41

3.3K 537 23
                                    

Jika saja dirinya mengatakan pada Taeyong tentang taruhan itu lebih dulu, jika saja setelah hubungannya dengan Yuta membaik Jisoo mengakui bahwa dia benar-benar jatuh pada pesona lelaki kejam itu. Dan jika saja Jisoo bisa lebih cepat jujur tentang bagaimana lelaki itu dengan mudah meruntuhkan pertahanannya.

Dan andai saja dia tidak egois.

"Nak, apakah kau baik-baik saja?"

Kim Jisoo membuka matanya secara paksa, mencoba keluar dari mimpi buruk yang baru saja ia alami, ini bukan yang pertama kali, melainkan sudah yang kesekian kalinya.

Bermimpi tentang Taeyong yang mencacinya dengan kalimat kotor dan berakhir meninggalkan dirinya dibawah guyuran air hujan. Benar-benar kekanakan menurutnya, tetapi mampu membuat dada Jisoo berdesir dengan perasaan tak karuan.

Jisoo merasa bersyukur, disaat ia mengalami mimpi buruk, seseorang dengan pedulinya membangunkan dirinya, kemudian menyodorkan segelas air mineral yang entah kapan orang itu meminta pada sang pramugari.

"Aku belum meminumnya" ucap lelaki setengah baya itu meyakinkan pada Jisoo.

Sebenarnya tak masalah jika orang itu telah meminumnya, hanya saja Jisoo masih dalam suasana kebingungan hingga butuh waktu yang tak sebentar untuk menyadari akan posisinya saat ini. Alasan itulah yang menjadi salah satu Jisoo untuk tak segera menerima air mineral dari orang itu, ya- Jisoo tengah berada di pesawat, menuju Rusia untuk menyusul Taeyong yang telah meninggalkannya selama dua Minggu.

"Terimakasih" Jisoo membungkukkan kepalanya singkat sambil menerima air mineral itu. Kemudian meminum secukupnya.

Orang itu tersenyum, dan Jisoo menyadari suatu hal jika orang yang duduk disebelahnya ternyata adalah orang Korea.

"Kau melakukan penerbangan seorang diri nak?"

Jisoo mengangguk, suasana hatinya mulai membaik akibat keramahan orang itu.

"Aku sendirian, ini pertama kalinya aku datang ke Rusia"

Lagi-lagi orang itu tersenyum, kemudian menutup majalah yang sempat ia tekuni entah sejak kapan. Jisoo yakin, dia telah mengganggu orang tersebut karena mimpi buruknya.

"Memangnya kemana tujuanmu hingga kau memberanikan diri untuk terbang sendirian?"

"Disebuah kota kecil, menemui temanku"

"Kekasihmu?"

Jisoo mengalihkan pandangannya, entah mengapa kali ini ia ingin mengklaim bahwa Taeyong masihlah kekasihnya. Bukankah memang begitu? Tak ada kata berakhir diantara mereka.

"Iya, tapi aku tidak yakin jika dirinya masih menganggap ku sebagai kekasihnya" ujar Jisoo lemah. Untuk apa ia mengatakannya pada orang asing? "Maaf, sepertinya aku mengganggu tuan" lanjut Jisoo.

"Tidak masalah nak, aku hanya membaca sebuah majalah yang tak terlalu penting. Lagipula aku mempunyai seorang putra kira-kira seusiamu. Aku merasa sedang berbicara padanya"

Jisoo tersenyum canggung, setidaknya rasa tak enaknya sedikit berkurang. Lagipula entah mengapa Jisoo merasa pernah berbicara dengan mata itu hingga membuat kecanggungan yang ia rasakan cepat pergi.

"Apakah putra tuan berada di Rusia?"

"Ya, sudah lama kami tidak bertemu, kira-kira hampir satu tahun. Aku terlalu sibuk dengan pekerjaan ku sehingga terus mengabaikan dirinya. Bahkan aku penasaran seperti apa wajahnya sekarang"

"Pasti dia sangat kesepian"

"Kau juga mengalaminya?"

"Bagaimana tuan tahu?"

L I E STempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang