19. Ruang musik

2.8K 144 10
                                    

Bel pulang akhirnya tiba. Aluna dan teman sekelasnya masih berdiam di sekolah, memang sudah rencana untuk menyemangati kelasnya bertanding Basket dengan kelas Ipa.

Sebenarnya ia malas begini. Tapi, karena ada Bimo dan Bima juga yang menjadi penilai pertandingan tidak jelas seperti ini, Aluna bisa pulang bersama abang kembarnya. Sudah lama tidak pulang bersama dengan mereka, jadi karena ada kesempatan ini ia harus menikmatinya. Dari pada merepotkan kakaknya Nuella yang sibuk berkerja.

Aluna dan yang lainnya diam di pinggir lapang, menunggu pertandingan yang tidak resmi ini di mulai. Entah apa faedah nya? Apa hanya untuk menyombongkan diri saja?

Tadi pulang pun ia tidak melihat Sarga, kemana dia? Biasanya Sarga sebelum pulang diam di depan kelasnya sekedar diam dan itu menjadi kesempatan dirinya untuk bisa terus melihat ketampanan seorang Sarga.

Aluna menjadi ingat kejadian di taman, ia benar-benar tidak bisa melupakan sedikit kejadian di tama belakang sekolah. Ingin rasanya ia mengulang waktu, entah sudah berapa kali ia selalu berharap bisa mengulang kembali waktu.

Sungguh ia tidak menyangka Sarga bakal ada disana berdua, hanya berdua denganya. Apalagi dimana saat Sarga memberikan sapu tangan miliknya dan disitu Sarga memegang tanganya, Sarga tersenyum padanya. Aluna selalu senang jika mengingat kejadian itu.

Sarga itu misterius, aneh. Kenapa waktu di taman Sarga benar-benar berbeda tidak seperti Sarga yang Aluna tahu. Sarga yang jutek, pendiam, tidak peduli hal sekitar. Seketika berubah drastis saat itu juga.

Semoga kebahagiaan ini bertahan lama. Karena Aluna menikmatinya, menikmati senyuman Sarga yang membuat para gadis luluh melihat itu.

"Elah, bocah ngelamun aja."

Aluna langsung tersadar dari lamunanya. Lalu, menatap Elika yang berada di sampingnya.

"Lo melamunin apasih? Kaya nya anteung gitu melamunya," ucap Elika. Aluna hanya tersenyum tidak tahu harus menjawab apa.

"Yee, di tanya malah senyum. Gak butuh senyuman lo, gue mah." celetuk Elika. Aluna langsung berubah menjadi datar menatap Elika.

"Senyuman gue itu manis tau!" ucap Aluna.

"Gak banget. Ew!" Alun langsung naik darah, dan menyentil  kuping Elika.

"Temen-temen gue hobi nyentil, gila!" ucap Elika sambil mengusap-usap daun telinganya yang sempat di sentil oleh Aluna.

Aluna tertawa.

Tak lama, kelas Ips pun sudah menggunakan baju bebas di karenakan ini sangat mendadak, Aluna melihat Sergio yang tersenyum kearahnya, Aluna bergidik ngeri seraya membuang padanganya dari Sergio.

Aluna melihat segerombolan para pendukung kelasnya masing-masing sudah datang. Please, ini terlalu lebay. Tak usah bersaing seperti ini Aluna paling tidak suka melihat manusia yang blok-blokan.

Contohnya sekarang, Ipa dan Ips kelas sepuluh sedang bertanding Basket. Awalnya ia pikir hanya untuk hiburan semata, tapi nyatanya untuk melihat lebih tangguh anak Ipa atau Ips.

Lebih sebalnya Bimo dan Bima, abang kembarnya itu malah ikut-ikutan seperti itu. Aluna berdecak sebal.

"Lun, jadi sebenarnya ini buat senang-senang apa buat nyombongin diri doang sih?" tanya Elea mulai bosan.

"Bener tuh. Kaya anak kelas sebelas dong damai mau Ipa atau Ips juga." timpal Tyana.

"Kenapa abang kembar lo ikut-ikutan juga Lun?" tanya Elika.

"Satu-satu kali... Pusing dengernya." ucap Aluna.

"Eh mending ke kantin aja?" tanya Elea. Sontak itu mendapat persetujuan dari mereka bertiga yang mungkin sudah kelaparan.

SargaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang