Bel pulang sekolah baru saja berdering. Dengan segera Shella membereskan semua barang-barang dan memasukannya ke dalam tas. Shella langsung beranjak pergi meninggalkan kelas, tapi tangannya keburu di tahan oleh Riani.
"Apaan ni?" Tanya Shella.
"Tungguin napa? Gue sama tata mau ikut."
Shella hanya mengangguk. Setelah Riani dan Talita selesai beres-beres barangnya, mereka langsung pergi ke rumah sakit untuk menjenguk Riki. Tak lupa juga mereka mampir ke mini market membeli buah tangan berupa roti dan susu untuk Riki.
Kebetulan mini market itu ada di seberang rumah sakit tempat Riki dirawat, jadi setelah selesai membeli roti dan susu mereka ber-tiga langsung menyebrang jalan lalu masuk ke dalam rumah sakit dan menghampiri resepsionis untuk menanyakan kamar rawat Riki.
Setelah tau kamar rawat Riki dengan sedikit arahan dari resepsionis untuk melewati jalan mana, akhirnya Shella, Riani dan Talita menyusuri lorong rumah sakit di lantai 3. Mereka melihat ke arah beberapa pintu mencari pintu bertulisan "Teratai" dengan nama pasien Riki Arsyaq Alardo. Sampailah mereka di pintu paling ujung di lorong ini. Shella langsung mengetuk pintu itu, tak lama terbukalah pintu itu dengan menampakkan seorang wanita paruh baya yang Shella kenali wanita itu adalah bundanya Riki. Shella mencium tangan bunda Riki.
"Ehh Shella, mau jenguk Riki ya?" Tanya Yuni - bunda Riki.
Shella tersenyum lalu mengangguk, "oiya ini siapa?" Tanya yuni lagi kepada Riani dan juga Talita.
Riani dan Talita bergantian mencium tangan Yuni sebagai tanda hormat, "saya Riani bu, temen sekelas Riki."
"Saya Talita bu, temen Riki juga."
"Ooo yaudah ayo masuk, Rikinya baru aja bangun."
Mereka dipersilahkan masuk. Shella bisa melihat Riki yang sedang memakan buat pear sambil menonton tv. Shella juga tak lupa menyerahkan keresek roti dan susu yang tadi mereka beli kepada Yuni. Diletakannya kresek itu di sofa kecil ruang rawat dan bundanya Riki pun izin pergi ke kantin untuk membeli makanan.
"Shella, Riani, Talita bunda ke kantin dulu ya mau beli makan, sebentar kok tungguin Riki dulu."
Shella mengangguk. Yuni memang sudah biasa dipanggil bunda oleh Shella, jadi jangan heran jika Yuni menyebut dirinya bunda kepada Shella dan bahkan teman Riki yang lainnya. Sepeninggal Yuni, Shella langsung menghampiri Riki yang sedang duduk manis di atas brankar itu. Riki menoleh ke arah Shella yang sekarang sudah berdiri di samping kanannya.
Shella menggeplak bahu Riki lumayan keras membuat Riki meringis merasa sedikit perih di bagian bahunya. "Sakit gak bilang-bilang! Kalo gue gak telpon hp lo mungkin sampe sekarang gue gak tau kalo lo dirawat!" Omel Shella dengan wajah cemberutnya.
Riki tersenyum "maaf, gue juga gak inget sama hp pas pinsan."
Shella terbelalak mendengar kata 'pinsan' yang Riki ucapkan barusan, "lo pinsan? Serius lo pinsan?. Lo kan gak biasa pinsan ki, kok bisa sih? Gimana ceritanya?."
"Namanya juga orang pusing Shell, sakit. Ya bisa aja kan kalo pinsan" jawab Riani yang sekarang duduk di sofa kecil tadi bersebelahan dengan Talita.
"Hehehe... iya juga sih. Yaudah deh, kapan lo bisa pulang?."
Riki mengedikan bahunya pertanda tidak tau. "Lo sakit apaan sih?."
"Kata bunda Demam Berdarah."
"Lah? Kegigit nyamuk doang ki? Lemah banget deh lo!."
Shella menrolling matanya setelah mengucapkan kalimat itu, Riani dan Talita setia mendengarkan celotehan Shella yang tak ada habisnya. Riki pun sama ia setia mendengarkan lalu menjawab yang sekiranya harus ia jawab.
Shella memperhatikan setiap lekuk wajah Riki yang terlihat pucat, mata sayu, kulitnya memutih pucat dengan bibir pecah-pecah membuat Shella merasa tidak tega melihat sahabat sekaligus pangeran hatinya harus menginap beberapa hari di ruangan ini.
Tanpa sadar, Shella menjatuhkan setetes cairan bening dari matanya. Riki yang melihatnya langsung mengahapus air mata itu, "Shel, kenapa nangis?."
Riani langsung menoleh melihat ke arah kedua orang itu setelah mendengar pertanyaan Riki. Talita? Ia sedang sibuk dengan ponselnya. "Shella nangis ki?" Tanya Riani yang merasa tidak melihat air mata Shella setetespun.
Riki mengangguk, lalu menolehkan lagi kepalanya melihat mata Shella yang memerah dan berlinang ai mata. "Kenapa nangis, Shella?" Tanya Riki lagi dengan nada yang semakin lembut.
Shella mengusap kasar kedua matanya "gue gak nangis! Sok tau deh, ki."
"Tadi netes."
"Cuma perih kali, kelilipan."
"Emang disini ada debu?."
"Ish!! Pokoknya gue gak nangis ahh."
Shella terus mengelak bahwa dirinya tidak menangis, padahal sebenarnya dadanya sudah terasa sesak menahan semuanya. Shella tak tega melihat Riki yang sepucat itu, Sejak dulu Riki tak pernah sakit hingga dirawat seperti sekarang. Dan ini pertama kalinya Riki dirawat, Entah karena apa Shella benar-benar merasa tidak tega.
Bagi Shella, brankar rumah sakit, Infusan, dan ruang rawat itu sudah biasa, karena Shella sudah beberapa kali merasakan yang namanya menginap dirumah sakit. Tapi Riki? Baru kali ini ia merasakan seperti ini.
Dan Riki tidak bisa begitu saja percaya dengan kata-kata Shella yang terus mengelak bahwa dirinya tidak menangis, jelas-jelas Riki yang mengusap air matanya tadi, bagaimana bisa cewek ini mengucapkan bahwa dia tidak menangis?.
"Cepetan sembuh ki, gue gak tega liat lo kaya gini."
"Kaya gue koma aja deh Shell ngomongnya" lalu Riki tertawa.
•••••
Terima kasih
KAMU SEDANG MEMBACA
Kapan jadian?
Teen FictionKata orang persahabatan antara cewek dan cowok itu tidak akan murni selamanya bersahabat karena salah satunya pasti memiliki perasaan lebih dari sekedar sahabat. Mungkin itu juga yang terjadi di antara Shella dan Riki, tapi mempertahankan persahabat...