5. Awal Penyiksaan

40.7K 4.6K 42
                                    

Sepanjang acara makan siang, gue ga bergeming. Bahkan gue ga berani menatap Greyson secara langsung. Image ganteng dia yang gue puja beberapa jam yang lalu seketika sirna ditelan ombak. Gara- gara insiden sepatu!

"Bu Jean nanti flight backnya jam berapa?" tanya pak James sembari mengantarkan kembali ke kantor.

"Jam setengah delapan malam pak. Nanti saya langsung dari sini akan menuju airport." sahut bu Jean.

"Anyway bu Jean, can we meet again next week? Sekalian melanjutkan diskusi dan menyerahkan beberapa data terkait." sahut Greyson

"Boleh pak. Nanti saya akan kabari Bapak setelah cek jadwal saya." sahut Bu Jean

"Great. Anyway Bu Jean, staf Ibu yang akan menangani company saya will be?" lirik Greyson ke arahku.

"Lia. She'll assist you pak." sahut bu Jean

"Well, is there any option Bu? I'm just wondering in case ada yang lebih baik dari Lia." sahut Greyson sambil menatapku.

Hellooooo bapak Greyson yang budiman! Apa dia kira gue kesenengan apa kalau punya klien model begini, yang ada mah bersyukur kalau perlu sujud di depan airport ga dapet klien demanding model dia.

"Lia is one of the best pak. Makanya saya confident mempercayakan pekerjaan ini ke Lia." sahut Bu Jean dengan ramah.

Akhirnya gue sudah kembali ke kantor Greyson sambil membawa kembali beberapa barang dan berangkat menuju ke airport. Di sepanjang perjalanan ke airport, tiba-tiba Bu Jean menyeletuk, "Kamu tadi ada ngomong-ngomong apa sama pak Greyson pas di deket tempat sepatu?"

"Ga ada kok Bu, cuma bahas kerjaan aja. Kenapa emangnya Bu?"

"Well okay, anyway Lia, lain kali kamu itu bilang dong kalau sepatumu itu salah jadi kita bisa cari toko sepatu yang masih buka dulu. Saya kasihan loh sama kamu harus jalannya ga leluasa gitu." ujar Bu Jean sambil menahan tawa.

"Jadi Ibu tau kalau saya pakai sepatunya ga sama?"

"Ya iyalah Lia. Kamu jalannya jadi aneh gitu kayak nahan pipis, gimana Ibu ga notice. Aneh-aneh aja kamu."

Eaaa jadi selama ini bu Jean tau cuma pura-pura ga tau. Bisa ga sih hari ini kita skip aja?

***

Keesokan paginya, gue mematung di depan meja kerja dan tidak tahu apa yang gue pikirkan. Tiba-tiba selepas dari Bali, kenapa semua dokumen jadi numpuk di atas meja gue. Ini dokumen bukan beranak kan ya pas gue tinggal ke Bali?

"Li, gimanaa Bali! Cerita dong!" sahut Sisca.

"Sis, gue pesen ya lo sebelum ke manapun lo cek dulu sepatu tuh pastiin bener. Kedua, gue lebih rela ga ke Bali daripada mengalami kejadian kayak kemarin." sahut gue menggebu-gebu sambil mencengkram kedua lengan Sisca.

"Heh emang elo diapain bu Jean? Kayaknya elo trauma berat gini pulang-pulang dari Bali."

"Bu Jean ga ngapa-ngapain gue sis. Jadi gini, gue kemarin salah pasang sepatu jadi sepatu kanan dan kiri gue ga sama, terus klien gue notice deh dan langsung berceramah."

"Damn! Yang bener lo kok bisa sih ketauan klien lo?" sahut Sisca sambil tertawa

"Udah deh, kemarin itu hari buruk gue. Please ga usa dibahas lagi, bisa mimpi buruk gue."

"Liaaaaaa!" teriak Maria membuyarkan percakapan dengan Sisca.

"Iya mba.." sahut gue. Duh ini apalagi sih pagi-pagi Maria udah teriak manggil nama gue kayak pake toa masjid beneran. Percayalah, suara Maria ini menggelegar kalau di kantor!

"Lo udah cek ga sih ini kertas kerjanya?" tanya Maria.

"Udah kok mba, tadi udah saya self-review lagi sebelum saya kasih ke mba Maria."

"Trus kalo lo udah cek, ini kenapa masih ada yang salah Lia? Gue capek lo Li sama elo! Fokus dong Li, kalau lo memang ga bisa kerjain, gue aja yang kerjain semua ini!"

"Daripada gue capek harus menjelaskan lo berulang kali. Elo itu bukan junior lagi yang harus dituntun Li. Nih bawa nih kerjaan lo, cek lagi." sahut Maria sambil menyerahkan kertas kerja ke gue.

"Iya mba.."

Kalau lo tanya kenapa gue ga ngelawan Maria, kenapa gue ga defense diri gue? Karena gue merasa itu percuma. Gue merasa sedefense apapun gue, at the end dia yang akan selalu benar dan gue akan tetap salah. Jadi daripada gue menghabiskan energi menghadapi manusia model beginian, mending gue iya-iyain aja.

"Lia, tolong ke sini sebentar" sahut bu Jean

"Iya Bu, ada apa?"

"Selasa depan kamu booking ruang meeting 1 di kantor jam 3-4 sore. Greyson mau ke sini sambil kasih beberapa data. Tolong kamu sampein Miranda dan tolong kabari Greyson juga. Ini nomor handphonenya."

"Siap Bu."

Gue meraih handphone gue dan tiba-tiba jadi dilema. Enaknya gue WhatsApp atau gue telpon ya ni orang? Kalau cuma WhatsApp kesannya apa jadi ga formal ya.. Udah gue telpon aja deh.

"Halo. Selamat siang pak, apa benar dengan bapak Greyson?"

"Iya, saya sendiri. Ini siapa ya?" sahut suara di balik telepon.

Serius ya guys, ini gue kedistract banget sama suaranya Greyson. Suaranya Greyson itu buat hati adem banget!! Lo bayangin kalau lo lagi kepanasan di gurun sahara terus nemu oase. Nah ini suara kayak oase ademnya. Tipe gue banget dah suaranya! Tapi kagak kalau kelakuannya.

"Ini dengan Lia pak, stafnya Bu Jean."

"Oh elo. Gimana lo udah cek sepatu lo kan hari ini?" dengan nada nyinyir.

Sabar Lia sabar. Ini cobaan Lia.

"Ehem. Udah kok pak. Terima kasih udah ngingetin. Jadi next week hari selasa jam 3 sore apa Bapak bisa kalau meeting dengan kami?"

"Supposed to be bisa. Ingetin gue lagi aja menjelang hari Selasa, lo WA aja ke gue. Anyway, gue minta email lo juga ya, soalnya sekretaris gue mau kirim beberapa data hari ini."

"Baik Pak. Terima kasih."

Setelah gue WhatsApp alamat email gue dan cuma dibaca doang sama Tuan Besar Greyson, ga sampe berapa menit tiba-tiba ada WhatsApp yang lain yang masuk..

Halo Lia. Gimana kabar lo? Gue mau berkunjung ke kantor siang ini. Lunch bareng?

Archie? Archie tiba-tiba hubungi gue. Aduh gue harus bales apa ini *mendadak panik*

Halo kak! Ih akhirnya lo ngabari gue juga. Boleh yuk, di tempat biasa?

Ok. Jam 12 ya Li. See you!

***

Curhatan si KonsultanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang