Bahagia. Sesuatu yang selalu dicari oleh semua orang. Mereka mencari definisi bahagia menurut mereka. Setiap orang punya pengertian bahagia mereka sendiri. Bahagia, adalah suatu hal yang membuat hidup berwarna. Siapa pun ingin merasa bahagia dalam hidup mereka.
Tapi mereka terlalu bodoh untuk mengerti arti bahagia. Mereka pikir, bahagia harus selalu dengan hidup mewah atau berfoya-foya. Mungkin hanya segelintir orang yang menganggap bahagia itu dengan sebuah uang yang berlimpah.
Mereka tak tau bahwa bahagia tak hanya dengan uang. Karena bahagia tak dihitung oleh berapa uang yang kita punya. Karena bahagia tak bisa dibeli.
Bahkan dengan kasih sayang yang cukup membuat kita bahagia. Sesederhana itu. Melihat orang bahagia dengan caranya terkadang kita pun ikut merasakan bahagia. Bahkan melihat orang yang kita cinta bahagia kitapun juga akan ikut bahagia. Bahagia itu sederhana. Tidak selalu dengan materi.
Itupun yang dirasakan Tian beberapa minggu yang lalu. Namun efek bahagianya terasa sampai sekarang. Karena ia telah resmi melamar sang pujaan hati Vira. Walaupun pernikahannya masih dibilang lama, karena Tian ingin mencari modal dahulu untuk mempertanggung jawabkan anak orang.
Hidup memang suka bercanda. Mendekatkan yang jauh begitupun sebaliknya yang dulunya dekat menjadi tak acuh saat bertemu. Lucu. Hidup itu misteri. Kita tak tau apa yang akan terjadi selanjutnya.
"Kamu masih inget enggak dulu kita kayak gimana?" tanya Tian waktu ia berdua dengan Vira menikmati sunset di pinggir pantai.
Deru ombak terdengar jelas. Angin sore membuat tubuh merasakan sensasi dingin. Dua insan manusia duduk lesehan di atas pasir pantai. Duduk berdampingan menikamati indahnya sunset di pinggir pantai.
Vira menoleh dan terkekeh, "Lucu ya kita dulu. Enggak nyangka jadi kayak gini."
"Namanya juga takdir."
"Dulu kalau inget kamu pengen masukin sumur tau, playboy cap ikan teri aja bangga. Tebar-tebar pesona sana-sini. Euhhh. Benci banget sama kamu."
"Makasih,"
"Kok makasih?"
"Makasih, karena kamu diam-diam merhatiin aku,"
"Gombal receh,"
"Tapi suka kan?"
"Sialnya, aku suka,"
Tian tak menyangka bahwa takdir mempermainkannya dengan Vira. Dulu ia tak mengerti arti bahagia, mencari kesana dan kemari. Dan setelah takdir mendekatkan mereka yang saling menjauh, disitulah ia menemukan arti bahagia. Melihat orang yang kita cinta tersenyum dan tertawa, itu sudah cukup membuat Tian bahagia.
Hari ini weekend dan otomatis dia akan libur kerja di kantor. Biasanya hari ini Tian memanfaatkan waktunya untuk berjelajah ke alam mimpi di pagi hari. Lalu siangnya dia akan bertemu dengan Vira, lalu sorenya akan bermain futsal dengan sahabat-sahabatnya.
Namun, suara benda pipih di atas nakas membuat tidur nyenyaknya terganggu. Padahal dia tidak menyalakan alarm tapi suara benda itu membuatnya terbangun. Tian membiarkannya terus berbunyi. Dia malah menenggelamkan kepalanya di bawah selimut.
Di panggilan ke-sepuluh ia dengan berat hati menyibak selimutnya dan mengambil benda pipih itu. tanpa melihat siapa yang menelpon ia menggeser warna hijau pertanda menerima panggilan.
"HALO! BISA ENGGAK SIH TELEPON NANTI AJA!" ucap Tian dengan membentak. Ia kesal karena ada yang mengganggu waktu tidurnya.
"Kok bentak-bentak sih, biasa aja dong!" ucap seseorang di seberang sana.
Tian menjauhkan ponselnya dari telinga dan melihat nama di layar ponselnya "Vira." Tian pun meringis seketika.
"Maaf sayang enggak sengaja, aku kira tadi Bagas." Tian melembutkan suaranya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Open Your Heart (Complete)
Teen FictionKepercayaan itu seperti sebuah kaca. Bilamana kaca itu pecah. Karena sengaja atau tidak sengaja, tetap saja kaca itu akan pecah. Bila kaca sudah pecah, walaupun sudah direkatkkan kembali, bekasnya akan masih terlihat. "Ada dua pilihan, pertama tetap...