30 : Take Care of You.

644 29 2
                                    

"Bisakah gue nyeimbangin Gibran?" Batin Ismail. Baru saja dia hendak menyebut namanya. Naomi datang dari sebelahnya berlari mengambil lengan Gibran.

"Gibran!"

"Ngapain si?!"

"Ayok pulang. Nao daritadi nungguin kamu di depan gerbang tau... Coba deh pegang kepala Nao, panaskan? Yakan? Orang Nao kejemur gara-gara nunggu kamu lama--"

"Diam, atau gue batalin pulang barengnya."

Ceriwis Nao seketika hilang, melepaskan kembali lengan Gibran sebelumnya ia letakkan di pucuk kepala dia, hanya untuk memastikan kepala Naomi emang agak panas.

"Nao,"

Exan memanggil, mengundang tanya di lubuk hati Gibran tidak ia tunjukkan tetapi tepat.

"Rival dimana?"

"Rival? Gak tau. Nao gak liat. Emang kenapa?"

"Gue mau ngobrol sama dia."

"Oh, sebentar. Coba Nao telepon orangnya."

"Gak usah Nao..."

Exan melirik ke Gibran. Gibran di sana juga membalas lirikkannya. Dia pun tak lepas memperhatikan Naomi yang sibuk menghubungi Rival.

"Gapapa. Siapa tau diangkat."

Gibran, memastikan tatapan dia bisa menutupi perasaannya yang bergejolak aneh dengan semua ini.

Bodohnya. Gibran paling anti bertanya dengan terus terang selain mengandalkan perasangka saja.

Padahal Gibran merasakan ada pertarungan hebat di kepalanya antara curiga dan berupaya berpikir positif mengenai Naomi.

Setelah Naomi selesai berbicang dengan Exan. Exan memegang bahu Gibran sebagai isyarat Gibran harus bisa mengontrol rasa ingin tahunya terhadap Naomi.

Karena Exan tau, perihal ini sangat sensitif untuk wanita seceria Naomi.

"Nanti lu tau semuanya dari Nao."

"Ha? Kok bawa-bawa Nao? Nao gak tau apa-apa, kenapa dibawa-bawa."

"Bukan soal itu, Nao. Gibran cuman mau lebih akrab sama Rivaldo. Lu bisa kan bantu gue jelasin siapa Rival?"

Exan. Si pria lemah lembut dalam tutur katanya. Jika diperhatikan, Naomi lebih mudah nurut dengan sikap Exan. Setau Gibran, sejak dulu bila bicara sama Nao dia harus bersikap tegas, lantaran Nao suka ngeyel dan keras kepala, ternyata..

Nao tidak membutuhkan itu.

Exan pergi. Meninggalkan kebingungan sekaligus ketakutan di benak Naomi yang gak tau apa-apa tiba-tiba diikut sertakan dalam permasalahan mereka.

"Iban, sebenarnya ada apa?"

Nao mengernyit, sosok yang ia ajak bicara tak menjawabnya. Naomi mencoba nengok ke belakang. Gibran tidak ada di sana. Sudah kabur duluan menuju lobi.

"--lho Ibann! Tunggu, Iban!"


*****

"Gue kira lu udah pulang,"

"Emangnya tadi yang berdiri di depan kamu siapa. Manekin gitu. Aku nungguin kamu, kan udah janji aku mau nungguin kamu di gerbang, kamunya gak dateng-dateng. Aku kan khawatir, kirain kamu kemana."

"Panik banget gue ilang."

"Iyalah. Kamu ilang aja aku panik. Apalagi kalau kamu pergi. Aku makin males sekolah,"

Gibran langsung menoyor kepala Naomi. Sial, gak kena. Pinter juga tuh anak ngeles.

"Alasan."

"Hehehe, enggak kok. Tetep sekolah cuman rasanya pasti beda. Bakalan hambar. Gak semangat. Kamu begitukah kalau aku lagi gak masuk sekolah?"

Ex StatusTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang