Nathan tidak bisa tidur semalaman. Ia terlalu marah untuk bisa tidur.
Untuk kedua kalinya, ia patah hati. Dan ironisnya... ia harus patah hati karena orang yang sama.
Tadinya ia sudah merasa lega karena bisa mencintai wanita lain. Ia tidak perlu mengingat Elsa lagi. Bahkan kejadian di Cirebon kemarin itu membuatnya menyimpan banyak harapan. Akhirnya ia merasa lebih hidup dan bahagia karena Lisa yang dikenalnya memiliki perasaan padanya.
Tapi Lisa adalah Elsa. Pasti tidak ada hal yang lebih konyol daripada itu.
Berkali-kali ia merasa Lisa mirip dengan Elsa. Seharusnya ia mendengarkan instingnya itu. Seharusnya ia tahu.
Nathan menatap nyalang ke arah langit-langit kamarnya dalam kegelapan. Sekarang setelah kemarahannya sedikit mereda, ia mulai bisa berpikir jernih.
Dan menurutnya, ada yang ganjil dalam masalah ini.
Ia mencoba mengingat-ingat pertemuannya dengan Lisa. Agak rumit. Lisa dan Elsa. Semuanya tumpang tindih hingga membuatnya bingung.
Pertemuan pertama di restoran itu... Lisa terlihat kaku dan aneh saat melihatnya. Oh, Lisa pasti kaget sekali melihat dirinya sampai-sampai wanita itu harus minta izin ke toilet. Tapi sekembalinya dari sana Lisa sudah kembali normal.
Lalu kejadian di taman... Lisa menegurnya karena merokok. Itu berarti Lisa masih ingat akan kebiasaan jeleknya dulu. Dan itu juga berarti Lisa peduli padanya.
Maccaroni and cheese yang dimakan Lisa...
"Coba katakan padaku. Katakan padaku... kalau aku tidak punya harapan, kalau aku sudah pasti kalah. Katakan padaku kalau kau tidak punya perasaan apa-apa terhadapku."
"Aku tidak punya perasaan apa-apa padamu!"
"Akhirnya. Aku harus memaksamu dulu untuk memancing jawaban darimu. Dan aku tahu kau baru saja berbohong."
"Aku memang mencintaimu, Nathan. Tapi itu tidak berarti apa-apa."
Lisa tidak mungkin sedang berbohong saat itu. Ia sangat yakin wanita itu mencintainya.
Dan itu berarti Lisa menganggap menikah dengan Paul adalah pilihan yang lebih baik. Paul jelas lebih kaya dan berpengaruh.
Tapi Lisa bilang kalau dia punya utang budi pada pria itu. Paul telah menyelamatkan wanita itu, membayar sekolahnya, dan membantunya hingga sukses...
Kalau alasan itu jujur, bukankah itu aneh? Semuanya tidak sesuai dengan kesukaan Lisa pada uang. Kalau alasan itu hanyalah sebuah kebohongan, buat apa Lisa mengatakannya? Dan untuk apa Lisa mengaku mencintainya?
Itu hanya berarti satu hal. Lisa memang mencintainya dan tetap ingin menikah dengan Paul demi status juga kekayaan yang lebih.
Tapi kemarin malam Elsa mengaku tidak pernah mencintainya. Itu jelas bohong. Dan kalau diingat-ingat lagi... Elsa tidak pernah menjawab tidak mencintainya.
"Menurutmu? Dulu aku menganggapmu sebagai kesempatan agar aku bisa mendapat simpati seluruh keluargamu. Kau benar. Aku memang lebih memilih uang dibandingkan kau. Dan sekarang... aku akan menikah dengan Paul. Itu sudah jelas kan? Pertanyaanmu sekarang sudah terjawab."
Wanita pintar sialan! Wanita itu tidak menjawab langsung dengan kata "tidak" ataupun "ya".
Yang dikatakan Elsa hanyalah sebuah kenyataan. Mungkin Elsa memang pernah menganggapnya sebuah kesempatan untuk mendapatkan simpati keluarganya. Wanita itu memang pernah bilang sangat menyukai keluarganya dan ingin sekali menjadi bagian dari keluarganya. Lalu Elsa telah memilih uang dibandingkan dirinya dulu. Dan sekarang Elsa memang akan menikah dengan Paul.
YOU ARE READING
It Has Always Been You (Years, #3)
RomanceDengan membawa masa lalunya yang kelam, Elsa memasuki kehidupan barunya di rumah keluarga Jurnadi. Ia bekerja sebagai pelayan di rumah itu sekalipun seharusnya ia berada di sekolah untuk belajar dan mengejar cita-citanya. Tapi sejak itulah hidupnya...