35. Start-up

20.7K 2.1K 8
                                    

Satu bulan setelah ditinggal Maria, gue harus menyesuaikan lagi dengan ritme kerja yang baru. Berharap sih bulan-bulan gini bisa pulang sebelum jam 8 malam, apa daya karena ketambahan kerjaan, menyebabkan gue harus lembur. Lagi.

Sudah hampir sebulan ini juga pupus impian gue untuk pulang cepet. Sebenernya yang ngerasain Maria after-effect ini bukan cuma gue, tapi juga Sheldon dan Ica.

"Li, lo mau nemenin gue makan ga ntar malem?" tanya Sisca menghampiri meja gue.

"Boleh sih. Lo mau makan apa? Tapi tungguin gue kelar meeting ya."

"Makan di deket sini aja yuk, gue lagi pengen makan burgernya."

"Siap. Tungguin loh ya."

Siang ini gue ada meeting dengan salah satu pegawainya pak Arya untuk menjelaskan hasil review kami waktu kunjungan kemarin. Gue cuma meeting seorang diri soalnya Sheldon kebetulan juga lagi meeting sama bu Jean. Untungnya semuanya berjalan lancar.

"Sis, gue bareng mobil lo atau gimana?" tanya gue menghampiri meja Sisca.

"Iya lo bareng gue aja."

"Oke gue beres-beres meja dulu ya." sahut gue.

Gue pun bersama dengan Sisca akhirnya sampai di tempat tujuan kita. Tanpa berlama-lama Sisca pun langsung memesan burger favoritnya dan gue cuma pesen green tea latte.

"Lo ngidam gimana sih bu sampe lahap banget gini makannya." ujar gue.

"Ini semua gegara PT Asri, pokoknya gue harus makan enak Li! Kalau makanannya ga enak, hati gue ga tenang. Terus kalau hati gue ga tenang, yang ada gue malah ga mood kerja. Kalau gue ga mood kerja, nanti pangeran marah-marah lagi. Kalau pangeran marah, nanti bonus gue dikit dong." sahut Sisca dengan muka memelas.

"Ah alesan lo doang!" sahut gue sambil menyenggol lengan Sisca. "Btw lo kok ga pernah cerita soal love life lo lagi sih sis."

"Kan lo tau sendiri Li kalau sahabat lo ini lagi jomblo akut tingkat dewa. Gimana cara menghilangkan kejombloan kalau weekend aja gue masih bawa pulang kerjaan." sahut Sisca.

"Nasibnya cowok lantai 8 yang kapan hari minta nomor lo sama Ahmad tuh gimana?" sahut gue.

"Aish lupain aja. Gue cuma dikontak sekali habis itu dia ngilang. Mungkin gue memang lagi ditakdirkan sendiri."

"Jangan gitu dong sis."

"Gue kan ga kayak lo sama Greyson Li. Ini ya gue sampe pake cara ekstrim."

"Jangan bilang lo pake dukun?"

"YA GA LAH! Gila gue masih ga segila itu. Gue sudah melakukan pengecekan terhadap klien-klien gue, in case ada anak/keponakan/cucu yang possible jadi kandidat pasangan gue. Dan hasilnya NIHIL." sahut Sisca sambil menghela nafas panjang.

"Seriusan? Lo pindah tim gue aja kalau ga! Kayaknya klien-klien gue lebih berprospek." sahut gue sambil tertawa.

"Biar bisa ketemu Greysonnya gue ya Li. AMIN!" sahut Sisca mengaminkan sendiri doanya.

"Sis?" sahut Sheldon tiba-tiba datang menghampiri meja kita.

"Eh Don akhirnya lo dateng, sini duduk."

Sheldon cuma bisa pasrah sambil terpaksa duduk di samping Sisca.

"Nah gini, gue udah lama banget ga semeja bertiga sama kalian. Selalu deh kalau giliran lunch sama Lia, Sheldon pasti ga bisa. Kalau gue sama Sheldon, nanti pasti Lia juga ga bisa. Akhirnya waktu ini datang juga!" sahut Sisca sambil tersenyum lebar.

"Segitu kangennya ya lo sama kita?" ujar Sheldon.

"Lumayan. Kalau salah satu dari kalian ga ada tuh bagaikan sayur tanpa garam."

"Anjir mulai ambil lagu mba Inul dia." sahut gue tidak bisa menahan tawa.

Gue pun melirik sepintas ke arah Sheldon yang juga tidak bisa menahan tawanya. Hubungan gue sama Sheldon memang jadi sebatas pekerjaan doang sekarang, tapi gue juga ga pernah menanyakan lagi hal-hal yang di luar pekerjaan, karena gue akan bersabar nunggu dia kembali menjadi Sheldon yang dulu.

"Don, lo ga pengen resign apa?" tanya Sisca tiba-tiba.

"Pengen ga pengen sih sis. Lo tahu kan kalau gue ga bisa nyerah gitu aja, nanti apa kata bokap kalau gue kayak gini resign?"

"Susah ya jadi tuan muda kayak lo." sahut Sisca sambil menepuk pelan bahu Sheldon. "Nanti gimana nasib kerjaan kalau Lia juga resign."

"Hah emang lo mau resign kapan Li?" tanya Sheldon dengan wajah kaget.

"Ya ngga sekarang kok Don. Tenang aja, gue ga segila itu juga, nanti cicilan mau dibayar pake apa." sahut gue.

"Kan bisa minta tuan muda Greyson?" sahut Sisca.

"Emang lo udah jadian Li?" tanya Sheldon.

"Belum kok. Kalau sudah resmi sih pasti gue akan ngomong ke kalian, tenang aja!" sahut gue.

"Ngomongnya tapi boleh sambil traktiran di Gyukaku ga?" tanya Sheldon.

"Dasar! Memanfaatkan kesempatan dalam kesempitan lo ya!" sahut gue sambil memukul bahu Sheldon.

"Gue sih setuju banget, kayaknya kalau ngomong sambil traktiran di Gyukaku niscaya akan membuka pintu jodoh bagi teman-temanmu ini Li." sahut Sisca.

"Memang ya lo berdua nih satu otak kalau bagian gini!" sahut gue.

"Eits bentar-bentar duh pangeran Burhan telpon." sahut Sisca sambil melangkah keluar.

"Don.."

"Gue gapapa Li, kalau lo mau tanya soal perasaan gue. Tenang aja, kan gue udah bilang kalau memang gue butuh waktu." sahut Sheldon.

"Jadi sekarang udah bisa kayak dulu nih?" tanya gue.

"Lumayan. Makanya cariin gue pasangan dong biar bisa move on." sahut Sheldon cengengesan.

"Aish, lo tuh yang pemilih! Kan lo tahu si Catherine di lantai 10 naksir berat sama lo."

"Ngga lah. Bukan tipe gue juga lagian. Gini-gini ya, gue ga mau macarin anak orang sembarangan."

"Takut dicap playboy?"

"Ga gitu sih. Takut karma!" sahut Sheldon sambil tertawa.

"I wish you all the best Don. Gue yakin lo pasti nemuin yang terbaik. Mungkin belun sekarang, tapi gue yakin kok she will be the luckiest person too." sahut gue.

"Thanks Li. Tapi beneran kalau lo dah jadian, traktiran lah ya di Gyukaku? Anggep aja biaya menambal patah hati gue."

"DASAR! Paket standar ya pas gajian tapi." sahut gue.

"SIAP BU!" sahut Sheldon.

***

Happy weekend beloved readers! 😍😍😍

Curhatan si KonsultanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang