27

180 8 0
                                    

"Ibumu masih hidup. Dia ada di Cirebon."

Senin pagi itu Elsa dikagetkan oleh berita dari informan yang disewanya. Ternyata ibunya tidak pernah pindah ke tempat yang jauh. Sewaktu neneknya jatuh miskin dulu, mereka sempat mencari ibunya. Sayangnya, ibunya sudah pindah dari rumah lamanya dan tidak tahu ada di mana.

Tapi sekarang Elsa punya alamat ibunya. Ia bisa bertemu orang yang sudah melahirkannya dan mengetahui kabar ibunya itu.

Sambil melamunkan berita itu, Elsa memutuskan untuk menikmati udara segar di luar ruang kantornya. Ia sengaja berjalan menuju taman hotel yang terletak di bagian belakang.

Hotel Wing Alley memiliki taman luar yang cukup luas dengan jalan setapak yang dikelilingi bunga-bunga. Pagar-pagar rendah dari kayu yang diukir membatasi jalan setapak dari batu-batu berwarna-warni.

Elsa tahu taman itu memiliki pemandangan yang indah sekalipun ia jarang memiliki keinginan untuk menikmatinya. Namun kali ini ia bisa sungguh-sungguh memahami alasan kenapa hotelnya terkenal akan pemandangan dan desain tamannya yang nyaman. Banyak orang datang hanya untuk foto-foto.

Ia sedang melewati bagian samping dari gedung utama sewaktu pandangannya terpaku pada seseorang yang berdiri bersandar di tembok sambil merokok dengan santainya. Tanpa berpikir panjang, ia memutuskan untuk menghampiri orang itu.

"Aku tidak mengira kau suka merokok," ucapnya tajam.

*****

Nathan menoleh terkejut. Ia mengerutkan dahi mendengar nada tuduhan halus dalam suara Lisa.

"Pantas saja kau sering sakit. Kau tidak pernah menjaga kesehatan ya?"

Nathan tersentak karena munculnya kenangan itu di pikirannya. Ia berdeham sekali. "Kebiasaan dari kecil," ujarnya menyengir santai sebelum membuang rokok itu ke lantai dan menginjaknya sampai apinya mati. Lalu ia memungut rokok itu dan membuangnya ke salah satu tempat sampah di dekat situ. Ia berbalik menghadap Lisa. "Taman ini bagus."

Lisa tampak mengerutkan dahinya. Agak lama sebelum akhirnya ia berkata, "Ya, memang bagus."

"Err... ada apa ya? Kau kelihatan kesal," komentar Nathan bingung.

"Aku... Aku hanya... Kau seharusnya berhenti merokok. Itu... itu kebiasaan yang tidak menyehatkan," sahut Lisa gugup dan terbata-bata.

Nathan mengangkat alis. "Ya, aku tahu. Tapi... thanks buat nasehatnya. Kau tidak usah peduli soal itu."

"Bagaimana mungkin aku tidak peduli?" Lalu seakan tersadar dengan nada suaranya yang tidak sopan, Lisa langsung berkata cepat-cepat, "Maaf, itu bukan urusanku. Aku... Kurasa aku..."

"Tidak apa-apa," ucap Nathan tersenyum menenangkan. "Sepertinya kau sedang stres."

Lisa menelan ludah sebelum mengangguk. "Iya, kurasa aku memang stres."

"Kau pasti terlalu banyak bekerja. Kau butuh bersenang-senang sedikit."

"Aku tidak punya waktu untuk itu," kata Lisa sambil tersenyum kaku.

Nathan terkekeh. "Mempertahankan posisimu sebagai Ice Queen, eh?"

Lisa merona. "Aku... aku nggak."

"Tentu saja nggak. Pipimu tidak mungkin bisa memerah kalau kau seorang Ice Queen." Nathan tersenyum iseng.

Lisa menunduk malu.

Senyum Nathan pun menjadi semakin lebar. Oke, ia mengakui kalau dirinya tertarik pada wanita di depannya. Lisa yang dingin bisa juga malu-malu seperti anak kecil.

It Has Always Been You (Years, #3)Where stories live. Discover now