28

3.4K 578 63
                                    

Berharap kegugupan pada diri Jisoo hilang ketika dia memainkan kuku-kukunya. Kalimat yang telah ia susun jauh-jauh hari bersama Nayeon pun menguap tak tersisa.

Yuta tetap diam tanpa menolehkan wajahnya pada Jisoo yang setia berdiri dibelakangnya.

Tap... Tap... Tap...

Suara heels Jisoo menyapu malam yang sunyi ini. Perlahan dia berusaha mensejajarkan dirinya agar bisa berhadapan dengan Yuta. Tapi apa daya, Yuta tetap tak mau menatapnya.

"Kau pasti sudah tahu tentang apa yang akan aku katakan"

Yuta berdecih, kemudian melangkahkan kakinya agar lebih dekat pada Jisoo.

"Kau tidak bisa lari begitu saja"

"Kau pikir aku diam saja selama ini?!" Jisoo memicingkan matanya pada Yuta. Ingin sekali Jisoo menahan amarahnya namun ternyata menghadapi Yuta tanpa menggunakan emosi merupakan hal yang mustahil.

"Aku tidak mau tahu" Yuta memalingkan wajahnya, agar tak merasa iba pada saudaranya.

Jisoo berusaha mengikuti arah pandang Yuta. Menggeser tubuhnya sesuai dengan mata Yuta.

"Aku sudah memutuskan" Jisoo menjeda kalimatnya ketika Yuta mulai memandangnya.

Tatapan Yuta seperti menginterupsi Jisoo agar gadis itu melanjutkan kalimatnya. Walaupun Yuta sudah tahu kemana arah pembicaraan Jisoo.

"Seharusnya aku tak menerimanya, seharusnya aku tidak menerima permainan konyol ini"

Jisoo menggelengkan kepalanya berusaha menampik semua pikiran buruknya. Wajahnya mulai memerah.

Sedangkan Yuta setia menatapnya tanpa diketahui Jisoo yang tengah menunduk, menyembunyikan wajah merahnya, juga air matanya yang perlahan mulai turun ke pipi.

"Aku tidak menemukan tanda-tanda keberhasilan akan memihak ku. Aku terlihat seperti orang yang memangsakan dirinya sendiri pada seekor singa kelaparan"

Yuta meneguk ludahnya susah payah karena nafas yang tercekat di kerongkongan.

Sekali lagi, amarah dan penyesalan berdampingan cukup dekat disekitarnya.

Jisoo mulai menatap Yuta, hingga pandangan mereka bertemu.

"Aku telah jatuh pada Lee Taeyong"

Yuta membulatkan matanya, sungguh pernyataan yang tak pernah dia harapkan.

Jisoo menghapus air matanya kasar, untuk apa dia menangis padahal jelas-jelas Yuta tak merasa iba padanya.

Namun asal Jisoo tahu, Yuta mati-matian menahan agar tak memeluk Jisoo sekarang juga.

"Sepertinya aku memang termasuk salah satu gadis yang tidak tahu malu. Tapi apa kau tau, Yuta? Kau bahkan terlihat sangat mengerikan ketika menjerumuskan saudaramu sendiri!"

"Apa maksudmu?!" Yuta harap dia salah mendengar.

"Kau sangat mengerikan!"

Jisoo melangkah dengan kaki lebar hingga dirinya berhasil berhadapan cukup dekat dengan Yuta. Tangannya tak tinggal diam ketika dia sudah tak bisa lagi mengendalikan dirinya. Dia pukul dada Yuta dengan membabi buta. Namun lelaki itu tetap diam tanpa melakukan perlawanan. Padahal sangat jelas mata Yuta yang menyala karena emosi. Nafasnya memburu ingin sekali membalas perbuatan Jisoo padanya.

"Kau mengerikan! Aku sangat membencimu! Yaaa- aku sangat membenci -"

Lengan Jisoo terasa panas ketika Yuta menariknya kasar. Yuta menghentikan teriakan Jisoo dengan membekapnya dengan bibirnya. Air mata Jisoo terasa asin ketika sampai dibibir. Yuta tak sanggup ketika mendengar Jisoo mengatakan telah membencinya.

L I E STempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang