9. Peak Season

33K 3.8K 51
                                    

Hi Guys! Thank you udah setia membaca tulisanku yang ga penting ini. But anyway, I really appreciate for every effort kalian dan semoga part-part selanjutnya akan semakin exciting dan membuat kalian bahagia! :)

Maret.

Gue paling ga suka bulan Maret. Why? Gue ga bisa cuti! Kalau lo bercita-cita pengen ke Jepang dan melihat musim sakura, tolong kubur saja impian itu kalau lo sekarang masih kerja jadi konsultan. Karena itu hal yang mustahil selain gajah masuk kulkas.

Lo cuti pas Maret, it means suicide man. Mungkin atasan bisa saja approve, tapi gue jamin, hidup lo pasti ga akan tenang. Atasan maupun klien akan tetap menelusuri keberadaan lo pas cuti. Kecuali lo cuti ke Antartika dan ga ada akses ke internet atau apapun. *mungkin bisa dicoba*

Kring kring

"Halo" sahut gue

"Halo Lia, gue Greyson. Gimana progress perkembangan kerjaan? Ada data yang kurang atau gimana" sahut Greyson dari kejauhan.

"So far ga ada, saya sudah minta Mba Maria untuk melakukan review. Jadi mohon bersabar ya Pak, nanti pasti saya kabari kalau memang dari Mba Maria udah selesai." jawab gue

"Okay no prob. Thanks." jawab Greyson.

Greyson termasuk salah satu klien yang aktif nanya progress konsultan. Di satu sisi, gue seneng model klien gini, soalnya bisa jadi reminder kita juga. Tapi di sisi lain, itu pressure buat gue, apalagi kalau peak season gini. Bener-bener rasanya susah untuk bernafas!

Satu lagi, bulan Maret ini adalah bulan di mana tekanan darah seseorang akan meningkat seiring perubahan hari. Semakin menjelang akhir Maret, gue cukup yakin kalau at least separoh kantor gue yang isinya para reviewer, pasti terjangkit darah tinggi. Mereka bener-bener menganut prinsip no room for mistake. Jadi kalau lo ada sedikit salah, bener-bener tiada ampun buat mereka.

Kok gue cerita kayak mereka super kejam ya?
Anyway gue kadang bisa mengerti kenapa mereka seperti itu. Mereka juga dipush dari klien dan atasan untuk menyelesaikannya cepat. Tanggung jawab mereka lebih gede daripada krucil kayak gue gini. Jadi somehow gue bisa mengerti, tapi somehow gue pengen mereka juga mengerti krucil kayak gue. #ehkokcurhat

Tapi gue lebih pengen jadi krucil tapi punya gaji atasan. #ehh

"Mba, tadi pak Greyson nelpon nanyain kerjaannya udah sampai mana. Apa Mba Maria udah bantu cek ya?" tanyaku pelan-pelan.

Gue paling jiper men kalau tanya sama Maria, kayak udah dilempar ke kandang singa gitu. Jadi kudu pelan-pelan supaya singanya ga ngamuk.

"Gue belum sempat Li. Deadlinenya masih next week kan?" sahut Maria

"Iya mba."

"Ya udah ingetin gue lagi akhir minggu ini."

Tuh kan belum diliat. Awas aja nanti akhir minggu terus langsung ngejar gue kayak kesetanan untuk nyelesaiin revisi dari dia.

"Li, ntar malem mau menu makanan lembur apa?" tanya Miranda tiba-tiba mendatangi meja kerja gue.

"Terserah mba deh, biasanya mba Mir kan banyak tuh menu pilihannya. Kasih aja beberapa alternative biar anak-anak milih sendiri." jawab gue sambil nyamil.

Maklum gue terbiasa jadi koordinator dadakan ngurusi makanan lembur yang harusnya bukan jadi tanggung jawab gue. Yah mungkin karena mereka ngerasa gue doyan makan dan gue paling sering beli makan, jadi mereka agak dependable gitu sama gue.

Untungnya sekarang para sekretaris yang diharuskan mengatur menu makanan lembur setiap hari. Jadi gue sudah terbebas dari caci maki para staff lainnya kalau ternyata menu yang gue pilih ga sesuai harapan mereka.

"Li, bisa ke sini sebentar?" tanya Bu Jean

"Ya Bu, ada apa?"

"Progress kerjaan grup Pak James udah sampai mana? Tadi Pak James WhatsApp saya mengenai itu."

"Dari saya sih sudah Bu, cuma masih pending direview sama Mba Maria."

"Terus Maria bakal kasih ke kamu kapan?"

"End of this week supposedly Bu."

"Ga bisa. Kamu harus kejar Maria, soalnya saya juga mau review lagi by end of this week. Coba kamu minta tolong Maria untuk duluin review itu."

Gue heran kenapa Bu Jean kagak langsung ngomong aja sama Maria. Masa cecunguk kayak gue yang harus ngejar Maria, bisa digampar juga ntaran gue sama Maria. Ini sama aja ngorbanin domba tidak berdosa ke singa yang kelaparan!

"Mba Mar.." ucap gue dengan hati-hati sambil berdiri di samping meja Maria

"Apaan Li?"

"Bisa minta tolong Mba Mar duluin review punya keluarga pak James mba? Soalnya bu Jean mau double check lagi akhir minggu ini."

"Coba ambil kerjaanmu yang mana di tumpukan sini." sahut Maria dengan sewot

"Ini mba yang sudah saya buat."

Maria hanya memperhatikan kertas kerja yang udah gue persiapin untuk keluarga pak James. Dia hanya membolak-balik halaman dan gue udah berdoa komat-kamit dalam hati semoga kagak banyak revisi atau langsung bener semua, meskipun harapan itu tipis. Bagaikan elo berharap menang lotre 1 juta dollar di siang bolong.

"Lia, lia. Bisa ga sih elo bantuin gue? Plis kalau bikin kertas kerja jangan asal-asalan." ujar Maria mulai mengeluarkan nada yang paling gue hindari.

"Lo ga check nih bottom line jumlahnya aja udah beda? Kalau beda gini, ya udah males duluan gue review. Lo revisi, cek lagi, terus kapan mau balik ke gue?"

"Sudah saya check kok Mba."

"La terus kok masih beda kalau lo udah check? Ini lo liat sendiri lo ya angkanya beda. Bukan gue yang ngarang atau gue yang ubah-ubah." ujar Maria sambil mengeluarkan stabilo dan menggaris bawahi perbedaannya.

Perasaan gue tadi check nilainya udah sama, kok pas dicheck Maria jadi berubah ya. Ini antara angka-angka aja ketakutan bakal direview Maria atau mata gue yang udah tambah rabun.

"Iya mba. Saya akan kasih ke mba Mar besok pagi."

"Nope, sore ini harus ada di meja gue. Gue ga sempet review kalau besok pagi." ujar Maria dengan nada ketusnya yang sudah biasa menjadi ringtone di telinga gue.

"Baik Mba."

Kalau lo jadi bawahan Maria, sekali dia ngomong hari ini ya harus hari ini selesai. Dan gue hanya bisa terdiam sambal menatap nanar laptop gue. Sampai kapan gue harus kayak gini ya Tuhan.. Please somebody save me!

***

Curhatan si KonsultanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang