31

156 5 0
                                    

Ternyata Nathan demam tinggi. Sepanjang malam pria itu mengigau tidak jelas hingga Elsa ketakutan sendiri. Ia terus mengganti handuk dingin untuk mengompres dahi Nathan.

Untunglah usahanya berhasil. Menjelang pagi, suhu tubuh pria itu sudah menurun. Dan akhirnya ia bisa santai sebentar.

Sambil bersandar di kursinya, Elsa memandang sosok Nathan. Ia lelah dan puas pada saat yang bersamaan. Rasanya ia bisa berlama-lama menatap wajah polos pria itu yang terlihat tenang dalam tidurnya. Merawat Nathan adalah kesenangan tersendiri baginya, kesempatan yang tidak mungkin dimilikinya di masa depan.

Ia tersenyum sendu. Ia mengulurkan tangan untuk merapikan rambut Nathan yang sedikit berantakan. Mumpung pria itu sedang tidur. Ia bisa memuaskan keinginannya untuk menyentuh wajah itu.

Elsa merasakan matanya sedikit berat karena kantuk. Ia pun memutuskan untuk menyeduh kopi. Ia tidak berani tidur, takut Nathan demam lagi.

Setelah mencuci muka, Elsa memeriksa pesan di ponselnya satu per satu, siapa tahu ada yang penting. Rata-rata sih soal kerjaan.

Tidak lama kemudian, Elsa pun sudah tenggelam dalam pekerjaannya.

*****

Nathan terbangun. Ia merasa badannya seperti baru melakukan kerja rodi. Lesu, sakit, dan remuk. Lengkap, sudah.

Begitu ia membuka mata, ia tidak mengenali sekelilingnya. Ia melirik ke samping dan melihat Lisa sedang berdiri di depan jendela sambil minum kopi.

Lalu ia ingat. Ia berada di Cirebon untuk mencari Lisa. Kemarin ia kehujanan sehingga jatuh sakit.

Ia mengumpat dalam hati. Sumpah, tidak keren sama sekali. Lisa pasti menganggap dirinya lemah dan menyusahkan.

Ah, peduli amat. Yang penting ia bisa bertemu wanita itu.

Nathan mencoba bergerak perlahan. Walaupun masih lemah, ia bisa bangkit untuk duduk.

Mendengar suara gerakan, Lisa pun menoleh. "Hei, kau sudah bangun," katanya seraya menghampiri Nathan dan menyentuh dahi pria itu. "Kau sudah tidak demam lagi."

"Aku demam?"

Lisa mengangguk. "Kau bahkan mengigau," ucapnya tersenyum.

Nathan mengerang. "Aku selalu saja sakit di waktu yang tidak tepat."

"Sakit selalu datang di waktu yang tidak tepat."

Nathan menoleh ke ranjang di sebelahnya. Bantalnya masih rapi tak tersentuh. "Kau tidak tidur?"

Lisa menggeleng. "Aku harus mengganti kompresmu secara teratur."

"Damn! Kau pasti kesal padaku karena membuatmu repot."

Lisa tertawa. "Nggak, kok."

"Tapi... kau tidak tidur karena merawatku."

"Tidak masalah. Aku sudah terbiasa bergadang. Lagipula aku bisa bekerja sambil menjagamu. Oh, ya. Aku sudah memesan bubur tadi. Sebentar, kusiapkan dulu."

*****

Nathan memperhatikan gerakan Lisa menjauh dengan senyum tipis di bibirnya. Kalau setiap hari ia bisa bangun tidur dan menemukan wanita itu di sisinya, ia pasti akan mati bahagia.

Aneh bagaimana Lisa mampu membuat dirinya jatuh cinta secepat ini. Hatinya menghangat dengan perasaan yang membuncah dan hampir membuat dirinya kewalahan.

Rasanya seperti dulu, saat Elsa masih berada di sampingnya. Setiap kali ia melihat sosok gadis itu, ia selalu merasa seperti ini.

Menurunkan kakinya ke lantai, Nathan pun turun dari ranjangnya.    

It Has Always Been You (Years, #3)Where stories live. Discover now