25

158 7 0
                                    

"Halo, sepupuku tercinta!" Nathan menghambur masuk ke dapur hotel itu dan langsung menghampiri wanita yang sedang memakai celemek. Wanita itu berlumuran tepung di sekujur tubuhnya. Wajahnya belepotan dengan saus berwarna cokelat dan kuning. Rambutnya yang disanggul tampak acak-acakan.

"Ngapain lu di sini?" tanya wanita itu dengan judes. Matanya yang besar mendelik sadis.

"Selalu galak seperti biasanya." Nathan terkekeh.

"Gue lagi kerja. Sibuk!"

Nathan memperhatikan sepupunya yang sedang menghias kue. "Mau satu dong, Kay. Makanan bikinan lu kan selalu paling enak."

Kayla mendengus. "Semua makanan enak buat lu."

"Tapi bikinan lu selalu yang paling mantap."

"Bullshit!"

Nathan tertawa semakin keras. Kayla memang sepupu favoritnya. Kayla tidak bisa ditipu, dibujuk, dirayu, atau apa pun. Galaknya bukan main. Kayla sangat tomboy dan sangat ahli dalam berkelahi.

Selain itu, Kayla juga mesum dan sedikit cabul.

Oh, ya. Ia lupa menyebutkan kalau Kayla juga jago masak.

"Itu bibir kenapa? Lu baru ditonjok orang?" Kayla berkacak pinggang menatap Nathan.

"He-eh. Ditonjok bule."

"Itu serius atau bohongan?"

"Menurut lu?"

Kayla mengangkat bahu tidak peduli. "Jadi, ngapain lu di sini?"

"Sama kayak lu. Kerja."

Kayla mengerutkan dahinya. "Sejak kapan lu beralih profesi ke perhotelan?"

"Sejak gue tau lu kerja di hotel. Gue mau dimasakin terus, nih."

"Go kill yourself!"

Nathan hanya tertawa. Kayla memang selalu kasar seperti itu dan ia sudah terbiasa dengan makiannya sehingga tidak tersinggung lagi. "Gue lagi ada proyek. Hotel ini mau digedein atau apa gitu. Gue yang dipanggil."

Kayla menatap Nathan meremehkan. "Gue lupa kalau lu itu arsitek dan punya perusahaan kontraktor sendiri. Nggak nyangka lu bisa keren juga. Padahal aslinya..." Ia menatap Nathan dari ujung kepala hingga ujung kaki, "...disaster."

"Dasar." Nathan mengedarkan pandangan ke sekeliling dapur hotel itu. Berantakan namun terorganisir. Para koki sibuk dengan urusannya masing-masing sehingga tidak ada yang peduli dengan dirinya. "Kayaknya asyik juga kerjaan lu."

"Lumayan." Kayla mulai melanjutkan pekerjaannya menghias kue dessert. "Usul gue buat resep baru masih suka didenger. Di hotel tempat gue kerja sebelumnya, gue mana dipeduliin. Yang ada dimarahin melulu. Di sini rekan kerjanya lebih oke."

"Semua takut sama lu kali. Kan galak."

Kayla mengacungkan jari tengahnya pada Nathan.

"Dia memang galak," sahut salah satu koki.

"Diem lu, Don! Mau gue bunuh?" Kayla menoleh ke arah koki yang tadi berkomentar.

"Ampun, ampun!"

Kayla menghadiahkan koki yang sedang minta ampun itu dengan pukulan di pantat.

Nathan tertawa melihat kejadian itu. Memang gila si Kayla.

"Lu mau ngobrol atau kerja, Kayla?" Seorang koki senior berwajah sangar menegurnya.

Kayla tersenyum, sama sekali tidak takut pada wajah sangar itu. "Sabar, bos! Gue udah lama nggak ketemu sepupu gue ini."

"Sana di luar ngobrolnya! Jangan bikin berisik di sini."

It Has Always Been You (Years, #3)Where stories live. Discover now