Amel

2.2K 125 1
                                    

Syarif langsung tersenyum sendiri mengenang teman-temannya itu. Well, ia juga teringat sama Amel. Apa kabar Amel yang sekarang. Kenapa bayangan wanita itu meresap masuk ke otaknya sekarang. Apa gara-gara ia mau di jodohkan dengan wanita seorang model itu ya.

"Iihh.. ampun deh kalau saya dijodohkan sama model."

"Bisa kami saingan lagi kalau sedang berkaca di cermin. Rata-rata model kan cantik-cantik. Masa nanti kami berdebat gara urusan style rambut atau yang berhubungan dengan gaya pakaian."

Syarif jadi mengerutu sendiri sambil melepaskan T-shirt untuk segera mencuci muka dan gosok gigi terus langsung tidur.

Ia berdiri dan menuju kamar mandi dirumahnya itu. Kamar mandi di sini bikin betah orang mau mandi karena dilengkapi dengan bathtub yang keren serta besar. Dulu mah Syarif nge-kost mana ada bathtub. Ia mandi pakai gayung, masih untung tidak menimba air dulu di sumur. Sekarang ia berubah 180°, semua bisa ia nikmati dengan mudah dan cepat. Uang di rekeningnya seketika menjadi bertambah karena kakeknya membuatkan rekening tabungan yang baru khusus untuk dirinya.

Ia bersyukur atas semua yang kakeknya berikan untuknya ini. Walaupun, ia tahu sang kakek berusaha menebus semua hal yang sudah lewat lebih dari 30 tahun semenjak kedua orang tua pergi dari Bogor untuk hidup mandiri.

Syarif menarik napas panjang. Ia segera mencuci muka dan gosok gigi lalu melepaskan celana panjang yg ia pakai hanya menyisakan boxer saja. Ia keluar dan menuju tempat tidur. Lalu, ia berbaring.

Syarif menatap plafon kamar tidur dengan pikiran masih mengambang dan belum mau tidur. Bayangan Amel masuk lagi ke dalam otaknya membuat ia agak takut karena hal itu.

Ia lelaki yang tidak terlalu percaya diri untuk mendekati seorang wanita. Ia adalah lelaki yang sedet. Walaupun sekarang ia banyak uang tapi itu semua tidak ada pengaruh bagi dirinya. Ia dulu mencoba mendekati awewe di Bandung tapi tidak ada yang berhasil, apa karena usahanya kurang banyak atau karena ia lelaki kere yang ke kantor hanya menggunakan motor biasa saja.

Entahlah, mungkin memang sudah takdirnya belum mendapatkan pasangan. Tapi, ia kan manusia juga, ia ingin dicintai oleh seorang wanita yang tidak memandang dirinya hanya dari wajah ataupun status serta kekayaan. Ia tahu bahwa wajahnya itu lebih dari kata tampan. Tapi, tampan saja tidak cukup untuk mengaet seorang wanita. Mau di kasih apa tuh anak orang kalau hanya mengandalkan wajah.

Syarif sih tahu ketika menikah, maka pintu rezeki itu akan terbuka untuk mereka yang benar menjalankan pernikahan itu untuk sesuatu yang baik. Tapi, Syarif memang merasa belum mendapatkan yang seseorang klik untuk menetap di dalam hatinya itu.

Ia pernah di sindir oleh temannya sewaktu kuliah 'apakah kamu ini tidak suka wanita Rif?' hanya karena tidak pernah terlihat berjalan atau mejeng bersama wanita. Helooo..! Saya sangat sehat alias tidak lekong. Syarif sempat tersinggung oleh sindiran itu. Tapi, ia segera menjawab dengan nada tegas 'Saya sangat jantan!'

Setelah omongan itu, Syarif tidak peduli lagi dengan mendengarkan ocehan orang lain. Semua orang bebas menggunakan haknya untuk berbicara, tapi jika sudah membuat dirinya berdarah dengan omongan itu maka ia tidak akan tinggal diam.

Now, Syarif menguap karena rasa mengantuk sudah tidak bisa d tahan lagi. Ia memejamkan matanya dengan bayangan seorang wanita manis sedang mengendong anak lelaki tampan bermain di taman belakang rumah Rendy.

***

Amel sedang menyisir rambut panjangnya karena sudah baru selesai mandi. Ia hari ini agak kemalaman mandi karena kakaknya tadi ingin bertemu di luar rumah bosnya ini. Jadi, ia permisi ketika Amar lagi bersama kedua orangtuanya bermain di ruang main.

Mbak Kusuma mengizinkan dirinya pergi sebentar asal jangan lebih dari 2 jam karena akan masuk makan malam. Amel sangat paham perkataan nyonya muda dirumah ini. Ia tadi naik angkot dan kembali ke rumah kostnya yang sebenarnya dekat dengan rumah kost Aa Syarif.

