Pagi ini Shella bangun terlambat, bahkan mungkin sangat terlambat. Pukul 06.45 Shella baru bangun. Itupun dengan suara amukan dari sang Mama, jika tidak, entahlah ia akan bangun jam berapa. Sholat subuh? Tenang, Shella selalu melaksanakannya, setelah itu ia akan tidur lagi, biasanya hingga jam setengah 6 atau paling lambat jam 6, memang tipe cewek pemalas. Lalu gara-gara semalaman Shella memikirkan apa yang Riki ucapkan hingga ia tidak bisa tidur dan bangun kesiangan seperti sekarang.
Dengan tergesa-gesa Shella bersiap untuk pergi sekolah, ia juga melupakan sarapannya dan langsung pamit untuk segera pergi kesekolah. Didepan rumahnya ternyata ada Riki, oh cowok itu sampai menjemputnya kerumah. Mungkin ia terlalu lama menunggu Shella di tempat biasa mereka bertemu sehingga mengharuskannya untuk datang kerumah Shella langsung.
"Oh udah siap? Gue kira lo gak akan sekolah," ucap Riki ketika melihat Shella keluar dari pintu rumahnya.
Shella menarik tangan Riki untuk segera berangkat ke sekolah. Hari ini mereka ada ulangan Matematika di jam pertama, dan Shella tidak ingin terlambat. "Shel, tenang. Kita udah pasti telat. Jadi daripada cape dua kali mending sekarang kita santai aja, capenya biar nanti pas di lapangan" kata Riki lalu menarik tangannya dari genggaman Shella.
Shella berkaca pinggang menghadap Riki, ia tidak habis pikir dengan Riki, bagaimana bisa cowok itu berkata seperti itu?
"Lo inget gak sih? Kita ada ulangan Matematika, Riki!!!" Gemas Shella.
Riki mengangguk, "lo juga inget gak? Kita telat 1 menit aja guru matematika gak akan masukin kita ke kelasnya,"
Shella mengerutkan dahinya, ini seperti bukan Riki. "Heh!! Siapa lo yang masukin jiwa Riki! Keluar lo sekarang," bentak Shella.
"Apaan sih, gue gak kesurupan Shellaaa...." jawab Riki dengan lembut, lalu ia menarik tangan Shella untuk pergi ke sekolah.
Setelah di dalam angkot. Mereka sama-sama diam, Riki yang sudah pasrah dengan nasibnya yang kesiangan dan Shella yang masih saja panik dan berharap ia masih bisa ikut ulangan pagi ini. Bukan apa, bagi Shella kalo ulangan susulan itu makin bikin pusing, karena gak bisa kerja sama, udah gitu ngerjainnya di tempat lain dan langsung di awasi oleh gurunya. Shella tidak mau seperti itu. Semakin khawatir, kenapa pagi ini jalanan begitu macet.
Sampai di sekolah, Shella segera turun setelah membayar ongkos. Gadis itu memohon kepada satpam untuk membukakan pintu gerbang agar mereka bisa masuk dengan leluasa. Tapi tidak semudah itu, salah satu anak osis menghampirinya di depan gerbang, lalu osis itu membawa Shella dan Riki ke lapangan. Sudah bisa ditebak, mereka disuruh berlari mengelilingi lapangan 10 kali.
"Maaf kak, ini lapangannya luas loh, kasih diskon dong hukumannya," tawar Shella.
Riki tersenyum kecil mendengar permintaan Shella. Osis itu mendesis, "lo kira gue jualan pake minta diskon segala" jawabnya, "udah buruan lari keburu makin siang, makin panas."
Saat Shella hendak mulai berlari, osis itu kembali bersuara, "jangan kabur ya kalian! Kelas gue disitu, gue pantau kalian dari sana."
"Iya kak." Jawab mereka dengan kompak.
Riki dan Shella mulai berlari hingga di putaran ke 7, Shella merasa kakinya semakin berat melangkah, ia tidak kuat lagi ditambah tenaganya kurang karena belum sarapan. Wajahnya sudah dipenuhi keringat. Sebisa mungkin Shella berusaha untuk terus berlari, "Shel, berenti dulu, yuk!. Lo itu mulai pucet. Belum sarapan?" Tanya Riki, ia khawatir melihat Shella.
"Iya belum. Tapi gak papa deh, tanggung. Kuy lanjut!!"
Riki menyamai kecepatan lari Shella agar ia selalu berada di samping Shella. Pandangannya tak lepas dari wajah Shella yang semakin pucat. Nafas Shella sudah sejak tadi tidak teratur, ia benar-benar butuh istirahat. Tapi tanggung tinggal 2 putaran lagi.
Shella memegan tangan kiri Riki, menggunakannya sebagai tumpuan agar ia bisa terus berlari bahkan sekarang bisa dibilang Shella sedang berjalan bukan berlari. "Shel, dua putara lagi. Duduk dulu yuk!" Ajak Riki.
"Ngga ah! Ayo lanjut aja."
"Lo itu udah pucet bgt. Ini tangan lo juga makin dingin, lo udah mau pinsan Shella."
Shella tetep kukuh, ia terus menggunakan sisa tenaganya untuk menyelesaikan hukuman ini. Ia tidak mau karena berhenti sebentar nanti hukumannya malah ditambah. Shella tidak tahu, anak osis tidak sekejam itu. Mereka tidak mungkin menambah hukumannya. Bahkan mungkin jika mereka melihat keadaan Shella sekarang, mereka akan berbaik hati menghentikan hukuman itu lalu membawa Shella ke UKS. Terlebih ini kali pertamanya telat.
Riki memaksa Shella agar berhenti berlari. Tinggal satu putaran lagi, tidak masalah jika berbohong satu putaran. Osis yang memantau juga tidak mungkin ikut menghitung. Osis itu tidak akan tau. Kali ini Shella menuruti Riki karena ia memang benar-benar sudah tidak kuat. Riki membawa Shella ke pinggir lapangan ke tempat yang teduh. Riki mengipasi Shella lalu memberikan botol minum ke arah Shella. Oh iya fyi, Riki selalu membawa minum kesekolah.
Tanpa mereka sadari ada satu orang yang memperhatikan mereka dari arah yang tidak terlalu jauh. Ia juga merasa khawatir dengan Shella, ingin sekali ia membantu Shella, jika saja tidak ada Riki disana.
Orang itu terus memperhatikan gerak-gerik Shella dan Riki, hingga satu tepukan dari temannya di bahunya menyadarkannya.
"Ngapain lo?"
Orang itu hanya menggelengkan kepalanya sebagai jawaban. "Yuk ke perpus."
•••••
Maaf ya update nya lama. Dari seminggu yang lalu emang udah ada ide, tapi bingung nuanginnya. Halunya belum lancar wkwkkw. Padahal dari kemarin gak
Pernah sibuk. Gemes sendiri mikirin gimana nuangin ide yang udah ada ke dalam kalimat kalimat. Gitu deh. Akhirnya malam ini bisa.Terima kasih❤️
KAMU SEDANG MEMBACA
Kapan jadian?
Teen FictionKata orang persahabatan antara cewek dan cowok itu tidak akan murni selamanya bersahabat karena salah satunya pasti memiliki perasaan lebih dari sekedar sahabat. Mungkin itu juga yang terjadi di antara Shella dan Riki, tapi mempertahankan persahabat...