Adrian mengintip di sela-sela selimut tebal yang menutupi sekujur tubuhnya di atas ranjang empuk. Dia harus berpura-pura tidur sampai bundanya itu benar-benar sudah turun ke lantai bawah rumahnya. Anak kecil berumur enam tahunan itu segera turun dari ranjangnya, ia enggan untuk tidur sebelum mengucapkan selamat tidur pada perempuan kecilnya itu.
Adrian kecil hanya menyalakan lampu tidurnya, lalu beranjak membuka jendela kamarnya, dan dengan suara yang hati-hati dia memanggil seseorang yang tinggal di kamar tepat bersebrangan dengan kamarnya.
"Athaa athaa angkat telpon ian athaa, atha udah tidur ya, athaa angkat athaa , ian belum ucapin selamat tidur buat atha" Adrian kecil memanggil perempuan kecil itu sambil menarik-narik kaleng yang terhubung dengan kaleng yang lain di kamar aletha itu, sebagai alat komunikasi mereka.
"Suuttt Ian suutttt, mama baru aja keluar dari kamarnya atha, ian ga sabaran sih" ucap gadis kecil yang baru saja membuka jendela kamarnya dan memegang kaleng yang terhubung itu.
Keduanya saling mengobrol dengan alat komunikasi yang mereka buat sendiri itu. Setiap malam keduanya tak pernah melewatkan untuk berkomunikasi lewat telfon kaleng itu. Mereka tertawa bersama tat kala keduanya saling menjulurkan lidah dan memasang wajah jelek mereka.
"Atha belum ngantuk? Ian liat mata Atha udah merah tuh, Atha tidur sana, besok kan kita mau beli es krim."
"Tapi besok bener kan? Ian jangan tinggalin atha yaa." gadis itu memelas, seakan lelaki di sebrangnya benar akan meninggalkannya.
"Iya atha, ian ga mungkin ninggalin atha. Ian janji." melihat jari Adrian yang diacungkan, membuat Aletha percaya bahwa lelaki di sebrangnya itu memang tak akan meninggalkannya.
"Selamat tidur Atha, Ian sayang Atha." keduanya melambaikan tangan, sebelum akhirnya saling menutup kembali jendela masing masing.
***
"Iaannn." Teriak gadis kecil yang baru saja keluar gerbang rumahnya, menatap nanar ke arah lelaki yang berada di sebrang jalan.
Aletha berlari menghampiri lelaki yang kini berdiri dengan senyum yang tak lepas, dengan tas ransel yang ia kenakan."Ian ayo kita beli es krim Ian, atha udah ga sabar." Seru gadis kecil yang tak hentinya menarik lengan Adrian.
"Athaa, Ian harus pergi." Lirih Adrian merasa bersalah.
"Ian mau kemana? Ian udah janji ga akan ninggalin Atha. Ian mau kemana?"
"Ian harus ikut bunda sama papa pindah dari rumah ini Atha."
"Ian udah janji buat ngajak Atha beli es krim sekarang, Atha gamau Ian pergi! Pokoknya gamau Ian gamau!"
"Maafin Ian." lelaki dengan perawakan lebih tinggi dari Aletha itu, memegang tangan Aletha erat seakan dirinya enggan untuk pergi, jika ia bisa menolak. Namun sayang hal itu sama sekali tidak bisa ia lakukan.
Aletha menangis di pelukan mamanya. Ia tak bisa membendung pedihnya, lelaki yang baru saja beranjak itu seakan sudah menjadi bagian di hidupnya, menemaninya setiap hari, menjadi pelindung dirinya, dan selalu berusaha membuatnya bahagia. Namun sekarang, ia harus merelakan lelaki itu pergi. Kekecewaan yang ia rasakan rasanya tak bisa ia sembunyikan. Ia sedih, ia sayang, ia kecewa. Hanya itu yang dapat menggambarkan gadis kecil kala itu.
"Atha sayang Ian. Atha benci sama Ian." batin gadis kecil yang masih memeluk erat mamanya.
***
Sebuah perpisahan seakan membuat pedih yang berbekas diantara keduanya. Sebuah kenangan indah hanya akan menjadi kenangan pahit jika diingat.
***
Gue kehabisan kata-kata:(
Lanjut gaa?lanjut gaa?lanjut gaa?:(
Jangan lupa voment ya guys❤
Dont forget to add to the library😁
KAMU SEDANG MEMBACA
My Boyfriend is Bad Boy
Teen Fiction-[ZONA BAPER] Entah apa yang mereka lihat darinya. Dari lelaki berpenampilan urakan dengan kelakuan yang super absurd itu. Dia yang selalu ingin mendapatkan apa yang dirinya inginkan. Dan benar saja dia memang selalu mendapatkan apa yang menjadi ing...