26 : Mau Kamu Seperti Ini Seterusnya.

867 43 8
                                    

Pov's Naomi.

Aku beralih melihat ke arah Gibran dia berdiri di sebelah Amel. Tapi kayaknya sih, Amel yang sengaja deketin Gibran. Aku tau, saat tangan Amel sibuk melingkar di lengan Gibran.

Sebelum Gibran jadi milikku lagi. Aku memang paling gak suka Gibran dipuji-puji kaum wanita apalagi diperlakukan seperti itu. Dan sekarang, entah benaran atau tidak. Entah serius atau cuman keputusan biasa. Aku sudah diterima Gibran lagi. Tapi, itupun aku memang masih kurang yakin, apakah Gibran beneran menerima aku sebagai pasangan dia. Atau cuman sebagai cari aman saja karena nilai dia terancam.

Haruskah aku berpikir kalau Gibran tidak serius?

"Iban. Kamu ngapain?" tanyaku, hampir lama aku pertimbangkan sebelumku memutuskan bertanya seperti ini.

Ya, tatapan datar di sana menyambut kontak mataku penuh pertanyaan pada diriku sendiri. Kenapa dia malah mengerut alis. Apa tidak suka aku tanya. Apa dia sebenarnya masih malu sama statusnya sekarang, jadi pacarku?

"Gue di sini lagi dengerin siaran keributan mereka yang gak jelas ini. Terus, lu ke sini ngapain pake nanya begitu? Bukannya tadi lu ngegosip di belakang gue," balas Gibran.

"Ya, aku..."

Gak tau kenapa aku tiba-tiba lupa mau jawab apa. Selain aku ke sini mau nguntitin mereka daritadi. Dan itu benar ucapan Gibran

"Ck, gak usah sok-soan mau ngibulin gue. Ayok ke kelas. Mual gue di sini, liat muka Amel."

Amel di sana melebarkan matanya. Menarik sudut bibir dia ke atas, dia terlihat begitu shok sama ucapan Gibran barusan.

Jujur, aku udah jaga image. Biar dia gak ngerasa dipermalukan. Ini kok, Gibran jadi aneh.

"Iban jangan rangkul-rangkul nanti jadi masalah. Aku gak mau kamu kena masalah--"

"Gue gak peduli. Lagian lu senengkan gue perlakukan kayak gini,"

Ok, aku beneran gak bisa mencerna sikap Gibran yang beberapa menit ini. Beda 99 derajat. Tapi, emang iya sih, aku seneng banget malah kalau sikap Gibran berubah kayak gini.

Bakalan makin bucin yang ada.

Suara melengking di belakang kami, bersumber dari Amel pun tidak digubris sama sekali oleh Gibran. Dia malah membawaku pergi, terus digenggam. Gak tau mau kemana, aku gak berani nanya, cuman, berani bersembunyi, diam-diam melihati sorot mata Gibran begitu...

Menggemaskan...

Ya Allah! Ya Allah! Mudah-mudahan wajahku gak merah sekarang.

"Nao," panggil seseorang dari belakang, saat aku tengok. Ternyata Gibran yang memanggil tengah berjongkok di tengah-tengah jalan koridor. Tapi. Lho.

"Bukannya tadi Gibran di sebelah gue? Gandengin gue? Eh, begonya gue. Gak tau orangnya ketinggalan."

Ex StatusTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang