13 - Pantang Menyerah. Harus!

1.3K 49 0
                                    

Pov's Naomi

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Pov's Naomi.

Gue salah apa sih sama lo

Kalimat itu, kini menari nari dipikiranku. Jejak yang kupijaki membuat aku penuh tanya, dia berubahan. Aku tau, kejadian itu membuatmu sangat marah.

Maka dari itu aku butuh jawaban.

Aku menelusuri ruang kelas 10 IPA-2. Di sana aku dapati Gibran tengah mengenakan earphone. Ditemani kedua temannya. Devan dan Ciko yang sibuk main catur di meja Gibran.

"Skak mat! Ya, gue menang, lu mati."

"Apa-apaan lu. Gue masih hidup juga."

"Main caturnya maksudnya."

"Permisi, maaf ganggu," ucapku memberi senyum ke mereka. Kutau senyumku ini tidak layak ditampilkan selain hanya basa-basi saja.

Itupun yang menoleh hanyalah Devan dan Ciko. Sedangkan Gibran sibuk mendengarkan musik sambil membaca buku, sepertinya.

"Eh! Nao. Ada apa?" tanya Devan. Ciko pun menepuk bahu Gibran disadarkan olehnya.

"Hm?" saut Gibran, Ciko hanya mengangkat dagu ke arahku.

Gibran melirik mengarahku sebentar lalu melanjutkan bacaannya tanpa memperdulikan keberadaanku di sini.

"Gib-ran, gue ke sini mau minta maaf," ucapku tersenggal tidak lancar seperti biasanya.

"WOYY!!!"

Devan teriak tepat di depan telinga Gibran, membuka earphone yang menyumpal pendengarannya kemudian menyahut dengan nada tinggi juga.

"Apasih!"

"Nao minta maaf bego!"

"Terus?"

"Ya, lu tanggepinlah."

"Penting?"

"Lu hargain dia ke sini buat minta maaf, Gibran."

Berusaha keras Devan mengertikan perasaan Naomi. Namun tetap saja Gibran tak respon sepenuhnya.

"OH."

"Udah gue maapin." Lanjut setelah beberapa menit berlalu dari kata oh. Gibran masih bertatapan fokus tak lepas dari bukunya. Nafas lega Devan, sahabat dekat Gibran, mulai mengerti.

"Makasih. Tapi. Kamu gak marahkan?" ucap Naomi.

"Tergantung."

"Kalau kamu marah sama aku, jangan lama-lama yah,"

"Suka-suka."

Aku hanya menelan ludah sendiri dengan keputusan Gibran. Aku tau dia marah. Kenapa kamu gak jitak aku saja. Setidaknya itu buatku lega. Kalau seperti ini aku akan terus dibuat sesak, susah bernafas olehmu.

"Yaudah Devan, Ciko. Gue balik ke kelas dulu,"

Mereka mengangguk. Gibran tetap masa bodo.

♦♦♦

Ex StatusTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang