4 - Jatuh.

2.4K 75 4
                                    

"Iban pulang maik motor?"

"Enggak, naik ondong."

"Serius!"

"Dua rius."

Naomi terdiam bukan berarti dia bete bicara sama Gibran. Justru Naomi semakin gencar bertanya.

Bagi Naomi kalau Gibran masih menyahuti ucapannya, itu pertanda Naomi masih memiliki peluang buat balikan lagi.

"Mau Nao bantu?"

"Gak. Awas."

Naomi bergerak ke pinggir memberi jalan Gibran mengeluarkan sepedanya tuk pulang.

"Udah sana pulang. Gue gak bisa diajak nebeng," ucap Gibran lagi, sengaja membari jawaban duluan sebelum permintaan Naomi kembali kumat.

Nao gak bisa berkutip selain pilihannya, pulang sedirian, jalan kaki.

Lemas bagaikan tak ada daya yang menguasai energinya untuk berjalan. Naomi terpaksa pulang jalan kaki sampai ke rumah. Lantaran uang jajan dia abis dipakai traktirin teman-temannya sebagai upah kalau mereka setuju Naomi balikan sama Gibran.

"Hm, mudah-mudahan aja ada orang baik mau nolong Nao yang cantik ini pulang bareng." Rutuk Naomi tak butuh waktu lama entah ada keajaiban apa. Ucapan Naomi terkabul seketika.

"Kuat gak jalannya?"

Kepala lesu Naomi menoleh ke sumber suara yang ada di sebelahnya. Bola mata Naomi seperti habis di charger. Saat tau Gibran hadir di dekatnya sambil menuntuni sepeda tanpa membalas tatapan Naomi penuh kebahagiaan.

"Kirain udah pulang duluan,"

Gak ada balasan yang keluar di mulut Gibran. Membuat Naomi diam-diam dengan bebas dia pandangi bibir Gibran sama sekali tidak terbuka. Benar-benar seperti terkunci atau sebenarnya dia lem kali ya.

Hih. Kok mesum gini sih liatin mulut orang.

"Tadi Gibran nanya Nao kan, Nao kuat jalan apa enggak? Ya kuatlah! Seorang Nao pasti kuat." Jawab Naomi bersemangat walaupun dia tetap dicuekin sepanjang jalan.

"Jalannya jangan kecentilan. Jatoh malu sendiri lu."

Naomi menggerakkan cepat kepalanya ke wajah Gibran, masih sama tidak mau memandangi Naomi. Naomi pun mengangkat senyum miringnya, berusaha tidak mempedulikan ucapan Gibran tadi.

"Nao bukan anal kecil yanh harua dingetin soal jatoh."

"Entar kalau jatoh. Gue gak akan tanggung jawab."

"Aku kuat Gibran.. Seandainya jatoh. Aku bisa bangun sendiri, kamu percayakan sama aku."

"Enggak."

"Ish. Anyway. Gibran ngapain sih nanya Nao kuat apa enggak. Tumben perhatian. Emangnya kalau Nao gak kuat Gibran mau bantuin Nao?"

"Enggaklah."

Naomi mendelik. Lanjut bicara.

"Terus buat apa bawa sepeda kalau masih dituntun kayak gitu. Mending digowes, boncengin aku. Biar soooosweee---ehkk! Aaaahhhk!" belum tuntas bicara, ucapan Naomi berakhir pekikan.

Gibran agak shock lihat posisi jatuh Naomi tengkurap di aspal jalan. Tidak disangkat ucapannya barusan terjadi menimpa Naomi di sana.

Tangan Gibran hendak meraih punggung baju seragam Naomi, tidak jadi. Karena si korban keburu mengubah posisinya lagi bangkit dan duduk sambil berkeluh kesakitan memegangi bokongnya.

"Aduhh, sakit."

"Katanya kuat. Gimana sih. Pembohong,"

"Bukannya bantuin bangun malah gerendeng." Omel Naomi sambil berusaha bendiri menahan sakit di area lututnya juga, kayaknya ada luka di sana. Ah biarkan saja. Naomi beralih sengusap kedua telapak tangannya kotor penuh pasir.

Ex StatusTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang