Siang itu, Elsa sedang menuju ke restoran hotel untuk makan saat seseorang mencegatnya.
"Sudah kukira kau bakal makan siang di sini lagi."
Elsa terpana sebentar ke arah Nathan. Rasanya sangat aneh. Sejak Nathan bekerja untuk hotelnya, ia jadi sering bertemu dengan pria itu sehingga ia terkadang lupa kalau saat ini bukanlah masa lalu. "Kau membuatku kaget."
Nathan menyengir minta maaf. "Sorry."
Elsa tersenyum canggung. "Apa kau sudah makan siang?"
"Belum."
"Err... mungkin kau mau makan bersamaku atau─"
"Tentu saja," sela Nathan penuh semangat. "Aku memang sedang menunggumu untuk menemaniku makan siang."
"Oh."
"Ayo!"
Elsa mengikuti Nathan masuk ke dalam area restoran. Pria itu memilih salah satu meja di dekat jendela.
Nathan menarik kursi untuk Elsa terlebih dahulu sebelum duduk di hadapannya.
Elsa duduk dalam posisi tegak dan kaku. Belum apa-apa, ia sudah merasa gugup.
"Kenapa? Kau terlihat tidak nyaman," komentar Nathan.
"A-aku..." Elsa bingung harus menjawab apa. Ia mendesah. "Mungkin aku tidak terbiasa ditemani makan oleh orang lain."
"Kalau begitu, kau harus mulai membiasakan diri dengan itu. Karena aku akan sering-sering makan siang denganmu," kata Nathan lancar.
"Kenapa?" tanya Elsa tak bisa menahan diri.
Nathan tersenyum sok misterius. "Karena aku maunya begitu."
Elsa mengerutkan keningnya. Nathan terdengar seperti sedang menarik perhatiannya.
Nggak, nggak. Itu pikiran yang terlalu ngawur.
"Seharusnya kau tidak terlalu sering makan sendirian. Ajak asistenmu atau siapa begitu," kata Nathan lagi.
"Yah, biasanya Paul yang menemaniku. Kalau Kaine... dia selalu makan siang bersama istrinya."
Nathan mengangguk-angguk. Lalu ia bertanya, "Jadi... sebenarnya apa hubunganmu dengan Paul? Kau bilang sebelumnya kalau dia adalah temanmu."
Elsa menatap Nathan waswas. Ekspresi pria itu terkesan fokus dan ada sedikit nada cemburu di dalam suaranya.
Dan Elsa pun sadar kalau Nathan benar-benar tertarik padanya.
Kenapa jadi begini? Sebelumnya ia sudah membuang harapannya untuk bersama Nathan. Toh, ia akan menikah dengan Paul. Tapi... sekarang harapannya untuk bersama Nathan kembali naik dan itu salah.
"Hei. Kenapa kau diam saja?"
Elsa tersadar dari lamunannya dan tertawa gugup. "Ya, Paul temanku. Tapi aku akan menikah dengannya bulan depan. Dia melamarku dua minggu lalu."
Sisa-sisa senyum di wajah Nathan menghilang tanpa bekas.
Elsa meremas kedua tangan di pangkuannya.
Kenapa waktunya selalu salah? Kenapa kau datang terlambat, Nate? Kenapa hidup kita tidak bisa bersimpangan?
*****
Dari balik ekspresinya yang tenang, Nathan sedang memutar otak untuk mencerna kata-kata Lisa.
Jadi, wanita itu sudah menjadi milik orang lain. Itu berarti ia tidak punya kesempatan lagi. Ia harus mundur sekarang.
YOU ARE READING
It Has Always Been You (Years, #3)
RomanceDengan membawa masa lalunya yang kelam, Elsa memasuki kehidupan barunya di rumah keluarga Jurnadi. Ia bekerja sebagai pelayan di rumah itu sekalipun seharusnya ia berada di sekolah untuk belajar dan mengejar cita-citanya. Tapi sejak itulah hidupnya...