18

201 9 2
                                    

Elsa memilih hari terakhirnya jatuh pada tanggal 31 Desember. Ia sudah menyiapkan semuanya untuk membuat hari itu sempurna baginya.

Beberapa hari sebelumnya, ia sudah memberi tahu Nenek Hera akan seluruh rencananya dan beliau sudah setuju. Elsa menggunakan saat-saat Nathan pergi keluar untuk mempersiapkan segala sesuatunya tanpa sepengetahuan cowok itu.

Di hari yang sudah dipilihnya, ia mengerjakan seluruh kewajiban pagi harinya secepat mungkin. Rini membantunya sekalipun temannya itu kebanyakan hanya diam saja dan tidak berkomentar. Rini masih merasa tidak senang dengan rencana itu, tapi ia tetap bungkam dan menepati janjinya untuk tutup mulut.

Setelah selesai mengerjakan tugasnya, ia mencari Nathan yang kebetulan sedang mengobrol dengan saudara-saudaranya.

"Ah, kau pasti sudah selesai kerja kan?" Nathan menarik Elsa menjauhi kakak dan adiknya supaya mereka bisa bicara lebih bebas. "Mau pergi keluar?"

Elsa tersenyum gugup. "Justru itu yang ingin kukatakan padamu. Kita akan pergi jalan-jalan. Bukankah selama ini kau ingin acara kencan yang normal?"

"Eh?" Nathan memiringkan kepalanya. "Tumben. Dalam rangka apa ini?"

"Ini kan akhir tahun. Kita harus merayakannya."

Nathan tersenyum cerah. "Bagus. Apakah kau sudah ada rencana mau ke mana?"

"Hmm... yah, mungkin nonton kali ya. Aku juga masih belum yakin."

"Ya, sudah. Kita putuskan nanti di jalan. Aku siap-siap dulu."

"Oke. Aku juga harus siap-siap."

*****

Elsa mengenakan gaun yang dibelikan Nathan untuknya pada hari Natal. Ia memadukannya dengan sepatu sandal hitam sederhana yang baru dibelinya sebagai persiapan untuk melengkapi hari ini. Ia juga membeli tas kain berwarna cokelat yang cocok dengan bajunya. Memang tidak seberapa, tapi cukuplah.

Setelah mengikat rapi rambutnya, ia turun ke lantai bawah dan menemukan Nathan sudah menunggunya. Cowok itu mengenakan kaos biru muda kesukaannya dengan celana jeans. Selain itu, ia juga memakai jaket cokelat tua yang Elsa belum pernah lihat. Nathan memang suka mengoleksi jaket karena kebetulan cowok itu juga cepat sakit. Lumayan untuk bergaya sekaligus menahan angin dingin yang jahat, begitu katanya.

Elsa berdiri terpaku sebentar untuk merekam seluruh sosok Nathan saat itu di ingatannya yang paling dalam. Karena besok... ia tidak akan melihat cowok itu lagi.

"Nathan," panggilnya.

Nathan menoleh dan matanya melebar memperhatikan Elsa dari atas ke bawah. "Bajunya cukup!" katanya senang. Ia berjalan menghampiri gadis itu. "Kau cantik sekali. Kau membeli sepatu dan tasnya khusus untuk hari ini ya?"

"Hus! Dilarang bertanya soal itu," kata Elsa merona.

Nathan terkekeh. "Well, I'm impressed." Ia mengulurkan tangan sok gentleman. "Ayo!"

Elsa tertawa menyambut tangan itu.

Setelah berpamitan dengan ibunya―ditambah pujian serta ejekan menggoda dari anggota keluarga yang lain―mereka akhirnya pergi dengan mobil yang disetir sendiri oleh Nathan. Kebetulan cowok itu sudah berhasil punya SIM sehingga bisa memamerkan keahliannya di depan Elsa.

*****

Jika ada yang melihat mereka, semua akan bilang kalau mereka sepasang muda-mudi normal yang sedang kasmaran.

Tapi itulah yang tampak di luar.

Elsa berusaha melupakan apa yang akan terjadi besok dan seantusias mungkin menikmati kencannya dengan Nathan. Mereka menonton film drama yang Elsa tidak tahu jalan ceritanya. Masalahnya, Nathan tidak begitu suka drama dan malah mengganggunya sepanjang mereka berada di dalam bioskop. Cowok itu lebih suka bermesra-mesraan sekalipun Elsa sudah mencubitnya main-main menyatakan ketidaksetujuannya.

It Has Always Been You (Years, #3)Where stories live. Discover now