3.Kangen?

864 34 0
                                    

Hari minggu.

Shella baru saja selesai menonton drakor. Sekarang ia berniat untuk men-video call Riki. Tak lama ia menunggu akhirnya muka Riki muncul juga di layar laptopnya.

"Rikii... Gue gak ada temen."

"Dirumah gak ada siapa-siapa?."

"Cuma mamah doang, lagi tidur. Lo lagi ngapain?."

"Ini lagi ngobrol sama lo."

"Maksud gue, tadi sebelum videocall lo lagi ngapain?."

"Lagi main game."

"Yaahh,, gue ganggu dong?."

"Gak papa, lo lagi gak ada temen."

Shella tersenyum manis. Ia selalu bahagia dengan sikap Riki sebagai sahabatnya. Riki tidak bisa menolak apapun yang Shella inginkan, apapun yang Shella minta, apapun yang membuat Shella tersenyum. Riki tak pernah membuat Shella sakit hati, marah ataupun kesal. Terakhir Riki membuat Shella menangis ialah pada saat Riki pindah rumah. Maka dari itu, Shella selalu merasa sangat nyaman berada didekat Riki. Dari sikap Riki dan terbiasanya mereka selalu bersama, tumbuhlah perasaan lain dari hati Shella sejak kelas VIII SMP.

FlashBack 3tahun lalu.

Riki duduk di salah satu bangku taman komplek. Ia sedang menunggu Shella. Mereka ada janji ketemu sore itu. Shella datang dengan senyuman yang selalu menghiasi wajahnya.

    "Lama ya ki?."

Riki menggeleng. "Gue mau ngomong."

    "Itu lo udah ngomong" kata Shella.

    "Gue bakal pindah rumah, jadi deket nenek" ucap Riki yang membuat Shella bergeming, ia tak bisa membayangkan jika jarak rumahnya akan berjauhan dengan Riki.

Siapa yang akan menemaninya lari pagi di taman? Siapa yang akan menemaninya bermain di taman? Siapa yang akan menemaninya membaca novel di malan hari? Shella memang mempunyai banyak teman di kompleknya, tapi ia cuma mempunyai satu teman yang seperti Riki.

Sudah banyak bayangan di fikiran Shella tentang jaraknya dengan Riki yang akan berjauhan. "Kenapa baru bilang?" Tanya Shella berusaha biasa saja.

    "Gue juga baru tau tadi sepulang sekolah, gue disuruh beres-beresin semua barang gue."

Pandangan Shella telah buram di halangi air mata. Shella merasa sangat malu jika harus menangis hanya karena ditinggal Riki. Riki belum menyadari bahwa mata Shella sudah berkaca-kaca.

   "Sekolah lo udah diurusin kepindahannya?" Tanya Shella yang berusaha menetralkan suaranya agar tetap terdengar seperti biasa.

Riki mengerutkan dahinya, "gue cuma pindah rumah. Lo mau nangis? Ngapain nangis?" Ternyata Riki menyadari dari sedikit perubahan suara Shella.

    "Haa? Katanya pindah rumah jadi deket nenek. Nenek lo kan di bogor. Gue gak nangis."

    "Nenek gue juga ada yang di bandung."

Shella tersenyum lega mendengar itu, "alhamdulillaaahhh.. gue kira lo pindahnya ke bogor."

    "Tenang aja, gue bakal sering main kesini juga ko."

Shella mengangguk. "Lo besok kan pindahnya?."

Riki mengangguk. "Gue ikuuuuttt" pinta Shella.

    "Gue juga disuruh bunda buat ajak lo."

   "Oke gue stay dirumah lo jam 5 subuh yaa."

    "Itu niat banget, gue pindahan jam 9 pagi. Minimal lo kerumah gue setengah8."

Shella mengangguk.

Flashback off

"Shell, kenapa bengong?."

"Gue keinget pas lo pindahan."
"Masa selama lo pindah,  gue tuh kerjaannya cuma diem dirumah. Keluar paling kalo lagi pengen beli cemilan itu juga kalo dirumah gak ada apa-apa. Kalo gak penting banget gue sih gak akan keluar."

"Lo mau gue temenin kapanpun, selagi gue bisa gue bakal temenin."

"Hehe iya."
"Eehh masa ya, pas waktu ekskul karate kemarin, gue kaya digombalin adik kelas anggota baru, lucu deh. Dia bilang senyum gue manis sampe bakal bikin dia diabetes, terus kalo dia diabetes gue dimintain tanggung jawab."

Riki tersenyum mendengarnya, ia selalu merasa lucu dengan cara bicara Shella.

"Terus lo jawab gimana?."

"Gue jawab, gue bakal tanggung jawab temenin dia dirumah sakit kalo dia beneran diabetes."

Riki tertawa ringan mendengarnya.

"Ada ada aja sih tuh anak."

•••••

Terima kasih

Kapan jadian?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang