23. Open or Not

27.1K 2.9K 31
                                    

Hello!

Gue lagi pusing habis ngitung pajak tahunan gue sendiri. Hayo siapa yang belum ngitung monggo diitung sama dilaporin loh ya, ntar gue bilangin Lia kalo ga. Hahaha.

Enjoy the story!

Semenjak kejadian Greyson ke kantor, dia ga pernah menghubungi gue lagi. Mungkin dia sudah menyerah atau berprasangka yang aneh ke Sheldon. Entahlah. Tapi semenjak itu, gue malah merasa Sheldon yang jadi aneh.

Gue menganggap Sheldon sebagai sahabat gue seperti layaknya Sisca dan gue cuma sebatas mengagumi parasnya yang bak model. Tapi, hati gue belum bergetar meskipun banyak hal yang baik yang sudah Sheldon lakuin ke gue.

Gue teringat pada suatu hari di penghujung April, saat cuma tinggal kita berdua lembur di kantor, tiba-tiba dia menanyakan sesuatu.

"Li, gue boleh nanya sesuatu ga?"

"Apaan don?"

"Gue berusaha banget ga nanyain ini ke elo. Cuma gue ga bisa Li. Gue cuma mau tahu apa klien lo itu yang buat lo jadi gini?"

"Don, gue kan ga mau bahas ini."

"Terkadang masalah itu bukan untuk dihindari, tapi harus dihadapi Li. Semakin lo berusaha menjauh, lo semakin menyakiti diri lo sendiri."

"Dia ga salah apa-apa Don. Mungkin gue yang salah karena gue yang terlalu berharap. Gue aja yang ga pantes buat dia Don dan gue sadar itu."

"Li, jangan merendahkan diri lo. Lo itu cewek yang keren, independen, cerdas, pekerja keras, dan gue yakin banyak cowok di luar sana yang bisa melihat hal-hal positif di lo."

"Sayangnya realita lebih kejam, Don. Cowok hanya bisa menilai penampilan fisik doang."

"Buktinya gue ngga. Menurut gue, personality itu menentukan kadar kecantikan seorang wanita dan bagi gue seorang Carelia itu wanita yang cantik."

Gue cukup terhenyak mendengar ucapan Sheldon. Ga pernah kebayang tiba-tiba dia muji gue tanpa ada alasan atau apapun yang jelas.

"Gue pengen lo mencintai diri lo sendiri Li. Ketika lo bisa menerima dan mencintai diri lo, gue rasa lo akan melihat apa yang gue liat dari seorang Carelia." ujar Sheldon menambahkan.

"Lo cocok jadi psikolog deh lama-lama!" ujar gue berusaha mencairkan suasana.

"Gue sih maunya jadi psikolog pribadi lo aja. Anytime lo butuh gue, gue siap jadi bahu buat lo bersandar. All you need to do is tell me." sahut Sheldon sambil menepuk kepala gue dengan perlahan.

Gue pun hanya bisa mengarahkan muka gue menatap Sheldon.

"Thanks Don."

"Semoga lo bisa melihat gue setelah itu." sahut Sheldon dengan tersenyum.

***

Setelah bebas dari peak season, gue pun menjalani aktivitas normal gue seperti biasa, seolah-olah gue ga pernah merasakan patah hati sebelumnya. Gue juga berpikir mungkin ini saat yang tepat bagi gue untuk cerita ke Sisca.

Gue: Balik kantor ngopi yuk. Gue mau cerita

Sisca: Akhirnya!! Gue nunggu cerita lo bak ratusan purnama tau ga. Oke cus nanti tenggo deh ya!

Gue: Yakin tenggo? Yang ada lo digrebek mas Burhan!

Sisca: Yakin! Mas Burhan lagi perjalanan dinas, jadi gue bisa balik cepet. Hahahah

Gue: Oke sip!

Setelah peak season biasanya jam pulang kita akan kembali sedikit normal. Ya kadang bisa tenggo alias pulang tepat waktu jam 5 sore, tapi kadang juga bisa molor. At least masih ga sampe kemaleman baliknya.

Curhatan si KonsultanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang