Hana berangkat sekolah seperti biasanya, menggunakan Poppy, sepeda miliknya. Saat ia masuk ke dalam kelas, ia langsung di sambut senyum hangat Cansey.
"Yo, beb!" sapa Cansey.
Alis sebelah kanan Hana naik, "Beb?"
"Ada yang salah?"
"Sejak kapan kamu jadi anak alay? Beb bab beb! Geli tau nggak. "
Hana berjalan menuju kursinya, lalu meletakkan tas di atas meja.
"Sekali-kali kan boleh. Alay darimananya coba?"
Hana mengangguk mengiyakan kalimat Cansey. Ia tak punya mood untuk berdebat tentang hal itu.
Pipi Hana memerah saat Joaquin masuk mengingat apa yang terjadi kemarin. Pikiran Hana segera melayang ke mana-mana, namun segera tersadarkan kembali saat Cansey menepuk bahunya. Seperti biasa Joaquin tersenyum kepada semua orang. Para gadis menyambut hangat senyuman Jo, berbanding terbalik dengan para laki-laki yang malah berdecih melihat senyum secerah matahari pagi itu. Hana bernafas lega, semuanya nampak normal.
Saat bel istirahat berbunyi, Cansey seperti biasa memaksa Hana untuk mengantarnya ke kantin. Entahlah, anak ini suka sekali menyeretnya menuju kantin. Seperti ada magnet tersendiri di sana.
Setelah waktu istirahat berakhir, guru bahasa Indonesia masuk, menyuruh setiap siswa untuk membacakan sebuah teks secara bergilir.
Akhirnya tibalah giliran Hana. Ia melangkah ke depan kelas dan mulai membaca. Saat ia sedang membaca, ia merasakan seseorang memandangnya dengan tatapan tak biasa dan itu adalah Joaquin. Hana kembali ke kursinya dengan pipi merona, Joaquin tertawa pelan.
Anak itu!
Keesokan harinya, Hana berlari menaiki tangga menuju kelasnya dengan cepat sebelum bu Riska menghukumnya. Ia telat bangun karena habis maraton film semalam. Alhasil poinnya berkurang cukup banyak. Sudah cukup poinnya saja yang terpotong, jangan sampai ia kena sembur bu Riska.
Hana terus berlari, tak memperdulikan tatapan aneh siswa lain. Karena kurang fokus, kaki kanannya tergelincir. Hana menutup matanya, bersiap wajahnya mendarat di lantai. Tapi, ia merasakan sesuatu menahannya agar tidak terjatuh, dan itu adalah sebuah tangan. Hana sudah berdiri tegak lagi, lega karena tidak jadi jatuh. Ia segera berbalik, melihat seseorang yang tengah tersenyum kepadanya. Tampan.
"Ha, halo. Terimakasih sudah menolongku, " ujar Hana.
"Mm. Lain kali hati hati,ya. A! Sebagai gantinya, traktir aku ice cream!" ujar orang itu.
APA?
"Mmm. Ok. Istirahat, bagaimana?" tawar Hana.
"Di tunggu ya! Meja nomor 4!" ujar orang itu sambil berjalan menjauh. Hana langsung berlari menuju kelasnya.
Cansey menatap aneh Hana. Tumben nih anak semangat ke kantin. Dia kesambet jin pohon toge,ya? Gumam Cansey.
"Halo? Jadi nggak nih? Diem ae. "
"Ah, jadi dong. Yok, "
Cansey mengernyit bingung, kali ini terbalik, justru ia yang diseret Hana menuju kantin. Setibanya di kantin, Hana meninggalkan Cansey begitu saja dan berjalan menuju no.4. Cansey diam di tempat, memperhatikan.
Seseorang yang menolong Hana tadi pagi melambaikan tangannya. Entah mengapa Hana merinding. Saat ia melihat sekitar, ia langsung melanjutkan kembali langkahnya. Seperti janji, Hana mentraktir orang itu.
"Bersikap biasa saja. Kamu Hana dari kelas 3-1 bukan?" tanya orang itu. Hana mengangguk. Orang itu mengulurkan tangannya,
"Sudah dua tahun, tapi aku belum benar benar mengobrol denganmu. Aku hanya tau wajah dan nama saja. Mulai sekarang, kita adalah teman. Jangan ragu meminta bantuanku. Panggil saja aku Kai, " ujar orang yang bernama Kai itu. Mereka pun mengobrol tanpa mempedulikan sekitar. Tiba-tiba saja seseorang duduk di samping Hana.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Most Wanted [Revisi-Ongoing]
Teen FictionSEDANG DALAM TAHAP REVISI! DETAIL CHAPTER YANG SEDANG DI REVISI: [CHAPTER 12] #Biar gak bingung, baca sampai part yang sudah selesai di Revisi dulu ya~ DONT BE SILENT READER GUYS! Berawal dari sebuah pertaruhan, hidup seorang Hana berubah. Mulai...