48%: Don't Tell Me Bye!

2.8K 431 335
                                    

Jungkook berdiri didepan cermin di kamarnya pagi ini. Ia memasangkan satu per satu kancing kemeja putihnya sebelum berlanjut memasang dasi hitam yang sudah ia persiapkan. Matanya masih nampak bengkak karena menangis dan ia tidak tidur semalaman. Kakinya melangkah ke lemari penyimpanan, ia mengambil jas hitamnya lalu memakainya dan kembali ke cermin. Menata rambutnya yang berantakan dengan jarinya.

"Seharusnya ..."

Jungkook menunduk, ia melepas selang yang membantunya bernafas kemudian meletakkannya di meja. Saat itu pula, ia merasakan bagaimana sesaknya bernafas. Tangannya meremas kemeja putih yang ia pakai. Sakit, sesak bahkan seperti darah tidak mensuplai oksigen ke otaknya. Ia jatuh tertunduk di depan kaca sambil meringis dan mengerang. Dengan sisa tenaganya, ia memukul-mukul kaca berharap semuanya hanyalah sebuah refleksi yang tidaklah nyata. Tapi bagaimanapun kerasnya Jungkook memukul, bahkan jika kaca itu pecah sekalipun apa yang ia bayangkan tidaklah terjadi. Karena kenyataannya, ia telah kehilangan temannya, teman pertamanya.

"Kenapa kau datang! kenapa kau tidak membiarkanku saja waktu itu!"

Jungkook masih mengenang pertemuan pertamanya dengan Jimin waktu itu. Saat Jimin mengajaknya bermain bola bersama daripada harus menatap lady bug diatas bunga yang akan mati karena terinjak. Jimin yang selalu bilang bahwa Jungkook akan sembuh suatu saat nanti dan Jimin adalah orang pertama yang berani memisahkannya dengan kakaknya.

"Jimin," lirih Jungkook.

Sang kelinci kecil menahan sakitnya. Ia meremas dadanya kuat-kuat seakan rongga itu telah kosong dan menyiksa dirinya. Rasa sesak itu semakin terasa saat ia melihat gantungan kunci yang Jimin berikan waktu itu di ranselnya. Gantungan kepala kucing 3 warna yang Jimin bilang dapat membawa banyak keberuntungan. Jungkook masih terfokus dengan benda itu kemudian mencoba meraihnya.

"Agh!"

Walaupun harus tubuhnya harus terjatuh sempurna di lantai, ia berhasil meraih gantungan tersebut. Tangannya perlahan melepas gantungan itu lalu menyingkirkan ransel hitamnya. Jungkook masih terengah-engah dan terus mencoba memompa udara sebanyak-banyaknya.

"Kau bilang kau tidak akan pergi! kau bahkan tidak mengatakan bahwa kau sudah tidak ingin menjadi temanku lagi,"

Jungkook terisak.

"Lalu kenapa kau melarangku untuk melakukan hal yang kau lakukan?!"

Ia melempar gantungan itu hingga membentur tembok dan patah menjadi 2 bagian. Jungkook menangis kencang, ia mengenang semua kenangan tentang temannya itu. Jimin yang selalu menceritakan tentang dunia luar, tentang apapun yang terjadi di muka bumi demi Jungkook yang tidak tau sebelumnya. Jimin yang memberitau semua hal menarik bahkan bercerita tentang kehidupannya dengan bahagia. Jungkook masih ingat ketika Jimin tersenyum saat menceritakan tentang sekolahnya, temannya atau makanan paling enak yang selalu anak itu beli di kantin.

Kini semua hilang, tidak ada lagi Jimin, tidak ada lagi cerita yang memberi tau Jungkook bahwa action figure Iron Man akan dirilis atau game baru yang lebih menyenangkan dari overwatch. Dan yang paling hilang dari Jungkook adalah suara Jimin saat menghubunginya dengan penuh semangat.

Jungkook masih mencoba bertahan, membangun kesadarannya walaupun kepalanya terasa sangat sakit dan pandangannya mulai mengabur. Ia tidak boleh pingsan karena ia harus hadir dalam upacara pemakaman sebagai tanda maaf karena tidak sempat membalas kebaikan Jimin padanya. Ia meraih kursi di dekatnya kemudian mencoba berdiri tapi percuma, kursi itu jatuh dan mengenai tubuhnya.

"Agh!"

Lagi-lagi Jungkook mengerang, tangannya sakit, tubuhnya pun masih tertindih kursi kayu. Ia tetap meringis, ragu akan berteriak memanggil kakaknya walau pada akhirnya kakaknya datang dengan ekspresi takut.

 전 형제 [JEON SIBLING] × Jungkook [√] [DICETAK]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang