13.Nangis

587 16 0
                                    

Jam menunjukan pukul 14.50 atau jam 3 kurang 10 menit, sore hari. Shella yang baru saja membuka mata dari tidur siangnya sedang berusaha mengumpulkan nyawanya. Setelahnya ia langsung bergegas mandi dan wudhu. 15 menit berlalu, Shella keluar dari dalam kamar mandinya dan berjalan menuju lemari baju. Shella memilih setelah Sweater hoddie berwarna pink dengan celana jins berwarna putih.

20 menit berlalu. Shella turun ke lantai dasar rumahnya menghampiri Elin yang saat itu tengah duduk di sofa ruang keluarga ditemani siaran televisi favorite nya. Elin yang melihat anaknya sudah rapi dan wangi menebak, jika anaknya itu akan pergi main bersama Riki.

"Udah rapi aja kamu. Mau main sama Riki?."

Shella menggeleng seraya duduk disamping Elin. "Mau pergi sama kak Vino, yang tadi pagi kata mama kesini."

"Oohh itu.. iyaiyaa. Pulang jamber?."

"Idiihhh mamah.. gaya-gayaan pake bahasa jamber jamber begitu."

Elin terkekeh lalu mendekap erat anak gadisnya itu. "Kan mamah di ajarin kamu."

"Kapan aku ngajarin begitu?" Shella kebingungan. Yang benar saja, kapan ia mengajari mamahnya menggunakan bahasa seperti itu?

Semakin lama dekapan Elin terhadap Shella semakin kuat, membuat Shella terus meringis karena merasa nyeri di bagian tangan dan sesak di pernafasannya. "Mamahhhh!!! Lepasin."

Shella menghembuskan nafasnya kasar saat ia terbebas dari dekapan maut mamahnya itu. "Rasanya mau mati."

"Ahh alay kamu."

Tokkk... Tokk.. Tok..

"Assalamu'alaikum."

Shella menoleh memandang Elin dengan ekspresi bertanya. Elin pun sama, ia beranjak berniat membukakan pintu. Shella teringat akan perkataan Vino yang akan menjemputnya jam 4sore.

Shella segera berdiri lalu menahan tangan Elin. "Shella aja mah yang buka, kayaknya kak Vino."

Elin mengangguk. Dan Shella pun pergi kedepan untuk membuka pintu. Benar saja, Shella bisa melihat tubuh jangkung Vino tengah berdiri. Dan cowok itu tersenyum sangat lebar. "Assalamu'alaikum."

"Wa'alaikum salam, kak. Gue ambil tas dulu sama pake sepatu. Sini masuk" Shella mempersilahkan Vino masuk dan duduk di ruang tamu.

Setelah mengambil tas dan mengganti sandalnya dengan sepatu Shella buru-buru kembali ke ruang tamu. Ternyata sekarang Vino terlihat sedang berbincang dengan Elin.

"Mamah, Shella pergi dulu ya sama Vino. Pulangnya sebelum magrib kok" pamit Shella.

"Hm" jawab Elin singkat.

"Tante, saya pamit ya bawa Shella. Dijagain kok" pamit Vino.

"Iyaa. Hati-hati" jawab Elin lembut.

Shella cemberut mendengar jawaban Elin terhadap Vino. "Eh mamah. Aku tadi pamit dijawab cuma pake hm doang. Kalo ke kak Vino pake hati-hati segala."

Elin hanya tersenyum lebar seakan menyombongkan gigi putih bersihnya. "Pepsodent murah!" Ketus Shella sambil mencium punggung tangan Elin begitupun dengan Vino.

Mereka berdua berjalan menuju depan gerbang rumah Shella dimana terparkir motor ninja hijau dengan dua helm di atas joknya. "Pake motor ga--"

"Iya. Santai aja kak, mana helmnya."

Vino tersenyum lalu menyerahkan satu helm yang ukurannya sedikit lebih kecil kepada Shella. Setelah itu Vino membawa Shella keluar dari area komplek menuju Mall terdekat.

Mereka memasuki Mall itu dengan berjalan beriringan. Ingin sekali Vino menggandeng tangan Shella saat ini, entah sudah berapa kali Vino melirik tangan Shella. Tapi, rasa canggung dan tidak berani selalu menghampiri ketika niat itu sudah bulat.

"Kak vino kenapa?."

Vino tersentak lalu menggeleng cepat. "Yaudah. Makan dulu boleh? Laper nih gue" pinta Shella dengan memelas dan mengusap-ngusap perutnya.

Vino terkikik lalu tanpa sadar ia menarik tangan Shella untuk segera pergi mencari tempat makan. "Mau makan apa?."

"Apa aja."

Setelah makan. Mereka keluar dari restorant dengan wajah kenyang. "Mau nonton?" Tawar Vino kepada Shella.

"Emang ada film apa aja hari ini?."

"Gatau. Coba liat nanti, terserah lo mau nonton apa."

"Oke. Tapi dibayarin gak nih?" Tanya Shella dengan diakhiri tawa.

"Yaiyalah. Masa nawarin tapi gak ngebayarin."

"Oke kalo gitu gue yang beli cemilan."

"Ehh.. kalo mau cemilan gue juga yang beli."

"Gamau. Ya patungan lah kak, masa iya pake uang kakak semua. Gak boleh nolak!" Paksa Shella. Setelahnya gadis itu berjalan meninggalkan Vino.

Setelah memesan dua tiket. Shella dan Vino membeli cemilan. Lalu masuk ke dalam bioskop. 1menit lagi filmnya dimulai. Film itu adalah film yang dingkat dari novel fiksi.

Vino bisa melihat kalo Shella menangis di ending film tersebut.

Setelah film itu selesai. Shella keluar bersama Vino. Dan gadis itu masih saja terisak, mungkin masih terbayang akan film tadi.

"Kenapa nangis?."

"Ihh kak Vino. Filmnya sedih, emang lo gak liat tadi banyak yang nangis kaya gue."

Vino menggeleng. Memang benar, sedari tadi Vino hanya fokus memperhatikan Shella yang menangis tersedu-sedu. Vino bingung, menurutnya filmnya biasa saja, bahkan ia tidak mengerti sedikitpun jalan ceritanya. Dasar bodoh! Jelas tidak mengerti, sedari tadi Vino hanya fokus terhadap Shella, garis bawahi.

•••••

Terima kasih

Kapan jadian?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang