3 - Guru Les Naomi?

2.2K 83 2
                                        

"Cemumut ya Nao! Buat les privatnya." Hardik Letta sambil merangkul bahu Naomi, lalu dia mengoyokkan tubuhnya penuh tenaga.

"Diam lu! Bikin semangat gue makin ancur, tau nggak."

"Yeuh! Yaudah sih biasa. Kan sebagai teman itu harus saling mendukung. Lah, ini didukung malah ngedumel."

"Bukan gitu, maksudnya--" mencoba menjelaskan apa maksudnya, seketika ucapan Naomi terpotong saat Bu Lisa datang membuat bulu kuduk dua muridnya itu, tegang.

Baru masuk ambang pintu saja aura Bu Lisa sambil menggandeng seorang anak lelaki yang tak asing lagi di mata Nao, begitu menyengat horornya.

Eh, sebentar.

Anak laki-laki? Digandeng? Gibran? Demi apa?! Itu Gibran!

Mau ngapain dia ke sini? Pake acara gandengan lagi sama Bu Lisa segala.

"Letta, kamu belum pulang?"

Letta yang tengah duduk di sebelah Naomi langsung terkesiap bangun, Letta lantas pamit pulang dengan terburu-buru.

Tinggal Naomi seorang di kelas ini yang sudah standby duduk di bangku barisan paling depan. Tatapan Naomi masih heran, sekaligus berbunga-bunga melihat lelaki pujaan hatinya ada di sini.

Yuhhu! Kapan lagi yakan diajarin sama mantan doi.

Sejenak Naomi memerhatikan paras Gibran dari ujung kaki sampai ubun-ubunnya sukit Naomi jangkau. Sungguh anak lelaki itu memang perfect. Bikin tatapan Naomi hancur seketika dipalingkan saat Gibran membalas menatapnya.

"Nao, ini guru privat kamu. Mulai sekarang kamu gak ada alasan lagi dapet nilai 0,2 itu! Juga kamu Gibran, ajarin ini anak cekokin kalau perlu biar dia doyan matematika."

Lah? Memangnya Naomi anak susah makan, pake dicekokin segala.

Nao memutar bola mata jengah. Ini mah bukannya bisa yang ada malah makin pecah nih kepala ya Tuhan.. Padahal belom dimulai tapi udah strees duluan. Banyak-banyak istighfar Naomi kalau belajar matematika.

Mending Naomi tobat aja deh sekarang, menjadi anak baik, solehah dan rajin ibadah.

"Jadi guru Nao?" tanya Gibran terlihat masih tidak yakin, dia melebarkan bola matanya yang sipit itu kearah Naomi. Seperti tak percaya.

"Iya, kalau dia nanti ujian masih remed. Ibu hukum kamu juga Gibran." Ancam Bu Lisa, bikin Gibran langsung menolak mentah-mentah.

"Lah! Kok saya juga kena sih Bu? Kan yang remed dia bukan saya."

"Yang ngajarin siapa? Kalau dia masih remed berarti kamu ngajarinnya mau-mau, engga-engga."

"Yahh! Kalau gitu aku gak mau ngajarin dia, Buk. Lebih aman." Gumam Gibran, yang masih terdengar Bu Lisa langsung menyentaknya tanpa henti.

Membuat Gibran mendengus kasar, dia paling gak suka diocehin guru.

Udah tau kuping Buk Lisa tajem, kaya telepati. Masih aja berani mendumal.

"Kamu gak ikhlas bantu Ibu, juga bantu temen kamu itu. Yaudah sana pergi!" Bu Lisa, menggebah tangannya, seperti menggusah ayam.

"Kalau bantu Ibu saya ikhlas. Tapi kalau---" Gibran mengentikan ucapannya, melirik ke arah Naomi dengan tatapan sinis.

"Anak ini rasanya males Buk." Sambungnya melipat kedua tangan di dada.

Mendengar ucapan Gibran tuh rasanya pengen Naomi cakar wajah mulus dia. Tapi Naomi, gak punya cukup keberanian, nanti Naomi gak bisa liat dia yang cakepnya kayak oppa-oppa korea.

Naomi juga gak tega sama muka gantengnya itu. Buat dirusakin.

Sabarr! Nao sabar. Cobaan jadi mantan itu memang berat yah.

Ex StatusTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang