15

190 8 0
                                    

Untuk pertama kalinya, Elsa mengerti bagaimana rasanya bahagia dan bebas. Nathan sangat menyayanginya melebihi siapa pun yang pernah menyayanginya.

Itu sebabnya ia kerap kali melamun sambil tersenyum sendiri.

Orangtua Nathan bahkan sepertinya tidak terlalu peduli pada hubungan mereka. Mereka bersikap normal seakan dirinya hanyalah gadis lain yang dipacari anaknya.

Elsa jadi merasa diterima.

"Beruntung banget ya kamu, Sa."

Elsa terkejut menyadari kalau dirinya tidak sendirian di ruang belajar keluarga Jurnadi. Ia sedang membersihkan ruangan itu. Kebetulan hari itu Nathan sedang pergi ke sekolah untuk menerima rapor akhir semesternya.

Dan ia sudah merindukan Nathan padahal ia tahu cowok itu hanya pergi sebentar.

"Ternyata kau, Rin. Bikin kaget saja," ujarnya sambil menoleh.

Rini menaikkan satu sudut mulutnya. "Kulihat beberapa hari terakhir Kak Nathan selalu di sampingmu. Dia sama sekali tidak mau jauh-jauh darimu."

"Dia membantuku bekerja."

"Enak sekali ya."

Ada nada sinis di suara Rini yang membuat Elsa mengernyit.

"Kau tidak mau memberitahuku sama sekali, Sa? Aku tidak bodoh. Aku tahu kau pacaran dengan Kak Nathan."

Elsa menggigit bibirnya karena merasa ditegur. Ia memang belum cerita apa-apa ke Rini. "Aku bukan tidak mau kasih tahu kamu. Aku malu dan tidak tahu bagaimana caranya cerita ke kamu. Lagipula aku tidak yakin hubunganku dengan Nathan itu penting. Nathan juga tidak pernah terang-terangan mengatakan ke orang lain soal ini."

"Oh, begitu." Rini menatap Elsa tajam. "Jadi, hubunganmu ini cuma main-main?"

Elsa tidak langsung menjawab. Ia mendesah. "Aku tidak tahu," ucapnya pelan.

"Kau tidak tahu?"

"Yah... aku merasa hubungan ini belum jelas."

Rini mengerutkan dahinya. "Kau tahu? Kamu beruntung bisa pacaran sama anak majikan, Sa. Itu keren banget. Kamu bisa manfaatin dia buat merayu Nyonya supaya menaikkan gaji."

Elsa tertawa garing. "Aku bukan orang seperti itu, Rin."

Rini menggeleng-gelengkan kepalanya. "Elsa, Elsa. Kau itu naif atau bodoh sih. Nggak bisa lihat kesempatan."

"Aku sadar soal peluang seperti itu. Tapi, aku tidak akan memanfaatkan Nathan untuk itu."

"Kau benar-benar cinta ya sama dia?"

Perlahan tapi pasti, Elsa mengangguk.

"Wow." Rini berkedip takjub. "Kau bisa nikah sama dia, Sa. Status kamu bakal naik. Jadi orang kaya."

Elsa tidak bisa berkomentar. Impian Rini terdengar dangkal baginya. Tapi... kadang-kadang ia mengagumi sisi temannya itu yang hanya punya satu tujuan fokus. Kekayaan dan menikah.

Sementara dirinya? Apa yang diinginkannya? Selama ini keinginannya adalah untuk sekolah dan hidup mandiri. Namun ia tidak pernah benar-benar memikirkan itu semua. Ia hidup hanya untuk hari ini. Ia sudah belajar bahwa hari esok selalu menawarkan hal-hal yang berbeda. Dan terkadang hal-hal yang berbeda itu adalah sesuatu yang mengerikan.

"Nanti kalau sudah kaya, jangan lupa sama aku ya," kata Rini sambil tersenyum miring.

Elsa tersenyum dan berkata, "Pasti."

*****

"Elsa, aku boleh tanya sesuatu?" Jerry membuka pembicaraan siang itu saat ia berhasil memaksa adiknya "meminjamkan" Elsa.

It Has Always Been You (Years, #3)Where stories live. Discover now