Amel di kunjungi kakaknya dan langsung di ceramahi karena tidak mau pulang ke Bogor, sang ayah sudah marah karena kelakuan anak perempuan ini yang bekerja menjadi baby sister sedangkan keluarganya itu orang kaya dan bisa menghidupi Amel lebih dari gaji baby sister.

"Akang..saya mah sudah bilang dari awal. Saya ini hanya sementara saja menjadi baby sister Amar. Saya menggantikan baby sister lama yang sedang cuti karena melahirkan. Lagian, kuliahku jua sudah selesai kok. Akang sendiri tidak pulang-pulang kok tidak di marahi sih."

Selama hampir 1 jam kakaknya mencoba membujuk Amel sampai memberikan pendapat untuk adiknya itu.

"Mel, kamu itu perempuan. Memang sih tidak ada salahnya untuk bekerja menjadi apapun asal yang kamu kerjakan itu baik. Tapi, pikirkan ayahnya kita itu. Mungkin, temannya ada yang tahu. bahwa kamu tidak tinggal di Bogor lagi atau menjadi baby sister. Kita dari keluarga yang terpandang dik. Etss.. jangan memotong dulu." Haris menarik napas karena masih mau menasihati sang adik.

"Kakak kamu ini juga hidup mandiri menjadi polisi, tapi itu mungkin dipandang masih wajar. Lah, kamu itu lulusan universitas ternama di Bandung, tapi kok setelah kuliah malah mau menjadi baby sister. Omongan ini mungkin yang terdengar oleh ayah kita. Kamu paham kan ketika ayah kita menghadiri acara dari kalangan perusahaan atau keluarga terpandang di Bogor. Pasti ibu-ibu yang rempong ataupun kepo pada urusan orang lain suka bertanya-tanya kan."

"Apa lagi ayah kita itu duda, ugghh.. duda kaya masih tampan pula. Pasti wanita yang jeli mau menangkap ayah kita dengan cara mendekati atau mengajak mengobrol." lanjut Haris agak dengan bercanda karena memikirkan ayah mereka yang tampan tapi sekarang sudah menduda.

Ibu mereka sudah meninggal ketika usia Amel berkisar 15 tahun dan usianya berkisar 19 tahun. Ibunya sakit karena ada gangguan pernapasan dan menjadi sesak. Waktu itu ibunya sendirian sehingga tidak ketahuan sudah tegeletak di ruang perpustakaan sambil memegang sebuah buku.

Sampai sekarang ayah mereka menduda pikir Amel setelah kembali pada keadaannya yang sedang menyisir rambut. Ia berada di kamar khusus yaitu sebelah kamar para si kembar. Masing-masing baby sister, kedua temannya itu sudah tertidur dengan pulas. Keduanya memang kelelahan, maklum si kembar itu lagi aktif semua. Wajar saja mereka lelah.

Teman-teman Amel ini sangat polos. Ia yang paling tua usianya daripada mereka. Kedua temannya ini hanya bisa tamat sekolah menengah pertama saja. Ia sih melamar waktu itu mengatakan tamat sekolah menengah atas dan memberikan foto copy izajah pada mbak Kusuma.

Mbak Kusuma sih agak curiga karena melihat dirinya yang tidak terlalu tampak seperti seorang baby sister yang handal. Tapi, karena ia mengenal baby sister yang lama, maka ia diterima menjadi baby sister sampai temannya yang cuti itu kembali bekerja di sini lagi.

Hmm.. Bagaimana nasibku setelah Siska cuti melahirkannya sudah selesai dan ingin kerja lagi ya disini batin Amel resah. Ia harus segera mencari pekerjaan yang lain sehingga ketika Siska temannya itu kembali kerja ia sudah ada kerjaan di tempat lain.

"Saya mah belum mau pulang ke Bogor. Sebodoh amat dengan perintah ayah itu." rutuk Amel sambil beranjak ke tempat tidurnya yg paling ujung dari dua temannya itu.

"Saya akan pulang nanti saja setelah membuat perjanjian dengan ayah." lanjut Amel sambil menarik selimut untuk menutupi tubuhnya.

Ia menatap plafon lalu seketika melintas bayangan wajah Aa Syarif di dalam otaknya itu.

Amel tidak tahu mengapa jadi mengingat aa Syarif. Sepertinya lelaki itu masuk saja langsung ke dalam pikirannya tanpa permisi ataupun mengetuk terlebih dahulu.

"Semoga aa Arif baik-baik saja di Bogor. Hmm.. mungkin kita akan bertemu kembali jika saya berada di Bogor nanti." gumam Amel sambil memejamkan matanya lalu langsung tertidur dengan sosok lelaki masuk ke dalam mimpinya.

****

Waduh.. ingat Aa Arif ya.. Hehehe...

Tetap semangat ya Mel.. Aa Arif menunggumu..

***


MENCINTAI KAMU APA ADANYA {Geng Rempong : 4}Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang