Syarif bangun dengan pikiran segar. Ia menoleh dan melihat istrinya masih berbaring tapi kenapa istrinya ini tidak bergerak-gerak batin Syarif jadi waspada. Ia duduk dan seketika terkejut karena kasur tempat mereka tidur sudah ada cairan.
Amel memengangi perutnya yang mengejang. Ia tidak bisa bergerak karena perutnya sangat sakit. Sepertinya ia sudah mulai kontraksi sedari tadi. Ia hanya bisa meringgis menunggu suaminya terbangun. Rasa kontraksi ini sungguh luar biasa batin Amel lega karena suami sudah bangun dengan suara berteriak memanggil namanya.
"AMEELLLLLLLL...?! Kiteeeenn..? Sayang.. sayangg..?"
Syarif beringsut dari sisi kiri tempat tidur, turun lalu berlari ke sebelah kanan sang istri yang berbaring dengan wajah memucat serta menahan rasa sakit.
"Aa..?" Amel berkata dengan susah payah.
Syarif kalut, ia tadi tidur tanpa mengenakan apa-apa langsung berlari mencari celana panjang juga baju di lemari ruang ganti pakaian. lalu melesat dengan cepat kembali ke tempat tidur mengangkat telepon paralel di kamar dan menelpon kamar Linda.
"Halo.. Linda cepat naik ke kamar. Panggil ibu untuk menyuruh sopir menyiapakan mobil. Kita akan ke klinik persalinan sekarang."
Syarif langsung mematikan telepon. Ia membopong istrinya tepat ketika seseorang mengetuk pintu.
"Masuk saja Linda.. tidak di kunci..'" teriak Syarif.
"Kitten.. tahan sayang.. kita akan meluncur dengan segera." lanjut Syarif pada sang suami.
Amel tersenyum samar sambil meringgis lagi. Ia akan melahirkan.
Linda sudah masuk ke mobil duluan dengan membawa tas rangsel berisi perlengkapan setelah melahirkan. Bu Marta sudah siap di mobil satu lagi. Syarif meletakkan istrinya di bangku tengah dengan kepala wanita itu berada di pangkuannya.
Linda dengan siaga membantu Amel bernapas alias memberikan pergarahan bagaimana bernapas yang baik.
"Teteh.. teteh..ingat pelajaran kita tentang menarik napas.. iya.. begitu.. tarik nada panjang.. tahan sebentar.. hembuskan dengan perlahan.. teteh sangat pintar." suara Linda lembut dan menenangkan.
Syarif jadi ikut-ikutan menarik napas seperti yang di ucapkan Linda itu.
"Kitten.. kita sudah pernah kan ikut kursus untuk melahirkan.. Ayolah.. ingat-ingat lagi supaya kamu tetap kuat dan semangat." lanjut Syarif pada sang istri.
Mereka memang pernah ikut program pernapasan untuk melahirkan di bulan ke 7 masuk ke 8 usia kandungan Amel. Ya tidak lama sekitar 2 minggu saja. Tapi itu sangat berguna untuk sekarang.
"Iya aa.. ini sudah saya lakukan. Saya semangat kok Aa.. tapi wajah Aa saja yang terlihat seperti porcelin sangkin pucatnya." balas Amel dengan nada bercanda yang masih sempat-sempatnya wanita itu lakukan di saat genting ini.
"Sayangku.. aku pucat karena kamu terus meringgis." balas Syarif dengan nada khawatir melihat istrinya meringgis lagi. "Sayannngg.. operasi ceasar saja ya.. aku tidak sanggup melihat kamu seperti ini." lanjut Syarif.
"Aa.. operasi ceasar itu memang cepat keluarnya tapi sakitnya nanti belakangan."
"Saya mah lebih memilih sakit duluan aa.. biar sesudahnya tidak terlalu sakit." lanjut Amel pada sang suami.
"Betul itu pak Arif.. kalau memang teteh Amel maunya persalinan normal, jika itu memungkinkan kenapa tidak. Tapi, jika kondisi nanti di 'lapangan' harus operasi yang apa hendak di kata." ungkap Linda dengan logis.
Syarif menarik napas panjang lagi.
"Pak.. cepat sedikit jalannya.. Nanti Amel brojol di sini runyam kita." Syarif jadi melampiaskan kekhawatiran dirinya terhadap Amel kepada pada sang driver.
KAMU SEDANG MEMBACA
MENCINTAI KAMU APA ADANYA {Geng Rempong : 4}
RomantikAku, Syarif Pahlepi Diwantoro, 30 tahun, seorang lelaki sederhana yang dari kecil sudah mengenal kata susah dan berjuang sendirian lantaran ayahku sudah meninggal dunia. Ketika kakekku mengakui diriku sebagai cucu satu-satu dari pewaris keluarga Diw...