Dua keluarga sekarang tengah duduk di sebuah ruang tamu di rumah keluarga Bagus, ayah Vira. Mereka akan berencana kembali membahas tentang putra dan putri mereka untuk bertunangan. Bagus dan Lili duduk bersebelahan. Rani dan Danu duduk bersebelahan dan bersebrangan dengan Bagus dan Lili. Sedangkan Vira dan Tian juga duduk bersebelahan.
"Bagaimana ini pertunangan akan segera dilaksanakan secepatnya," Danu membuka topik pembicaraan.
"Tapi kan pa, keputusan pernikahan kan di tanganku sama Vira. Yang mengambil keputusan pertunangan kita." sahut Tian tak terima.
"Iya memang. Tapi sepertinya kalian sudah setuju dengan pertunangan ini. Kalian terlihat sudah akur." timpal Bagus dibuat setenang mungkin.
Para perempuan hanya diam mendengar percakapan antara para lelaki. Vira pun juga begitu. Ia pun juha setengah kaget mendengar topik ini. Memang benar yang di ucapkan Tian bahwa pertunangan ini keputusannya di tangan Vira dan Tian itulah kesepakatnnya.
Flashback on
"Kalian berdua akan bertunangan," ucap Danu dengan wibawanya.
Vira dan Tian benar-benar tersentak kaget mendengar ucapan Danu tersebut. Mereka saling pandang dan membuka mulutnya seolah-olah tak percaya. Mereka tidak tau rencana orang tua mereka.
"Apa ini pa, kenapa papa memaksa kami untuk bertunangan. Bahkan kami belum saling suka," Sahut Tian yang sedikit kesal dengan keputusan papanya. Sedangkan Vira menatap kedua orang tua seakan ingin berkata 'apa ini, tolong jelaskan.' . Lili hanya memberi tatapan sendu kepada putrinya itu.
"Ini demi kebaikan kalian berdua," Danu mencoba menjelaskan kepada anaknya yang tak setuju dengan keputusan ini.
Emosi Tian sekarang sedang meluap-luap ingin sekali melampiaskan emosinya. Namun ia masih sadar kalau dia tengah berada dimana. Ia sebisa mungkin menahan emosinya. "Tapi pa, kalo papa ingin yang terbaik harusnya papa tau perasaanku pa. Apa aku bahagia dengan dengan ini. Pokoknya aku tak mau dengan perjodohan ini. Aku ingin hidup sesuai keputusanku pa," ucap Tian dengan menahan emosinya.
"TIAN!" Danu yang terbawa emosi lalu membentak anaknya itu. Rani mengelus-elus punggung suaminya mencoba menenangkanya.
"Baiklah mungkin kamu belum siap dengan pertunangan kamu ini. Karena mungkin kamu belum mengenal betul putri saya. Maka baiklah kita beri kamu waktu mengenal putriku dulu. Kita tunggu keputusan kalian setelah kalian melaksanakan Ujian Nasional kalian. Bagaimana?" ucap Bagus dengan nada yang sesabar mungkin agar Tian tak tersungut emosi lagi.
"Kenapa Gus?" Danu bingung dengan perkataan Bagus.
"Gini Nu. Kalo memang mereka belum siap biarkanlah mereka memikirkannya dulu. Tak baik terlalu mengengkang mereka. Kita berikan waktu dulu. Dan biarkan merekalah yang memutuskan pertunangan ini dilaksanakan atau tidak," Bagus menjelaskan.
Vira hanya diam sedari tadi. Sebenarnya ia juga tak mau dengan keputusan ini. Namun ia tak berani membantah ucapan papinya. Karena ia tau papinya selalu memberikan yang terbaik padanya. Papinya yang paling tau apa yang ia butuhkan.
Setelah ia mendengar ucapan papinya tadi ia merasa lega karena papinya tak terlalu memaksanya. Ia tau papinya pasti akan memberikan yang terbaik.
KAMU SEDANG MEMBACA
Open Your Heart (Complete)
Dla nastolatkówKepercayaan itu seperti sebuah kaca. Bilamana kaca itu pecah. Karena sengaja atau tidak sengaja, tetap saja kaca itu akan pecah. Bila kaca sudah pecah, walaupun sudah direkatkkan kembali, bekasnya akan masih terlihat. "Ada dua pilihan, pertama tetap...