"Dasar! Dia aja bisa bolos kaya gitu" batin Shella.
Ia beranjak keluar dari tempat persembunyiannya yaitu kolong meja kantin tempat penjual batagor. Ia meneguk es teh nya yang tinggal sedikit lalu meletakkan gelas itu di meja.
Shella berjalan menghampiri orang yang tengah asik dengan batagornya. Ia tidak habis pikir, bagaimana bisa anak pemilik sekolah bolos di jam pelajaran seperti ini? Gak ada akhlak, pikir Shella.
Tanpa izin Shella duduk di hadapan cowok itu. "Cieee bolos" ucapnya.
Jeje mendongak melihat siapa yang duduk yang meledek dirinya. "Lah? Lo disitu sejak kapan?"
Shella tersenyum lebar menampakkan deretan gigi putihnya. "Yang pasti gue gak bolos kaya lo, soalnya guru pelajarannya gak masuk."
Jeje mendelik tidak peduli, lagipula bukan urusan Shella mau dirinya bolos ataupun tidak. Jeje menghiraukan Shella, ia melanjutkan lagi acara makannya.
Shella memperhatikan Jeje dengan seksama, sebenarnya ia menunggu balasan kalimat dari Jeje, namun sepertinya Jeje tidak berniat menjawab sindiran dari Shella tadi. Mungkin semangkuk batagor lebih menarik.
"Lo gak takut apa ketauan bokap lo kalo anaknya bolos kaya gini demi batagor?" Tanay Shella.
Jeje meneguk minumannya sedikit lalu menatap Shella, "for your information gue itu kagak bolos, gue kan anak rajin mana mungkin seenaknya bolos" jawab Jeje.
Shella mengangguk-anggukan kepalanya tanpa mengerti.
"Lo sendiri, kenapa disini? Biasanya tidur lebih menarik"
"Gapapa, keluar dari zona nyaman itu harus" jawab Shella ngelantur.
Jeje tertawa mendengar kalimat gak nyambung yang Shella ucapkan sebagai jawaban atas pertanyaannya. "Apaan deh!! Kalimat lo ketinggian! Gak nyambung juga."
Shella ikut tertawa, menertawakan kebodohannya. Bagaimana bisa kalimat seperti itu keluar dari mulutnya.
"Btw, lo nolak si Vino?"
Shella menatap Jeje dengan tatapan santai seperti biasa. Ia mengangguk sebagai jawaban. Shella berpikir, mungkin Vino curhat kepada Jeje, mereka sahabat baik, ya bisa saja.
"Karna di Riki ya? Kasian banget sahabat gue," lirih Jeje dengan ekspresi pura-pura sedih.
Shella mencoba menahan tawanya agar tidak meledak, bagaimana bisa yang katanya cowok paling keren satu sekolah dan anak ketua yayasan menunjukan ekspresi yang sangat konyol seperti itu. Bisa hilang semua fansnya jika mereka melihat Jeje sekarang.
"Apaan lo? Kebelet BAB?" Ucap Jeje keheranan.
Shella menggeleng, "ekspresi lo tadi konyol banget, gak cocok sama lo! Anjir ahahahah."
Jeje menghela nafas malas, lalu melipat kedua tangannya didepan dada. "Receh banget sih lo, kaya gitu aja sampe ngakak" ledek Jeje, meremehkan.
"Lo tuh yang jayus, niat ngelawak tapi gak lucu" balas Shella.
"Lah? Apaan?!! Kalo gak lucu ngapa lo ketawa?"
"Pengen aja,"
"Gaje."
Hening, mereka sama-sama diam setelah perdebatan singkat itu. Tak lama bel pulang berbunyi. Shella beranjak berniat kembali ke kelas untuk mengambil tasnya, tapi tak sempat melangkah, Shella keburu melihat Talita, Riani dan Riki yang membawakan tasnya, menjemputnya juga mungkin.
"Nih tas lo, dari mana aja? Gue cariin gak ada" tanya Riki yang belum menyadari keberadaan Jeje.
Shella menunjuk stan penjual batagor, "disana" jawabnya singkat.
Riki sempat melirik ke arah yang ditunjuk Shella, lalu mempokuskan lagi pandangannya kepada Shella. "Lo laper?"
"Ihhh!!! Bukaaannn!!! Gue tuh gak mau ketemu sama lo, tau gak!" Sarkas Shella, lalu pergi meninggalkan semua orang disanaa.
"Tungguin gue, Shella!!!" Teriak Riki, lalu mengejarnya.
Ketiga orang yang tersisa hanya bisa menatap dengan ekspresi datarnya. Mereka kesal kepada kedua sejoli yang sedang dalam mode tidak akur itu.
"Asli ya, mereka drama banget" ucap Jeje dengan santai, lalu pergi untuk pulang.
Talita dan Riani mangangguk, kemudian beranjak pergi dan pulang.
KAMU SEDANG MEMBACA
Kapan jadian?
Teen FictionKata orang persahabatan antara cewek dan cowok itu tidak akan murni selamanya bersahabat karena salah satunya pasti memiliki perasaan lebih dari sekedar sahabat. Mungkin itu juga yang terjadi di antara Shella dan Riki, tapi mempertahankan persahabat...