Chapter 5: The letter [Revisi]

176 9 0
                                    

Gadis bernama Thalia itu menarik tangan Hana. Hana pasrah, tak tahu mau di bawa ke mana. Hingga Hana dibuat termangu melihat sebuah meja besar yang penuh dengan makanan. Thalia mempersilahkan Hana untuk duduk.

"Maafkan kakakku. Pasti kak Hana kerepotan. Dia memang begitu, maklumlah. Dia menyebalkan, kan? "

Itu benar sekali!

"Eh, silahkan. Makan apapun yang kakak mau, sebagai ucapan terimakasih dariku, "lanjut Thalia sambil tersenyum. Hana mengangguk, kebetulan ia lapar sekali. Lagian tak sopan jika menolak, gratis pula. Hana bernafas lega, perutnya kini telah terisi. Hana menepuk dahi, ia melupakan sesuatu.

"Maaf, Thalia. Aku harus pulang, pesanan menumpuk. Sampai jumpa, "ujar Hana, bangkit dari kursi.

"Pesanan? "Talia nampak bingung, meminta penjelasan.

"Oma  punya sebuah toko kue kecil, dan aku selalu membantunya mengerjakan pesanan."Thalia hanya ber-oh saja. Mata Thalia berbinar, ia punya ide brilian.

"Biasanya kakak membantu oma kakak dari jam berapa? "

"Mmm.. Sekitar jam tiga sore. Memangnya kenapa? "

"A.... tidak. Nanti saja. Pak Bim akan mengantar kakak. Ayo ku antar sampai depan. "Thalia bangkit, kembali menarik tangan Hana, membawanya ke halaman rumah.

"Oi, cebong. Kenapa kau malah makan jatah stea-"

"Kau kan bisa minta Mr. Brown membuatkannya lagi. Kenapa dia nggak bikin channel Mukbang aja, ya?"

"Kau ini ngomong apa si. Ujung -ujungnya malah Mukbang, "

"Tadi kak Hana datang nganterin kak Jo pulang. Sebelum pulang, aku memintanya untuk makan dulu. Begitu, " jelas Thalia, Harris manggut-manggut.

"Eh, tunggu. Kak Hana, kau bilang?"

Hana sampai di rumahnya pukul 14. 05. Ia langsung berganti baju dan berjalan menuju toko kue omanya yang berada di luar kompleks perumahan. Hana menghempaskan tubuhnya di atas kasur, ia baru selesai pukul tujuh malam. Ia segera mandi, lalu duduk di atas kursi di depan meja belajar, berkutat dengan buku buku tebal karena tak lama lagi ia akan menghadapi ujian semester pertama.
Pintu kamar Hana terbuka, omanya masuk lalu duduk di atas tempat tidur Hana.

"Hana? "

"Ya, oma? ada apa? " Hana berbalik, menghadap Omanya.

"Sekarang berapa usiamu? " tanya Usi (omanya Hana).

"Sembilan belas, Oma,"jawab Hana.

"Oma sudah selesai. Oma merasa oma harus bergabung dengan orang tuamu tidak lama lagi. Setelah oma pergi, berikan surat ini pada nyonya miller. Kau tahu kan? Selena Miller, pemilik Fin.Co," ujar oma Usi.

"Kenapa oma berkata seperti itu?  Oma kan ingin melihat Hana lulus sekolah?"

Mata Hana berkaca kaca, menghampiri omanya lantas memeluknya erat sambil menangis. Oma Usi menepuk nepuk punggung Hana lembut, menenangkannya sebisa mungkin. Hana melepaskan pelukannya, lalu menyeka air matanya.

"Memangnya apa isinya? Sampai sampai harus aku yang menyerahkannya? "ujar Hana di sela tangisnya. Oma Usi hanya tersenyum dan malah menyuruh Hana untuk segera tidur.

Pagi pun datang. Seperti biasa Hana segera mandi dan menyiapkan sarapan. Tumben oma Usi belum nampak batang hidungnya, biasanya ia sudah duduk di beranda rumah sambil menyesap teh hangat. Hana menghampiri kamar omanya. Hana melihat omanya masih tertidur dengan wajah yang damai. Ia menghampirinya, menggoyang goyangkan tubuh omanya pelan. Aneh, omanya tak kunjung bangun. Hana panik, lantas memeriksa denyut nadi omanya.

My Most Wanted [Revisi-Ongoing]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang