20 - Senin Depan.

1.1K 48 2
                                    


Senin depan kemudian.

Hentakkan kaki menari-nari indah saat tiba menuruni satu tangga di lantai paling terakhir.

Hendaknya ia melakukan ini guna menghampiri tempat yang biasa dilalui pemuda kebanyakan.

Yaitu kantin.

Semerbak harum makanan yang diolah dari bahan tepung-tepungan, sayur-sayuran, ada juga dari bahan cepat saji agar instan, tercampur oleh minyak panas, asapnya pun mengepul memanasi sekitarannya.

Meja kosong mengundang banyak peminat uang jajan yang minim demi mendapatkan makanan yang banyak dan mengenyangkan, gerah-gerahan pun tidak mempermasalahkan. Asalkan istirahat bisa kumpul di sini.

Ada yang sekadar lihat-lihat tidak menemukan makanan yang dituju lalu pergi, ada juga yang habisin uangnya, dan ada pula kelakuannya cuman godain anak perempuan sampai mereka adu kekuatan suaranya.

Sebelumnya Naomi hadir di antara mereka untuk mengklarifikasi masalah hari senin kemarin.

Kakak kelas 12, siswa laki-lakinya sebagian kena hukuman saat upacara tidak memakai dasi. Mereka berseru, bahwa mereka sudah membawa dasi masing-masing, tapi dasinya tidak ketemu.

Hukuman tetap hukuman.

Hari senin ini. Naomi mau menuntaskan dulu urusannya dengan Reza dan Rendy beserta rombongannya yang sempat bikin perkara di sekolah waktu itu. Waktu dimana Naomi dan Gibran kena skor karena protes mereka melihat kami ada di ruangan berdua.

Naomi gak marah dituduh apapun, tapi menyangkut Gibran ikutan kena. Naomi gak mungkin diam saja.

Naomi temuin mereka, mau balikin dasi dan perlengkapan lainnya milik mereka, yang sengaja Naomi ambil supaya saat mereka cabut ke kantin sebelum upacara dimulai, saat itu mereka kena hukuman pas upacara senin kemarin.

Sebab mereka udah bikin Naomi juga Gibran keseret masalah. Kalau Gibran boleh pasrah. Bagi Naomi sih gak rela pasrah apalagi Gibran ikutan kena skor juga.

"Nih. Impas!"

"Anjir. Jadi elu yang ngumpetin!"

"Iya. Kenapa? Masalah?"

Kepalan tangan Rendy tertahan, saat Naomi memajukan wajahnya sambil berkacak pinggang di hadapan Rendy, meskipun Rendy lebih tinggi, Naomi gak peduli. Tetap berusaha jinjit.

"Konsekuensinya. Kalau gue kena hukuman. Lu semua harus kena juga. Walaupun gue bukan siapa-siapa dalam genk kalian, sekalipun gue cuman adek kelas. Gue gak pernah lupa sama apa yang gue ucapkan." Jelas Naomi berlanjut ke inti.

"Karena siapapun yang berurusan sama Nao. Dengan senang hati Nao bikin urusannya lebih rame."

Naomi berbalik badan usai tuntas meluapkan isi hatinya. Berjalan ke arah yang sebelumnya ia lalui. Menuju perpustakaan.

Siapkan niat Naomi gak akan berisik di sana.

Belum ada semenit dalam niatnya. Sungguh. Suara keributan gak bisa Naomi hindarkan, setelah ia tak sengaja menabrak ujung meja panjang terisi banyak para pembaca novel petualangan di antaranya, setengah mengomel di sana.

"Ya, maap. Nao juga korban kena ujung meja." Ujarnya pelan. Sambil sesekali ia lihat sekitar, yang dicari tidak ada. Adanya. Teman sekelas Gibran. Si Devan, Ciko, Raihan, Farhan. Tengah asik berdiskusi di satu meja bundar.

"Dev!"

"Bujug!" kejut Devan.

Hampir saja kursi yang ia duduki terjungkal kebelakang karena ulahnya sendiri.

Ex StatusTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang