Elsa sedang mengepel lantai dua rumah itu sewaktu ia mendengar sebuah pintu terbuka. Ia melihat ke arah pintu kamar Jerry dan sang pemilik yang muncul dengan rambut acak-acakan serta raut mengantuk karena baru bangun.
Cowok itu memicingkan mata ke arah Elsa. "Selamat pagi," sapanya datar sebelum berjalan menuju kamar mandi.
Elsa mengerutkan dahinya sebelum melanjutkan pekerjaannya lagi. Namun, beberapa saat kemudian, Jerry yang wajahnya sudah lebih segar setelah cuci muka keluar dari kamar mandi dan menghampirinya.
"Hei."
Elsa berkedip terkejut. "Selamat pagi, Kak."
"Kau sedang sibuk?" Sebelum Elsa menjawab, Jerry tertawa. "Tentu saja kau sibuk. Kau mau melihat lukisanku?"
Elsa semakin terpana. Anak majikannya ini benar-benar aneh. "Bo...boleh," jawabnya. Ia tidak mungkin menolak, kan?
"Ayo."
Dengan waswas, Elsa mengikuti Jerry masuk ke kamar cowok itu. Ia bertanya-tanya apa yang akan dilakukan anak majikannya itu. Neneknya selalu memperingatkannya tentang laki-laki yang suka memanfaatkan para perempuan. Tapi ia terlalu penasaran untuk berhati-hati. Lagipula ia yakin Jerry bukan orang yang seperti itu. Seorang pelukis yang punya mimpi tidak mungkin jahat kan?
Kamar Jerry sangat berantakan, sama seperti orangnya. Cat berwarna-warni bertebaran di mana-mana. Ranjang cowok itu juga penuh dengan kertas dan kanvas-kanvas yang tidak jelas. Di salah satu sudut kamar itu sebuah kanvas berdiri di sebuah penyangga.
"Berantakan ya?" Jerry menggaruk-garuk kepalanya yang tidak gatal.
"Eh? Iya, berantakan. Maaf, saya tidak bermaksud―"
"Tidak bermaksud mengejek?" potong Jerry. "Kalau itu pendapat yang jujur, mengapa harus minta maaf?"
Elsa hanya menatap Jerry dalam bisu. Cowok itu tampak kasar, namun juga menawan dengan gayanya yang aneh. Ada kesan jahat juga lembut dalam sikapnya.
"Kau pasti tipe yang suka menyimpan rahasia kan?" tanya Jerry langsung. Ia mendekati Elsa.
Spontan, Elsa bergerak mundur ketakutan. Ia sedikit gemetaran.
Jerry menaikkan salah satu alisnya dan tertawa. "Kenapa kau takut begitu? Aku tidak mungkin memerkosamu. I'm gay."
Kali ini Elsa benar-benar tercengang. Tentu saja, ia mengerti apa itu "gay".
"Kaget? Nggak apa-apa," kata Jerry santai. "Tapi, kau jangan kasih tahu anggota keluargaku yang lain."
"Kenapa?"
"Kenapa apa?"
"Kenapa Kak Jerry memberi tahu saya, tapi tidak ke anggota keluarga Kak Jerry?"
"Keluargaku bakal marah atau sedih kalau tahu soal itu. Mereka sudah cukup kecewa padaku yang ngotot jadi pelukis. Kau kan orang luar. Aku tidak keberatan jujur padamu. Lagipula...," jelas Jerry, "aku butuh bantuanmu. Aku memberitahumu rahasia terbesarku dan aku ingin kau membantuku."
"Apa yang bisa saya bantu?"
"Sudah berbulan-bulan aku tidak punya inspirasi. Sampai... aku melihatmu menyiram taman kemarin. Aku ingin melukismu."
"A-apa?"
"Ya, kau sudah dengar. Aku ingin melukismu karena aku suka wajahmu. Kau punya wajah paling aneh yang pernah kulihat. Kombinasi kesedihan, kepolosan, kepahitan, rasa takut, misteri, dan juga kebahagiaan. Kau punya wajah yang sangat penuh ironi."
YOU ARE READING
It Has Always Been You (Years, #3)
RomanceDengan membawa masa lalunya yang kelam, Elsa memasuki kehidupan barunya di rumah keluarga Jurnadi. Ia bekerja sebagai pelayan di rumah itu sekalipun seharusnya ia berada di sekolah untuk belajar dan mengejar cita-citanya. Tapi sejak itulah hidupnya...