11

4K 661 119
                                    

Yuta sempat tak mempercayai tentang perasaannya kini. Apa dia sudah gila? Ya --sepertinya dia memang terlanjur gila akibat perubahan besar dalam hidupnya.

Kadang dia ingin sekali mengutuk dirinya sendiri dan menyalahkan semua orang yang sama sekali tak terlibat dikehidupannya.

Entah perasaan apa itu hingga membuat dirinya begitu membencinya. Namun benci yang berlebihan ini perlahan menyadarkan dirinya bahwa ada perasaan lain yang terselip diantara perasaan benci itu.

Senyumannya yang lebar, siapapun akan terpesona melihat senyuman itu. Apalagi bibirnya yang dengan ajaib akan membentuk hati. Sungguh sempurna.

Dulu ibunya sering mengatakan jika senyum mereka terkesan mirip. Sama-sama indah, tulus dan lebar.

"Yuta dan Yui seperti anak kembar, senyum kalian sama"

"Benarkah kaa-san? Tapi senyum Yui lebih manis dari Yuta"

"Itu tidak benar, senyumku yang paling manis. Benarkan kaa-san?"

Saat itu ibunya selalu merespon dengan tawa bahagia setiap kali mendengarkan keributan yang dibuat oleh putra-putrinya hanya karena masalah senyuman.

Mengingat kenangan itu Yuta kembali tersenyum. Bola matanya kini mulai tertarik dengan sesuatu dibawah sana. Dimana seseorang yang tengah mengingatkannya akan kenangan itu berada.

Ingatan demi ingatan mulai terkumpul kembali dikepala Yuta.

"Yuta berhentilah bermain sepak bola dan temani aku bermain basket"

"Aku suka sepak bola daripada basket"

"Yang penting sama-sama bermain dengan bola kan?"

"Tapi bolanya berbeda Yui! Kalau kau mau kau bisa ikut bermain sepak bola"

"Tapi kau harus berjanji setelah itu akan menemaniku bermain basket"

"Oke!"

Bayangan itu kembali terlintas dipikiran Yuta. Saat itu Yuta senang sekali mengerjai Yui yang sangat manja, tapi saudara perempuannya itu juga sering menunjukkan sisi tomboy nya.

Salah satunya saat Yuta meminta Yui untuk menjadi penjaga gawang. Yuta pikir tendangannya tidak terlalu kencang, namun dia salah, tendangannya terlalu kencang hingga bola itu sukses mengenai wajah Yui dan mengakibatkan saudaranya itu mimisan.

"Yuta apa yang kau lakukan?!"

Saat itu tiba-tiba ibunya datang dan menghampiri Yui yang telah menangis sambil menyentuh hidungnya. Menahan darah agar tidak keluar terlalu banyak.

"Aku tidak sengaja kaa-san!" Jawab Yuta sama paniknya seperti ibunya. Yuta menyusul sang ibu yang tengah membantu Yui untuk berdiri.

"Yui maafkan aku" sambung Yuta yang saat itu tengah mengekori ibunya dari belakang. Sang ibu membopong Yui dan menidurkannya di sofa ruang tamu.

"Kemarin kau menjatuhkan Yui dari ayunan, dan sekarang kau melemparnya dengan bola! Kaa-san sudah mengatakan untuk selalu berhati-hati Yuta!"

Ibunya saat itu terus memarahi Yuta yang kini hanya bisa terduduk lemas disamping Yui yang terus menangis.

Ibunya kemudian mengambil beberapa peralatan untuk mengobati Yui.

"Yui maafkan aku ya" ucap Yuta dengan matanya yang mulai berkaca-kaca.

Yui tak menjawabnya, dia masih terus menangis sambil dibersihkan darahnya oleh ibunya. Bersyukur saat itu darahnya tidak lagi mengalir, akibat ibunya yang tanggap.

L I E STempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang