44

230 9 4
                                    

Nathan bersandar di sofa ruang tamu rumahnya sambil mendesah lelah. Seminggu sudah berlalu dan ia sama sekali belum mendengar kabar apa pun tentang Elsa.

Dan ia sudah hampir gila karena khawatir.

Ia sudah berusaha mencari ke mana-mana. Ia bahkan meminta bantuan semua orang yang mengenal Elsa untuk langsung menelponnya jika mendengar kabar tentang wanita itu.

Dengan pasrah, ia memijat matanya yang berdenyut-denyut tak keruan. Seingatnya ia belum tidur dari kemarin pagi.

Tapi ia tidak bisa tidur. Mengesalkan.

Di mana sih kau, Elsa?

Tiba-tiba ponselnya bergetar hingga ia terlonjak kaget. Ia merogoh saku celananya dan mengeluarkan ponsel itu.

Ternyata Gisela, partner kerjanya dalam bidang desain interior yang juga adalah istri Kaine.

"Halo."

"Halo, Nathan. Ini aku Gisela."

"Ya, Gisela," kata Nathan cepat dan sedikit tidak sabaran. "Sudah kubilang untuk sementara waktu aku tidak ingin membicarakan apa pun tentang pekerjaan. Aku sedang cuti dan istirahat."

"Ow." Mungkin di ujung sana Gisela hampir tersedak karena tidak menyangka dirinya memberi reaksi setajam itu.

"Apa ada yang ingin kaubicarakan lagi?"

"Ada. Justru karena itulah aku menelpon," kata Gisela. "Ini mengenai Elsa. Kupikir kau ingin tahu soal itu."

Tanpa sadar, Nathan terduduk tegak di kursinya. "Apa kau bilang?"

"Elsa. Aku tahu di mana dia."

"Di mana?"

"Aku akan memberitahumu, tapi kau harus berjanji untuk tidak berbuat sesuatu yang gegabah. Aku melakukan ini demi Elsa. Dia memang sudah melarangku untuk tidak memberitahumu, tapi kurasa saat ini dia justru membutuhkanmu."

"Sudah, katakan saja. Di mana dia?"

Dan Gisela pun memberitahu Nathan.

*****

"Kurasa itu saja yang perlu kulaporkan," ujar Kaine.

Elsa mengangguk sambil tersenyum. "Terima kasih, Kaine."

Kaine merengut. "Kau sudah terlalu sering berterima kasih padaku sampai aku bosan."

Elsa tertawa. "Tapi aku memang sudah berhutang banyak padamu," katanya. "Aku tidak menyangka dari sekian banyak orang, justru kaulah yang akhirnya mendampingiku sampai akhir. Aku tidak tahu harus melakukan apa tanpa bantuanmu."

Kaine membereskan seluruh dokumen pekerjaan yang dibawanya ke dalam tas kerjanya. Lalu ia menatap Elsa dengan raut serius. "Kau adalah orang paling selfless yang pernah kukenal, Elsa." Ia memang tidak lagi memanggil Elsa dengan "Lisa". "Kau hanya perlu meminta dan aku akan selalu membantumu. Karena aku menghormatimu. Karena kau sudah mendapatkan kesetiaan dariku."

Elsa terpana. Itu pujian tulus pertama yang didapatkannya setelah bertahun-tahun. "A-aku tidak tahu harus berkata apa. Terima kasih sekali lagi," katanya sedikit kikuk.

Kaine tergelak. "Terima kasih lagi, terima kasih lagi. Sudah, ah. Aku pergi saja sekarang. Banyak perkerjaan di hotel."

"Maaf merepotkanmu. Aku akan secepatnya kembali ke sana─"

"Tidak perlu terburu-buru," sela Kaine. "Kau butuh ketenangan. Kau baru boleh memikirkan untuk bekerja lagi kalau kau memang benar-benar sudah siap. Untuk sementara, kau di sini saja."

It Has Always Been You (Years, #3)Where stories live. Discover now