Disudut ruang tunggu rumah sakit selly terduduk lemas dengan mata sembamnya tanpa terasa langit sudah sangat gelap.
Dari jauh seorang wanita yang sangat tidak asing lagi baginya berjalan mendekat.
Ennie dengan sedikit ragu menghampiri selly.
"Aku datang lebih awal.. sebenatar lagi ayah dan ibu juga datang" ucapnya tak ingin ada kesalah fahaman.
Selly hanya dia sambil mengelus rambut rangga kecil di pangkuannya
"Ini... anakmu?" Ennie penasaran
"Ya" dengan suara lemah namun cukup terdengar
Ennie terlihat kaget dengan hal itu "Rangga pasti sakit hati jika mengetahuinya"
Selly masih tak menjawab ataupun merespon perkataan selly
"Pulanglah.. aku akan menjaganya"
Selly menatap ennie dengan tatapan tidak sukanya.
"Kamu pasti lelah, lagi pula rangga tak akan membiarkanku menyentuhnya" ennie lagi lagi takut selly akan salah faham.
Beberapa menit kemudian seorang lelaki datang untuk membawa rangga kecil pulang.
"Suamimu?"
Selly mendesah "bukan urusanmu"
Setelah itu beberapa dokter keluar dari ruangan mempersilahkan keluarga untuk menjenguk pasien yang baru melewati masa kritis itu.
Dengan pelan selly membuka pintu, di kasur itu terlihat rangga tengah tertidur pulas karena reaksi obat bius yang di berikan dokter padanya
Selly duduk di samping rangga sambil menatap lemah kearah laki laki di hadapannya, dia terus memerhatikan rangga beberapa menit berjam jam hingga matanya lelah dan dia tertidur.
----
Pagi hari"Ayah beneran gak bisa kesini? Ayah.. anak ayah sedang terluka sesibuk apapun ayah harus melihat kondisinya"
Di luar pintu terdengar kebisingan suara ennie yang tengah menelfon ayahnya yang tak kunjung datang, selly terbangun sambil mengusap matanya berulang kali.
"Bisa kah kamu lap lengannya?" Sambil menyodorkan air hangat ke arah selly
Tentu saja selly menatapnya. Karena ennie juga bisa melakukan hal itu.
"Dia tak akan membiarkanku menyentuhnya jika sadar" jelas ennie
Selly memingkis lengan baju rangga untuk membersihkan area yang sedikit lebam itu agar tetap steril, tatapannya focus pada bekas aneh di pergelangan tangan kiri rangga.
Dia memegang tangan itu dan membaliknya. Terlihat bebetapa bekas sayatan luka di area itu, cukup banyak.
Bekas apa ini? Pikirnya.
"Tok tok"
Erdengar suara ketukan pintu seorang wanita muda dengan pakaian dokter masuk. Wanita itu terlihat kaget setelah melihat selly, tanpa maksud yang jelas wanita itu mengajak selly untuk berbicara di luar
"Apa maksud anda membawaku kesini"
Sambil memandangi sekelilingnya, dia berada kafe di seberang rumah sakit.
"Agar kita bisa berbicara dengan santai" ucao adelia
Yah dia adalah dokter psikolog rangga yang sudah sejak lama ingin bertemu langsung dengan selly, wanita yang berhasil membuat rangga gila.
"Kamu cantik, dan sempurna" ucap adelia
"Aku tidak mengerti sebenarnya apa yang ingin kamu katakan.. tapi jika itu bukanlah hal penting, lebih baik aku pergi" selly berkada dengan nada ketus
Selly langsung berdiri dari kursinya dan bergegas pergi
"Sifatmu berbeda dari yang diceritakan olehnya.. hal berat pasti menimpamu"
Ucapan itu berhasil membuat selly kembali ke kursinya.
"Apa maksudmu?"
"Kamu pasti membencinya.. aku juga pasti sangat membencinya jika aku ada di posisi yang sama denganmu"
Selly sedikit bingung dengan ucapan adelia
"Kamu pasti bingung. Aku adalah dokter psikolognya.. tapi sekarang aku duduk disini,sebagai teman rangga" adelia berbicara sambil meminum kopi pesanannya. "Dia sangat menyesalinya, dia benar benar tidak tau cara melampiaskan rasa bersalahnya.. dia hanya terus menyakiti dirinya"
Selly mulai bisa menangkap omongan adelia. Dia mengerti bahwa dokter dihadapannya sedang membicarakan rangga.
"Bekas luka ditangannya?" Selly langsung menanyakannya.
"Ya itu selalu dia lakukan saat teringat padamu.. dia tak bisa menahannya ataupun mengontrol emosinya, hingga dia datang dan meminta pertolonganku"
Selly menunduk sambil mendengarkan ucapan gadis dihadapannya.
Adelia menarik nafas beratnya berulang kali "setiap aku memberi saran dia selalu mengatakan aku tidak boleh bahagia, aku harus terus seperti ini, ini satu satunya yang dia inginkan aku tidak memintamu membuatku bahagia aku hanya memintamu memberikanku obat agar aku bisa bertahan lebih lama"
Selly masih diam mendengarkan dengan baik sesekali tangannya memainkan sendok minumannya.
"Terkadang aku semakin kesal dengan kelakuannya. Dia datang padaku tanpa ada niat untuk berubah"
Dengan tangan mengepal selly menatap adelia "dia pantas mendapatkannya"
Adelia tau itu. Ucapan yang keluar dari selly bukanlah kemauannya melainkan hanya emosi sesaat karena disakiti.
"Ucapanmu sama persis dengannya dia juga sering berkata aku pantas mendapatkannya"
Selly meminum es jeruk pesanannya dengan tangan sedikit gemetar.
"Dia melarang seorang gadis kerumahnya, ruang kantornya, bahkan mobilnya.. hanya aku satu satunya yang dia temui itupun dengan jarak yang sudah ditentukan.. dia bilang dia merasa hina saat seorang wanita menyentuh tangannya.. sampai kapan kamu akan membiarkannya seperti itu?"
Bibir selly bergetar nafasnya mulai tak beraturan "sampai dia jerah dan merasa benar benar menyesal"
"Tepatnya sampai kapan itu? Pada akhirnya dia akan mati karena terlalu banyak meminum berbagai macam obat penenang.. kamu akan membiarkannya?"
Ekspresi selly terlihat sangat bingung dan gundah walaupun dia sudah mencoba agar tetap tenang.
"Sekarang hanya ada 2 pilihan yang bisa kamu pilih yang ke 1. Datanglah padanya buatlah dia menanggung semua kesalahannya dengan membesarkan anaknya dan juga dengan memberikanmu apapun yang kamu butuhkan. Atau yang ke 2. Biarkan dia terus seperti itu. hidup tapi Mati hingga dia benar benar mati dan kamu menyiksa dirimu sendiri membesarkan seorang anak sendirian dan menghianati perasaanmu yang sesungguhnya dan terlebih lagi anakmu akan benar benar kehilangan ayahnya"
Butiran air sudah siap mengalir di area matanya.
manakah yang akan dipilih oleh selly? Ikuti terus ceritanya
KAMU SEDANG MEMBACA
The Jerk
RomanceSebagian cerita di private Untuk membaca silahkan follow Jangan lupa vote dan komennya