan, ia langsung mendongakkan kepalanya dan mendapati seorang lelaki bertubuh dengan tshirt dilapisi kemeja kotak-kotak berdiri didekatnya.

"Eh, Marsel?"

Marsel tertawa sambil menarik kursi didepan Atha lalu duduk. "Masih ada yang belum kelar dikampus atau memang lo mau ngongkrong sendirian disini?"

Atha tersenyum sambil menggeser tas miliknya dari atas meja agar tidak mengganggu mereka, "Dua-duanya kali ya haha"

"Ngurusin apa? Disuruh awasin baksos taun depan atau apa nih?"

Atha menggeleng pelan sambil mengesap vanilla cream miliknya, "I have two things to think, so I end up here"

"What things? Perhaps I can help you" tawar Marsel sambil menopang dagunya dan menatap Atha.

"Which one do you want to know more? The good thing or bad thing?"

Marsel terlihat berpikir sebentar lalu menatap Atha serius, "Hmm, gue pengen tau dua-duanya sih. Tapi mungkin gue mau denger yang buruk dulu"

Atha tertawa lalu meletakkan minumannya kembali diatas meja. Ia melipat kedua tangannya diatas meja dan menatap Marsel, "About what Sera talked that night, I still can't get over it"

Marsel diam, ia menghela nafasnya dengan berat. "Tentang itu, gue juga ngga habis pikir"

"Sometimes I feel unpair, why there shouldn't be love between friend" Marsel melanjutkan perkataannya.

Atha memaksakan tawanya lalu ikut menopang dagunya menggunakan telapak tangan kanannya, "Agreed, tapi kalo semua persahabatan kaya gitu ujung-ujungnya bakal kena friendzoned kan? Thats why. Its hard to find the real friend between friendship because we can end up like this, a friend become lover" Atha mengesap minumannya lagi lalu menatap Marsel, "but we can't blame love or friendship it self, its all based on us. And I am here, I admit that I fail on this friendship" Atha mengakhiri perkataannya dengan senyuman pahit.

"It so shit but my mind agreed on your words" Marsel memegang kepalanya dengan kedua telapak tangannya yang besar, "Bisa gila gue"

"Nanti lo bisa-bisa dimasukin Aira ke RSJ beneran Sel"

"Ih ogah, kasian cowo disana kalah ganteng sama gue" jawan Marsel penuh percaya diri.

Atha terkekeh pelan sambil menatap Marsel. "Apa kabar baiknya?"

"Can you keep this as a secret?" Atha menyodorkan jari kelingkingnya pada Marsel.

"Is it a big thing?"

Ath menggeleng pelan sambil tersenyum, "Gue juga ngga tau"

"What happening?"

"Gue ngga tau ini baik atau buruk bagi lo" gumam Atha sambil menopang dagunya.

"Im here listening"

"Gue dapat beasiswa di Jerman"

Marsel terdiam selama beberapa detik sampai pada akhirnya ia menerjapkan matanya dan menatap gadis didepannya dengan serius. "Serius lo?"

BEAUTIFUL YOUTH (Complete)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang