22 : Terlambat.

1.2K 48 5
                                        

Kebiasaanku adalah sehabis sholat, pasti, tidur lagi.

Padahal sebelumnya aku mencoba tahan mata supaya bisa berangkat agak pagi.

Tetapi, tetap saja aku ketiduran.

"Jam 7 !!!"

Tubuhku spontan langsung bangkit, setelah kulihat jam. Aku segera melempar selimut yang menghalangi tubuhku, ke sembarang tempat, aku bergerak bangun dari ranjang. Berlari menuju kamar mandi begitu kalang kabutnya, sampai aku lupa ambil handukku masih di kamar.

"Ibu! Tolong ambilin handuk Nao, maaf."

Ica yang tengah menyapu teras saking kencangnya suara dibalik kamar mandi. Ica mendengus memasuki kamar anaknya.

"Lama-lama handuknya Ibu pasang alarm."

Ica menyangkutkan handuknya di gagang pintu kamar mandi tertutup.

Setelah sekiranya tubuhku mulai basah dan bersih. Aku langsung mengambil handuk, berlari memasuki kamar sudah tampak rapih berkat Ibu, aku pun mengenakan baju seragam asal-asalan sampai tidak sempat aku masukan atasan seragamku ke dalam rok. Dengan tergesah-gesah aku menuruni anak tangga, lalu menyambar tas serta sepatuku dari rak yang sudah biasa tersedia.

"Nao! Bekalmu ketinggalan!" teriak Ica dari meja makan berjalan menuju teras, hendak menghampiriku.

Tapi, aku bener-bener telat hari ini, jadi memutuskan bergegas pamitan tanpa kubawa bekalnya.

"Ya kamu makan aja di kelas."

"Gak usah, Bu. Buat bekal Ibu kerja aja. Dah bu, Assalamu'alaikum!" Aku pergi berlari menuju sekolah.

Lari? Gak mungkin banget kekejar tepat waktu kalau mesti nunggu angkutan umum dulu kayak gini.

"Gak ada yang bisa buat tebengan gratis apa, gitu? Semoga aja ada manusia baik di dunia ini mau tolongin Nao," gerutuku menyelipkan doa dalam usapan wajahku, untuk diriku sendiri yang pasti.

Aku berdiri di sisi jalan besar. Tadinya aku pengin naik angkot. Tapi aku lupa kalau tadi berangkat nggak sempat minta uang saku ke Ibu. Bener-bener sial deh hari ini.

"Gak jadi Bang!"

"Lah, kenapa?"

"Nao gak bawa duit..."

"Oh, yaudah."

"Iiis kirain mau berbaik hati. Gak taunya malah pergi." Dumalku pada kang angkot yang sudah berlalu pergi.

Kalau aku paksa naik angkot, nanti malah gak bisa makan siang di sekolah. Untung saja uang saku kemarin masih ada sisa.

Dikejauhan mataku respect menyipit ke setiap sudut jalan yang tidak asing lagi.

"Kaya kenal."

Dari kejauhan, aku melihat ada seorang pemuda mengenakan seragam yang sama denganku di balik jaketnya itu.

Aku memastikan dengan tegas, lalu melihat keadaan jalan sebelah kanan dan kiri sudah mulai aman.

Aku melangkah kali cepat menyembrangi jalan yang mulai sepi, menghampiri sosok laki-laki tengah mengisi bensi di sana. Padahal aku nggak kenal dia siapa.

Pasalnya aku hanya melihat punggung tegap lelaki itu, bukan wajahnya.

Plukk!

Tepukan mendarat ke bahu lelaki tersebut dengan pelan, tapi padat. Alhasil dia menoleh, membuatku tersenyum sumberingah. Karena aku kenal dia siapa.

"Lu ngapain di sini?" tanya dia lebih dulu sambil sesekali menyelipkan rambutnya yang panjang ke belakang daun telinga.

"Kebetulan ada lu. Bantuin gue dong," pintaku setengah memohon.

Ex StatusTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang